Terima Kasih Telah Berkunjung Ke MAKALAH UBB

Tuesday, May 16, 2017

MAKALAH AKUNTANSI SYARIAH - DSN (DEWAN SYARIAH NASIONAL-MUI) DAN PSAK AKUNTANSI SYARI’AH

MAKALAH AKUNTANSI SYARIAH
” DSN (DEWAN  SYARIAH NASIONAL-MUI)  DAN PSAK AKUNTANSI SYARI’AH


DISUSUN OLEH:
RIZKY PURNOMO 301 14 11 097
RUSKI ALANBARI 301 14 11 098
SANDI IRAWAN 301 14 11 100
SUGENG PAMUJI 301 14 11

4 AKUNTASI 4
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
           
1.      Latar Belakang

            Dengan semakin berkembangnya lembaga-lembaga keuangan syariah di tanah air akhir-akhir ini dan adanya Dewan Pengawas Syariah pada setiap Lembaga Keuangan, dipandang perlu didirikan Dewan Syariah Nasional yang akan menampung berbagai masalah/kasus yang memerlukan fatwa agar diperoleh kesamaan dalam penanganannya dari masing-masing Dewan Pengawas Syariah yang ada di lembaga keuangan syariah.
Pembentukan Dewan Syariah Nasional merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi/keuangan. Dewan Syariah Nasional diharapkan dapat berfungsi untuk mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi.
Jika seorang investor ingin mengambil keputusan bisnis, maka salah satu pertimbangannya adalah dengan melihat dan menganalisis laporan keuangan perusahaan. Kenapa laporan keuangan? Laporan keuangan merupakan salah satu media utama yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengkomunikasikan informasi keuangannya kepada pihak luar. Laporan ini juga merekam peristiwa kejadian bisnis dalam bentuk unit moneter. Dengan disediakannya laporan keuangan maka keadaan ekonomi perusahan (yang dituangkan ke  dalam bentuk angka-angka moneter) tercermin dalam laporan keuangan tersebut. Untuk menganalisis laporan keuangan perusahaan, tentu saja diperlukan komponen-komponen laporan keuangan yang lengkap.
Laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi keuangan mengenai suatu badan usaha yang akan dipergunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan di dalam pengambilan keputusan-keputusan ekonomi. Laporan keuangan bagi pihak manajemen perusahaan berfungsi sebagai laporan pertanggung jawaban keuangan pada pemilik modal. Bagi pemilik modal, laporan keuangan berfungsi untuk megevaluasi kinerja manajer perusahaan selama satu periode. Dengan aadanya laporan keuangan ini, manajer perusahaan akan bekerja semaksimal mungkin agar kinerjanya dinilai baik.
Oleh karena itu pada kesempatan kali ini penyusun akan membahas mengenai DSN (Dewan Syariah Nasional-Mui)  dan  PSAK Akuntansi Syari’ah.








