MAKALAH
AKUNTANSI SYARIAH
” DSN (DEWAN
SYARIAH NASIONAL-MUI) DAN PSAK AKUNTANSI SYARI’AH”
DISUSUN
OLEH:
RIZKY PURNOMO 301 14 11 097
RUSKI
ALANBARI 301 14 11 098
SANDI
IRAWAN 301 14 11 100
SUGENG
PAMUJI 301 14 11
4
AKUNTASI 4
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
BANGKA BELITUNG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Dengan semakin berkembangnya
lembaga-lembaga keuangan syariah di tanah air akhir-akhir ini dan adanya Dewan Pengawas Syariah pada
setiap Lembaga Keuangan,
dipandang perlu didirikan Dewan
Syariah Nasional yang akan menampung berbagai masalah/kasus yang
memerlukan fatwa agar diperoleh kesamaan dalam penanganannya dari masing-masing
Dewan Pengawas Syariah yang ada di lembaga keuangan syariah.
Pembentukan
Dewan Syariah Nasional merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para ulama
dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi/keuangan.
Dewan Syariah Nasional diharapkan dapat berfungsi untuk mendorong penerapan
ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi.
Jika seorang investor ingin mengambil keputusan bisnis,
maka salah satu pertimbangannya adalah dengan melihat dan menganalisis laporan
keuangan perusahaan. Kenapa laporan keuangan? Laporan keuangan merupakan salah
satu media utama yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengkomunikasikan
informasi keuangannya kepada pihak luar. Laporan ini juga merekam peristiwa
kejadian bisnis dalam bentuk unit moneter. Dengan disediakannya laporan
keuangan maka keadaan ekonomi perusahan (yang dituangkan ke dalam bentuk
angka-angka moneter) tercermin dalam laporan keuangan tersebut. Untuk
menganalisis laporan keuangan perusahaan, tentu saja diperlukan
komponen-komponen laporan keuangan yang lengkap.
Laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi
keuangan mengenai suatu badan usaha yang akan dipergunakan oleh pihak-pihak
yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan di dalam pengambilan
keputusan-keputusan ekonomi. Laporan keuangan bagi pihak manajemen perusahaan
berfungsi sebagai laporan pertanggung jawaban keuangan pada pemilik modal. Bagi
pemilik modal, laporan keuangan berfungsi untuk megevaluasi kinerja manajer
perusahaan selama satu periode. Dengan aadanya laporan keuangan ini, manajer
perusahaan akan bekerja semaksimal mungkin agar kinerjanya dinilai baik.
Oleh karena itu pada kesempatan kali ini penyusun akan membahas mengenai
DSN (Dewan Syariah Nasional-Mui) dan PSAK Akuntansi Syari’ah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.
Sejarah
Pendirian Dewan Syariah Nasional (DSN) – MUI
Dewan Syariah Nasional –
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dibentuk dalam rangka mewujudkan aspirasi
umat Islam mengenai masalah perekonomian dan mendorong penerapan ajaran Islam
dalam bidang perekonomian/keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan tuntunan
syariat Islam. Pembentukan DSN-MUI merupakan langkah efisiensi dan koordinasi
para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah
ekonomi/keuangan. Berbagai masalah/kasus yang memerlukan fatwa akan ditampung
dan dibahas bersama agar diperoleh kesamaan pandangan dalam penanganannya oleh
masing-masing Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ada di lembaga keuangan
syariah.
Untuk mendorong penerapan
ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi dan keuangan, DSN-MUI akan senantiasa dan
berperan secara proaktif dalam menanggapi perkembangan masyarakat Indonesia
yang dinamis dalam bidang ekonomi dan keuangan Mekanisme penyerapan fatwa DSN
sebagai regulasi lembaga keuangan syariah, diatur dalam Pasal 26 UUPS No. 21
Tahun 2008 :
1. Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal
20 dan Pasal 21, dan/atau produk jasa syariah wajib tunduk pada Prinsip
Syariah.
2. Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia.
3. Fatwa sebagaimana dimaksud ayat (2) dituangkan dalam
Peraturan Bank Indonesia.
4. Dalam rangka penyusunan Peraturan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud ayat (2), Bank Indonesia membentuk komite perbankan
syariah.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan,
keanggotaan dan tugas komite perbankan syariah sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Perbedaan yang mendasar
antara bank syariah dengan bank konvensional salah satunya adalah pada struktur
organisasi, di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya
Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktifitas bank agar
selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan
Syariah Nasional (DSN). Sesuai Keputusan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia No: 01 tahun 2000 tentang Pedoman Dasar Dewan Syari’ah Nasional –
Majelis Ulama Indonesia (pd dsn-mui) Dewan Syariah Nasional (DSN) dapat
memberikan teguran kepada institusi keuangan syariah jika suatu institusi
tersebut telah menyimpang dari pedoman yang telah ditetapkan oleh DSN, namun
hal itu dilakukan setelah menerima laporan dari DPS yang berada pada lembaga
keuangan syariah tersebut. Jika institusi keuangan syariah tidak mengindahkan
teguran yang diberikan oleh DSN, maka dapat diusulkan kepada institusi yang
mempunyai kuasa untuk memberikan sanksi, misalnya Bank Indonesia dan Departemen
Keuangan Republik Indonesia. Hukuman yang diberikan bertujuan agar bank syariah
tersebut tidak lagi melakukan berbagai tindakan yang tidak sesuai dengan
syariat Islam. Struktur DPS:
1. DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan
fungsi komisaris sebagai pengawas Direksi.
2. Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan
kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen, dalam kaitan
dengan implementasi sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah
Islam.
3. Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan
berdasarkan sistem pembinaan keislaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya.
4. Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam di lingkungan
perusahaan tersebut.
5. Bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang
dilaksanakan oleh Biro Syariah.
Dewan
Syariah Nasional bertugas:
1.
Menumbuh-kembangkan penerapan
nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada
khususnya.
2.
Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis
kegiatan keuangan.
3.
Mengeluarkan fatwa atas produk dan
jasa keuangan syariah.
4.
Mengawasi penerapan fatwa yang telah
dikeluarkan.
Dewan
Syariah Nasional berwenang:
1. Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah
dimasing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak
terkait.
2. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi
ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti
Departemen Keuangan dan Bank Indonesia.
3. Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi
nama-nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga
keuangan syariah.
4. Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang
diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga
keuangan dalam maupun luar negeri.
5. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk
menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah
Nasional.
6. Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil
tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.
Mekanisme Kerja Dewan Syariah Nasional
Dewan Syariah Nasional mengesahkan rancangan fatwa yang diusulkan oleh Badan Pelaksana Harian DSN. Dewan Syariah Nasional melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam tiga bulan, atau bilamana diperlukan. Setiap tahunnya membuat suatu pernyataan yang dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bahwa lembaga keuangan syariah yang bersangkutan telah/tidak memenuhi segenap ketentuan syariah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.
Badan
Pelaksana Harian
Badan
Pelaksana Harian menerima usulan atau pertanyaan hukum mengenai suatu produk
lembaga keuangan syariah. Usulan ataupun pertanyaan ditujukan kepada
sekretariat Badan Pelaksana Harian. Sekretariat yang dipimpin oleh Sekretaris
paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah menerima usulan /pertanyaan harus
menyampaikan permasalahan kepada Ketua.
Ketua
Badan Pelaksana Harian bersama anggota dan staf ahli selambat-lambatnya 20 hari
kerja harus membuat memorandum khusus yang berisi telaah dan pembahasan
terhadap suatu pertanyaan/usulan. Ketua Badan Pelaksana Harian selanjutnya
membawa hasil pembahasan ke dalam Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional untuk
mendapat pengesahan. Fatwa atau memorandum Dewan Syariah Nasional
ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Dewan Syariah Nasional.
Dewan
Pengawas Syariah
Dewan
Pengawas Syariah melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan
syariah yang berada di bawah pengawasannya. Dewan Pengawas Syariah berkewajiban
mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syraiah kepada pimpinan
lembaga yang bersangkutan dan kepada Dewan Syariah Nasional.
Dewan
Pengawas Syariah melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga
keuangan syariah yang diawasinya kepada Dewan Syariah Nasional sekurang-kurangnya
dua kali dalam satu tahun anggaran. Dewan Pengawas Syariah merumuskan
permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan Dewan Syariah Nasional.
Pembiayaan
DSN
Dewan
Syariah Nasional memperoleh dana operasional dari bantuan Pemerintah (Depkeu),
Bank Indonesia, dan sumbangan masyarakat. Dewan Syariah Nasional menerima dana
iuran bulanan dari setiap lembaga keuangan syariah yang ada. Dewan Syariah
Nasional mempertanggung-jawabkan keuangan/sumbangan tersebut kepada Majelis
Ulama Indonesia (MUI).
Hubungan Antara DSN MUI, BI, DPS, dan Lembaga Akuntansi
Dewan syariah nasional termasuk dalam lingkupan MUI. DSN merupakan bagian dari Majelis Ulama
Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai
syariah. DSN merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas
menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah. DPS mengawasi kegiatan usaha
lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang
telah difatwakan oleh DSN.
Hubungan Antara BI, MUI, DSN, DPS dan Bank Syariah Dewan
gurbenur BI melakukan pengawasan berkaitan administrasi dan keuangan pada biro
perbankan. Biro perbankan syariah ini di bawahi oleh Dewan Syariah Nasional
yang telah di back up dengan majelis ulama indonesia. fungsi komisaris adalah
pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan
kepada manajemen, dalam kaitan dengan implementasi sistem dan produk-produk
agar tetap sesuai dengan syariah Islam.