BAB II
PEMBAHASAN

2.      Sejarah Pendirian Dewan Syariah Nasional (DSN) – MUI
Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dibentuk dalam rangka mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai masalah perekonomian dan mendorong penerapan ajaran Islam dalam bidang perekonomian/keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Pembentukan DSN-MUI merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi/keuangan. Berbagai masalah/kasus yang memerlukan fatwa akan ditampung dan dibahas bersama agar diperoleh kesamaan pandangan dalam penanganannya oleh masing-masing Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ada di lembaga keuangan syariah.
Untuk mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi dan keuangan, DSN-MUI akan senantiasa dan berperan secara proaktif dalam menanggapi perkembangan masyarakat Indonesia yang dinamis dalam bidang ekonomi dan keuangan Mekanisme penyerapan fatwa DSN sebagai regulasi lembaga keuangan syariah, diatur dalam Pasal 26 UUPS No. 21 Tahun 2008 :
1. Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21, dan/atau produk jasa syariah wajib tunduk pada Prinsip Syariah.
2. Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia.
3. Fatwa sebagaimana dimaksud ayat (2) dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia.
4. Dalam rangka penyusunan Peraturan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud ayat (2), Bank Indonesia membentuk komite perbankan syariah.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, keanggotaan dan tugas komite perbankan syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional salah satunya adalah pada struktur organisasi, di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktifitas bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Sesuai Keputusan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 01 tahun 2000 tentang Pedoman Dasar Dewan Syari’ah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (pd dsn-mui) Dewan Syariah Nasional (DSN) dapat memberikan teguran kepada institusi keuangan syariah jika suatu institusi tersebut telah menyimpang dari pedoman yang telah ditetapkan oleh DSN, namun hal itu dilakukan setelah menerima laporan dari DPS yang berada pada lembaga keuangan syariah tersebut. Jika institusi keuangan syariah tidak mengindahkan teguran yang diberikan oleh DSN, maka dapat diusulkan kepada institusi yang mempunyai kuasa untuk memberikan sanksi, misalnya Bank Indonesia dan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Hukuman yang diberikan bertujuan agar bank syariah tersebut tidak lagi melakukan berbagai tindakan yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Struktur DPS:
1. DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas Direksi.
2. Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen, dalam kaitan dengan implementasi sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah Islam.
3. Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan sistem pembinaan keislaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya.
4. Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam di lingkungan perusahaan tersebut.
5. Bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang dilaksanakan oleh Biro Syariah.
Dewan Syariah Nasional bertugas:
1.      Menumbuh-kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya.
2.      Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan.
3.      Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.
4.      Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.

Dewan Syariah Nasional berwenang:

1.      Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah dimasing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait.
2.      Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia.
3.      Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan syariah.
4.      Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri.
5.      Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.
6.      Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.

Mekanisme Kerja Dewan Syariah Nasional
                           
                            Dewan Syariah Nasional mengesahkan rancangan fatwa yang diusulkan oleh Badan Pelaksana Harian DSN. Dewan Syariah Nasional melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam tiga bulan, atau bilamana diperlukan. Setiap tahunnya membuat suatu pernyataan yang dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bahwa lembaga keuangan syariah yang bersangkutan telah/tidak memenuhi segenap ketentuan syariah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.
Badan Pelaksana Harian
Badan Pelaksana Harian menerima usulan atau pertanyaan hukum mengenai suatu produk lembaga keuangan syariah. Usulan ataupun pertanyaan ditujukan kepada sekretariat Badan Pelaksana Harian. Sekretariat yang dipimpin oleh Sekretaris paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah menerima usulan /pertanyaan harus menyampaikan permasalahan kepada Ketua.
Ketua Badan Pelaksana Harian bersama anggota dan staf ahli selambat-lambatnya 20 hari kerja harus membuat memorandum khusus yang berisi telaah dan pembahasan terhadap suatu pertanyaan/usulan. Ketua Badan Pelaksana Harian selanjutnya membawa hasil pembahasan ke dalam Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional untuk mendapat pengesahan. Fatwa atau memorandum Dewan Syariah Nasional ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Dewan Syariah Nasional.
Dewan Pengawas Syariah
Dewan Pengawas Syariah melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya. Dewan Pengawas Syariah berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syraiah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada Dewan Syariah Nasional.
Dewan Pengawas Syariah melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada Dewan Syariah Nasional sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran. Dewan Pengawas Syariah merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan Dewan Syariah Nasional.
Pembiayaan DSN
Dewan Syariah Nasional memperoleh dana operasional dari bantuan Pemerintah (Depkeu), Bank Indonesia, dan sumbangan masyarakat. Dewan Syariah Nasional menerima dana iuran bulanan dari setiap lembaga keuangan syariah yang ada. Dewan Syariah Nasional mempertanggung-jawabkan keuangan/sumbangan tersebut kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Hubungan Antara DSN MUI, BI, DPS, dan Lembaga Akuntansi
Dewan syariah nasional termasuk dalam lingkupan MUI. DSN merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah. DSN merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah. DPS mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DSN.
Hubungan Antara BI, MUI, DSN, DPS dan Bank Syariah Dewan gurbenur BI melakukan pengawasan berkaitan administrasi dan keuangan pada biro perbankan. Biro perbankan syariah ini di bawahi oleh Dewan Syariah Nasional yang telah di back up dengan majelis ulama indonesia. fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen, dalam kaitan dengan implementasi sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah Islam.
Urgensi DSN-MUI Dan Keberadaan DPS Di Bank Islam DPS Dan Interaksi Dengan DSN-MUI
Bank islam harus menjadikan syariat Islam sebagai landasan kegiatan operasional perbankan islam. Bank islam wajib untuk tunduk atau patuh terhadap semua ketentuan syariat islam yang terkait muamalah. Oleh karena itu, diperlukan adanya satu komponen tambahan dalam tata kelola bank yang berfungsi memastikan bahwaa setiap aktifitas bank islam, terutama aktivitas keuangan, telah menjalankan syariat secara keseluruhan dan konsisten.
Menurut UU No.21 2008 tentang Perbankan Syariah, setiap bank islam di indonesia, bank umum syariah maupun unit usaha syariah, wajib membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang secara umum bertugas untuk memberikan nasihat serta saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar tidak melenceng dari prinsip syariah. Dan ini lah salah satu pembeda antara Bank Islam dengan Bank Konvensional. 
Pengertian PSAK
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan pedoman dalam melakukan praktek akuntansi dimana uraian materi di dalamnya mencakup hampir semua aspek yang berkaitan dengan akuntansi, yang dalam penyusunannya melibatkan sekumpulan orang dengan kemampuan dalam bidang akuntansi yang tergabung dalam suatu lembaga yang dinamakan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).  Dengan kata lain, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) adalah buku petunjuk bagi pelaku akuntansi yang berisi pedoman tentang segala hal yang ada hubungannya dengan akuntansi.
Adanya perubahan lingkungan global yang semakin menyatukan hampir seluruh negara di dunia dalam komunitas tunggal, yang dijembatani perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin murah, menuntut adanya transparansi di segala bidang. Standar akuntansi keuangan yang berkualitas merupakan salah satu prasarana penting untuk mewujudkan transparasi tersebut. Standar akuntansi keuangan dapat diibaratkan sebagai sebuah cermin, di mana cermin yang baik akan mampu menggambarkan kondisi praktis bisnis yang sebenarnya. Oleh karena itu, pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik, sangat relevan dan mutlak diperlukan pada masa sekarang ini.
Salah satunya yaitu adalah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang merupakan organisasi profesi akuntan yang juga merupakan badan yang menyusun standar akuntansi di Indonesia. Organisasi profesi ini terus berusaha menanggapi perkembangan akuntansi keuangan yang terjadi baik tingkat nasional, regional maupun global, khususnya yang mempengaruhi dunia usaha dan profesi akuntansi sendiri. Perkembangan akuntansi keuangan sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini perkembangan standar akuntansi ini dilakukan secara terus menerus, pada tahun 1973 terbentuk Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur GAAP dan GAAS. Kemudian pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (Komite PAI) yang bertugas menyusun standar keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang selalu diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK), kemudian pada kongres VIII, tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan untuk masa bakti 1998-2000 dan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK.