Urgensi DSN-MUI Dan Keberadaan DPS Di Bank Islam DPS Dan
Interaksi Dengan DSN-MUI
Bank islam harus menjadikan syariat Islam sebagai landasan
kegiatan operasional perbankan islam. Bank islam wajib untuk tunduk atau patuh
terhadap semua ketentuan syariat islam yang terkait muamalah. Oleh karena itu,
diperlukan adanya satu komponen tambahan dalam tata kelola bank yang berfungsi
memastikan bahwaa setiap aktifitas bank islam, terutama aktivitas keuangan,
telah menjalankan syariat secara keseluruhan dan konsisten.
Menurut UU No.21 2008 tentang Perbankan Syariah, setiap bank
islam di indonesia, bank umum syariah maupun unit usaha syariah, wajib
membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang secara umum bertugas untuk
memberikan nasihat serta saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank
agar tidak melenceng dari prinsip syariah. Dan ini lah salah satu pembeda
antara Bank Islam dengan Bank Konvensional.
Pengertian PSAK
Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan pedoman dalam melakukan praktek
akuntansi dimana uraian materi di dalamnya mencakup hampir semua aspek yang berkaitan
dengan akuntansi, yang dalam penyusunannya melibatkan sekumpulan orang dengan
kemampuan dalam bidang akuntansi yang tergabung dalam suatu lembaga yang
dinamakan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Dengan kata lain, Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) adalah buku petunjuk bagi pelaku akuntansi
yang berisi pedoman tentang segala hal yang ada hubungannya dengan akuntansi.
Adanya
perubahan lingkungan global yang semakin menyatukan hampir seluruh negara di
dunia dalam komunitas tunggal, yang dijembatani perkembangan teknologi
komunikasi dan informasi yang semakin murah, menuntut adanya transparansi di
segala bidang. Standar akuntansi keuangan yang berkualitas merupakan salah satu
prasarana penting untuk mewujudkan transparasi tersebut. Standar akuntansi
keuangan dapat diibaratkan sebagai sebuah cermin, di mana cermin yang baik akan
mampu menggambarkan kondisi praktis bisnis yang sebenarnya. Oleh karena itu,
pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik, sangat relevan dan mutlak
diperlukan pada masa sekarang ini.
Salah satunya
yaitu adalah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang merupakan organisasi profesi
akuntan yang juga merupakan badan yang menyusun standar akuntansi di Indonesia.
Organisasi profesi ini terus berusaha menanggapi perkembangan akuntansi
keuangan yang terjadi baik tingkat nasional, regional maupun global, khususnya
yang mempengaruhi dunia usaha dan profesi akuntansi sendiri. Perkembangan
akuntansi keuangan sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini
perkembangan standar akuntansi ini dilakukan secara terus menerus, pada tahun
1973 terbentuk Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur GAAP dan GAAS.
Kemudian pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (Komite
PAI) yang bertugas menyusun standar keuangan. Komite PAI telah bertugas selama
empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan
personel yang selalu diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI
tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan
(Komite SAK), kemudian pada kongres VIII, tanggal 23-24 September 1998 di
Jakarta, Komite SAK diubah menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan untuk masa
bakti 1998-2000 dan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK.
Sejarah
Perkembangan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia
PSAK
yang berkualitas merupakan salah satu pedoman pokok untuk menyusun dan
menyajikan laporan keuangan bagi perusahaan. Dengan adanya standar akuntansi
yang baik, maka laporan keuangan dapat menjadi lebih berguna dan menciptakan
transparasi bagi perusahaan. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai wadah
profesi akuntansi di Indonesia, senantiasa berusaha untuk tanggap terhadap
perkembangan yang terjadi, baik dalam lingkup nasional, regional, maupun
global, khususnya dalam hal yang mempengaruhi dunia usaha dan profesi
akuntansi. Hal ini dapat dilihat dari dinamika kegiatan pengembangan standar
akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini. Setidaknya,
terdapat tiga tonggak sejarah yang pernah dicapai sebelumnya dalam pengembangan
Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia:
1. Pada periode 1973-1984, Ikatan
Akuntansi Indonesia (IAI) telah membentuk Komite prinsip Akuntansi Indonesia
untuk menetapkan standar-standar akuntansi, yang kemudian dikenal dengan
Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).
2. Pada periode 1984-1994, komite PAI
melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian menerbitkan Prinsip
Akuntansi Indonesia 1984 (PAI 1984). Menjelang akhir 1994, Komite standar
akuntansi memulai suatu revisi besar atas prinsip-prinsip akuntansi Indonesia
dengan mengumumkan pernyataan-pernyataan standar akuntansi tambahan dan
menerbitkan interpretasi atas standar tersebut. Revisi tersebut menghasilkan 35
pernyataan standar akuntansi keuangan, yang sebagian besar harmonis dengan IAS
yang dikeluarkan oleh IASB.