Sejarah Perkembangan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia
PSAK yang berkualitas merupakan salah satu pedoman pokok untuk menyusun dan menyajikan laporan keuangan bagi perusahaan. Dengan adanya standar akuntansi yang baik, maka laporan keuangan dapat menjadi lebih berguna dan menciptakan transparasi bagi perusahaan. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi akuntansi di Indonesia, senantiasa berusaha untuk tanggap terhadap perkembangan yang terjadi, baik dalam lingkup nasional, regional, maupun global, khususnya dalam hal yang mempengaruhi dunia usaha dan profesi akuntansi. Hal ini dapat dilihat dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah yang pernah dicapai sebelumnya dalam pengembangan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia:
1.    Pada periode 1973-1984, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah membentuk Komite prinsip Akuntansi Indonesia untuk menetapkan standar-standar akuntansi, yang kemudian dikenal dengan Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).
2.    Pada periode 1984-1994, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 (PAI 1984). Menjelang akhir 1994, Komite standar akuntansi memulai suatu revisi besar atas prinsip-prinsip akuntansi Indonesia dengan mengumumkan pernyataan-pernyataan standar akuntansi tambahan dan menerbitkan interpretasi atas standar tersebut. Revisi tersebut menghasilkan 35 pernyataan standar akuntansi keuangan, yang sebagian besar harmonis dengan IAS yang dikeluarkan oleh IASB.
3.    Pada periode 1994-2004, ada perubahan Kiblat dari US GAAP ke IFRS, hal ini ditunjukkan Sejak tahun 1994, telah menjadi kebijakan dari Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk menggunakan International Accounting Standards sebagai dasar untuk membangun standar akuntansi keuangan Indonesia. Dan pada tahun 1995, IAI melakukan revisi besar untuk menerapkan standar-standar akuntansi baru, yang kebanyakan konsisten dengan IAS. Beberapa standar diadopsi dari US GAAP dan lainnya dibuat sendiri.
4.    Pada periode 2006-2008, merupakan konvergensi IFRS Tahap 1, Sejak tahun 1995 sampai tahun 2010, buku Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru. Proses revisi dilakukan sebanyak enam kali yakni pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1 Juni 2006, 1 September 2007, dan versi 1 Juli 2009. Pada tahun 2006 dalam kongres IAI (Cek Lagi nanti) X di Jakarta ditetapkan bahwa konvergensi penuh IFRS akan diselesaikan pada tahun 2008. Target ketika itu adalah taat penuh dengan semua standar IFRS pada tahun 2008. Namun dalam perjalanannya ternyata tidak mudah. Sampai akhir tahun 2008 jumlah IFRS yang diadopsi baru mencapai 10 standar IFRS dari total 33 standar.

            Perbedaan PSAK dan GAAP
           
            PSAK atau Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan adalah standar yang digunakan untuk pelaporan keuangan di Indonesia. Sedangkan  US
GAAP atau Generally Accepted Accounting Principles adalah kumpulan konsep, standar, prosedur, metode, konvensi, kebiasaan dan praktik yang dipilih dan dianggap berterima umum di Amerika.
FASB atau Financial Accounting Standard Board (FASB) berdiri tahun 1973 menggantikan American Principles Board (APB) sebuah lembaga swasta yang bertanggung jawab untuk pembentukan standarakuntansi di Amerika Serikat. Produk FASB adalah Publikasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (Statements of Financial Accounting Standards).
            IASB atau International Accounting Standards Board adalah menerbitkan standar akuntansi yang baru secara internasional dengan meperhatikan masukan dari SAC (Standard Advissory Committee). Hasilnya adalah IFRS.
IFRS atau International Financial Reporting Standards adalah standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB)

Badan-Badan yang Mengurus PSAK

PSAK dibentuk oleh IAI. IAI atau Ikatan Akuntan Indonesia adalah asosiasi profesi yang menaungi seluruh Akuntan Indonesia yang didirikan pada tanggal 23 Desember 1957 di Jakarta. Inilah asosiasi yang merumuskan PSAK yang menjadi pedoman seluruh entitas bisnis dan pemerintah di Indonesia.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)  merupakan organisasi profesi akuntan yang juga merupakan badan yang menyusun standar akuntansi di Indonesia. Organisasi profesi ini terus berusaha menanggapi perkembangan akuntansi keuangan yang terjadi baik tingkat nasional, regional maupun global, khususnya yang mempengaruhi dunia usaha dan profesi akuntansi sendiri.
PSAK 59
Terhitung Sejak 1992-2002 atau 10 tahun lembaga keuangan baik bank syariah maupun entitas syariah yang lain tidak memiliki PSAK khusus yang mengatur transaksi dan kegiatan berbasis syariah. PSAK 59 sebagai produk pertama Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) – Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) untuk entitas syariah dan merupakan awal dari pengakuan dan eksistensi keberadaan akuntansi syariah di Indonesia. PSAK 59 Akuntansi Perbankan Syariah dan kerangka dasar penyusunan laporan keuangan Bank Syariah ini disahkan tanggal 1 Mei 2002 dan yang resmi berlaku mulai 1 Januari 2003. Adapun Kronologis  Penyusunan PSAK Perbankan Syariah di jelaskan oleh yanto (2003) sebagai berikut:
                
  • 1.  Januari – Juli 1999, masyarakat mulai memberi usulan mengenai standar akuntansi untuk bank syariah.
  • 2.      Juli 1999, usulan masuk agenda dewan konsultan SAK.
  • 3.      Agustus 1999, dibentuk tim penyusunan pernyataan SAK bank syariah.
  • 4.      Desember 2000, Tim penyusunan menyelesaikan konsep exposure draf.
  • 5.    1 Juli 2001, exposure draft disahkan mengenai kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan bank syariah dan PSAK Akuntansi Perbankan Syariah.
  • 6.  1 Mie 2002, pengesahan kerangka dasar penyusunan dan penyusunan dan pengajian laporan keuangan Bank Syariah dan PSAK Akuntansi Perbankan Syariah.
  • 7.   1 Januari 2003, mulai berlaku krangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan bank syariah dan PSAK Akuntansi Syariah.[1]


PSAK 59 dikhususkan untuk kegiatan transaksi syariah hanya di sektor perbankan syariah, ini sangat ironis karena ketika itu sudah mulai menjamur entitas syariah selain dari perbankan syariah, seperti asuransi syariah, pegadaian syariah, koperasi syariah. Maka seiring tuntutan akan kebutuhan akuntansi untuk entitas syariah yang lain makaKomite Akuntansi Syariah Dewan Standar Akuntasi Keuangan (KAS DSAK)menerbitkan enam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) bagi seluruhlembaga keuangan syariah (LKS) yang disahkan tanggal 27 Juni 2007 dan berlaku mulai tanggal 1 Januari 2008 atau pembukuan tahun yang berakhir tahun 2008. 
Ke- enam PSAK itu adalah:
  • 1.      PSAK  No 101             :  Penyajian laporan keuangan syariah.
  • 2.      PSAK  No 102             :  Aakuntansi Murabahah (Jual beli),
  • 3.      PSAK  No 103             : Akuntansi Salam.
  • 4.      PSAK  No 104             : Akuntansi Isthisn.
  • 5.      PSAK  No 105             : Akuntansi Mudarabah (Bagi hasil).
  • 6.      PSAK  No 106              :Akuntansi Musyarakah (Kemitraan).  

Keenam PSAK merupakan standar akuntansi yang mengatur seluruh transaksi keuangan syariah dari berbagai LKS. Dalam penyusunaan keenam PSAK, KAS DSAK mendasarkan pada Pernyataan Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) Bank Indonesia. Selain itu, penyusunan keenam PSAK juga mendasarkan pada sejumlah fatwa akad keuangan syariah yang diterbitkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI).

2.      PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah 
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur penyajian dan pengungkapan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) untuk entitas syariah, yang selanjutnya disebut “laporan keuangan”, agar dapat dibandingkan baik dengan laporan keuangan entitas syariah periode sebelumnya maupun dengan laporan keuangan entitas syariah lain. Pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi dan peristiwa tertentu diatur dalam PSAK terkait. 
Ruang Lingkup Pernyataan ini diterapkan dalam penyajian laporan keuangan entitas syariah untuk tujuan umum yang disusun dan disajikan sesuai dengan PSAK. Entitas syariah yang dimaksud` di PSAK ini adalah entitas yang melaksanakan transaksi syariah sebagai kegiatan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang dinyatakan dalam anggaran dasarnya. Pernyataan ini bukan merupakan pengaturan penyajian laporan keuangan sesuai permintaan khusus (statutory) seperti pemerintah, lembaga pengawas independen, bank sentral, dan sebagainya.
komponen laporan keuangan entitas syariah yang lengkap : neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, laporan sumber dana penggunaan dana zakat, laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan, dan catatan atas laporan keuangan. 
Lembaga keuanagan harus menyajikan komponen laporan keuangan tambahan yang menjelaskan karakteristik utama entitas tersebut jika substansi informasinya belum tercakup dalam komponen laporan keuangan diatas. 

3.      PSAK 102 Akuntansi Murabahah 
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan Transaksi murabahah : 
Ruang lingkup pernyataan ini diterapkan untuk lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah yang melakukan transaksi murabahah baik sebagai penjual maupun pembeli; dan pihak-pihak yang melakukan transaksi murabahah dengan lembaga keuangan syariah atau koperasi syariah. 
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli. 
Lembaga keuangan syariah yang dimaksud, antara lain, adalah: 
perbankan syariah sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti lembaga keuangan syariah nonbank seperti asuransi, lembaga pembiayaan, dan dana pensiun; dan lembaga keuangan lain yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menjalankan transaksi murabahah. 
Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad murabahah. 

4.      PSAK 103 Akuntansi Salam 
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi salam. 
Ruang Lingkup Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi salam, baik sebagai penjual atau pembeli. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad salam. 
Salam adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu. 


5.      PSAK 104 Akuntansi Istishna' 
            Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi istishna’. 
Ruang Lingkup Pernyataan ini diterapkan untuk lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah yang melakukan transaksi istishna’, baik sebagai penjual maupun pembeli. 
Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’). 
Berdasarkan akad istishna’, pembeli menugaskan penjual untuk menyediakan barang pesanan (mashnu’) sesuai spesifikasi yang disyaratkan untuk diserahkan kepada pembeli, dengan cara pembayaran di muka atau tangguh. 
Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tiak dapat berubah selama jangka waktu akad. 
a. Akuntansi penjual 
Segmentasi akad jika proposal terpisah untuk setiap asset, dinegosiasikan terpisah untuk setiap aset, dan biaya serta pendapatan tiap asset bisa di identifikasi. 
Penyatuan akad jika dinegosiasika sebagai satu paket, asset berhubungan erat sekali, dan dilakukan serentak (berkesinambungan). 
Pendapatan : metode persentase penyelesaian dan metode akad selesai. 
Pendapatan istishna pembayara tangguh (lebih dari satu tahun) terdiri dari margin keuntungan (jika dihitung secara tunai) dan selisih nilai akad dengan nilai tunai. 
Pengakuan taksiran rugi jika total biaya perolehan melebihi pendapatan. 
b. Akuntansi pembeli 
Beban istishna’ tangguhan : selisih antara harga beli dan biaya perolehan tunai. 
Beban istishna’ tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi pelunasan hutang istishna’ 
Pernyataan ini berlaku efektif untuk laporan keuangan entitas yang mencakup periode laporan yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2008. 
Pernyataan ini menggantikan PSAK No. 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah, yang berhubungan dengan pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi istishna’. 
6.      PSAK 105 Akuntansi Mudharabah 
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi mudharabah. 
Ruang Lingkup Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi mudharabah baik sebagai pemilik dana (shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib). Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad mudharabah. 
Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana. 

7.      PSAK 106 Akuntansi Musyarakah 
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi musyarakah. Ruang Lingkup Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi musyarakah 
Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad musyarakah. 
Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas atau aset nonkas yang diperkenankan oleh syariah. 

8.      PSAK Syariah 107 Akuntansi Ijarah 
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. PSAK ini mengatur untuk obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad ijarah. 
      
Karakteristik Ijarah merupakan sewa-menyewa obyek ijarah tanpa perpindahan risiko dan manfaat yang terkait kepemilikan aset terkait, dengan atau tanpa wa’ad untuk memindahkan kepemilikan dari pemilik (mu’jir) kepada penyewa (musta’jir) pada saat tertentu. 
Pemilik dapat meminta penyewa untuk menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari risiko kerugian. Jumlah, ukuran, dan jenis obyek ijarah harus jelas diketahui dan tercantum dalam akad. 

9.      PSAK Syariah 108 Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah 
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi asuransi syariah. 
Ruang Lingkup dalam ED PSAK Syariah 111, pernyataan ini diterapkan untuk transaksi asuransi syariah yang dilakukan oleh entitas asuransi syariah. Transaksi asuransi syariah yang dimaksud dalam PSAK ini adalah transaksi yang terkait dengan kontribusi peserta, alokasi surplus atau defisit underwriting, penyisihan teknis, dan cadangan dana tabarru’. 
Pernyataan ini bukan merupakan pengaturan penyajian laporan keuangan untuk tujuan khusus (statutory) misalnya untuk regulator asuransi syariah atau lembaga pengawas asuransi syariah. 
Karakteristik asuransi syariah adalah sistem menyeluruh yang pesertanya mendonasikan sebagian atau seluruh kontribusinya yang digunakan untuk membayar klaim atas kerugian akibat musibah pada jiwa, badan, atau benda yang dialami oleh sebagian peserta yang lain. Donasi tersebut merupakan donasi bersyarat yang harus dipertanggungjawabkan oleh entitas asuransi syariah. Peranan entitas asuransi syariah dibatasi hanya mengelola operasi asuransi dan menginvestasikan dana peserta. 
Prinsip dasar dalam asuransi syariah adalah saling tolong menolong (ta’awuni) dan saling menanggung (takafuli) antara sesama peserta asuransi. Akad yang digunakan dalam asuransi syariah adalah akad tabarru’ dan akad tijari. Akad tabarru’ digunakan di antara para peserta, sedangkan akad tijari digunakan antara peserta dengan entitas asuransi syariah. 

10.  PSAK Syariah 109 Akuntansi Zakat dan Infaq/Sedekah 
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi zakat dan infak/sedekah. 
Ruang Lingkup dalam ED PSAK Syariah 109, pernyataan ini berlaku untuk amil yang menerima dan menyalurkan zakat dan infak/sedekah. Amil yang menerima dan menyalurkan zakat dan infak/sedekah, yang selanjutnya disebut “amil”, merupakan organisasi pengelola zakat yang pembentukannya dimaksudkan untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat dan infak/sedekah.



BAB III
PENUTUP

3.      Kesimpulan

Seiring dengan berjalannya waktu, ekonomi syariah pun mulai menjadi salah satu fokus di dalam lembaga keuangan, yang tidak lagi hanya sebagai alternatif atas kekurangan ekonomi konvensional, tetapi sudah menjadi perekonomian solutif dalam memecahkan persoalan ekonomi. Oleh karena itu, keberadaan akuntansi syariah mutlak diperlukan untuk mengimbangi
lajuperkembanganekonomisyariahini.
            Keberadaan PSAK Syariah yang baik akan mendorong terciptanya sistem akuntansi yang baik pula, sehingga akan tersedia informasi yang dapat dipercaya. peran keberadaan PSAK Syariah yang matang, berimbas pada perkembangan Lembaga Keuangan Syariah.
PSAK Syari’ah yang ada saat ini diterapkan sebagai pedoman perbankan syari’ah dalam membuat laporan keuangan dan menentukan tindakan atas berbagai aktifitas yang berkaitan dengan produk & jasa perbankan syari’ah sehingga bisa dilihatsharia compliance nya dan menjadi pertimbangan tersendiri bagi para stakeholders.



Daftar Pustaka








No comments:

Judul Diunggulkan

JURNAL PENELITIAN PEMERIKSAAN AKUNTANSI - PEMERIKSAAN TERHADAP PIUTANG DAGANG

Pemeriksaaan Terhadap Piutang Dagang ( Account Receivable) Pada PT Bintang Baru Terus Jaya Oleh: Riza Marveni 1 Ri z ky Purnom...