3. Pada periode 1994-2004, ada perubahan
Kiblat dari US GAAP ke IFRS, hal ini ditunjukkan Sejak tahun 1994, telah
menjadi kebijakan dari Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk
menggunakan International Accounting Standards sebagai dasar
untuk membangun standar akuntansi keuangan Indonesia. Dan pada tahun 1995, IAI
melakukan revisi besar untuk menerapkan standar-standar akuntansi baru, yang
kebanyakan konsisten dengan IAS. Beberapa standar diadopsi dari US GAAP dan
lainnya dibuat sendiri.
4. Pada periode 2006-2008, merupakan
konvergensi IFRS Tahap 1, Sejak tahun 1995 sampai tahun 2010, buku Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa
penyempurnaan maupun penambahan standar baru. Proses revisi dilakukan sebanyak
enam kali yakni pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1
Oktober 2004, 1 Juni 2006, 1 September 2007, dan versi 1 Juli 2009. Pada tahun
2006 dalam kongres IAI (Cek Lagi nanti) X di Jakarta ditetapkan bahwa
konvergensi penuh IFRS akan diselesaikan pada tahun 2008. Target ketika itu
adalah taat penuh dengan semua standar IFRS pada tahun 2008. Namun dalam
perjalanannya ternyata tidak mudah. Sampai akhir tahun 2008 jumlah IFRS yang
diadopsi baru mencapai 10 standar IFRS dari total 33 standar.
Perbedaan
PSAK dan GAAP
PSAK atau Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan adalah standar yang digunakan untuk pelaporan keuangan
di Indonesia. Sedangkan
US
GAAP atau Generally
Accepted Accounting Principles adalah kumpulan konsep, standar,
prosedur, metode, konvensi, kebiasaan dan praktik yang dipilih dan dianggap
berterima umum di Amerika.
FASB atau Financial
Accounting Standard Board (FASB) berdiri tahun 1973 menggantikan American
Principles Board (APB) sebuah lembaga swasta yang bertanggung
jawab untuk pembentukan standarakuntansi di Amerika Serikat.
Produk FASB adalah Publikasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(Statements of Financial Accounting Standards).
IASB
atau International Accounting Standards Board adalah
menerbitkan standar akuntansi yang baru secara internasional dengan
meperhatikan masukan dari SAC (Standard Advissory Committee).
Hasilnya adalah IFRS.
IFRS
atau International Financial Reporting Standards adalah
standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB)
Badan-Badan yang Mengurus PSAK
PSAK dibentuk oleh IAI. IAI atau Ikatan Akuntan Indonesia adalah asosiasi profesi yang menaungi seluruh Akuntan Indonesia
yang didirikan pada tanggal 23 Desember 1957 di Jakarta. Inilah asosiasi yang
merumuskan PSAK yang menjadi pedoman seluruh entitas bisnis dan pemerintah di
Indonesia.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) merupakan organisasi profesi akuntan yang
juga merupakan badan yang menyusun standar akuntansi di Indonesia. Organisasi
profesi ini terus berusaha menanggapi perkembangan akuntansi keuangan yang
terjadi baik tingkat nasional, regional maupun global, khususnya yang
mempengaruhi dunia usaha dan profesi akuntansi sendiri.
PSAK 59
Terhitung Sejak 1992-2002 atau 10 tahun
lembaga keuangan baik bank syariah maupun entitas syariah yang lain tidak
memiliki PSAK khusus yang mengatur transaksi dan kegiatan berbasis syariah. PSAK 59 sebagai produk pertama Dewan Standar
Akuntansi Keuangan (DSAK) – Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) untuk
entitas syariah dan merupakan awal dari pengakuan dan eksistensi keberadaan
akuntansi syariah di Indonesia. PSAK 59 Akuntansi Perbankan Syariah dan kerangka dasar penyusunan
laporan keuangan Bank Syariah ini disahkan tanggal 1 Mei 2002 dan yang resmi
berlaku mulai 1 Januari 2003. Adapun Kronologis Penyusunan PSAK Perbankan Syariah di jelaskan oleh yanto (2003) sebagai berikut:
- 1. Januari – Juli 1999,
masyarakat mulai memberi usulan mengenai standar akuntansi untuk bank
syariah.
- 2. Juli
1999, usulan masuk agenda dewan konsultan SAK.
- 3. Agustus 1999,
dibentuk tim penyusunan pernyataan SAK bank syariah.
- 4. Desember
2000, Tim penyusunan menyelesaikan konsep exposure draf.
- 5. 1 Juli
2001, exposure draft disahkan mengenai kerangka dasar penyusunan dan
penyajian laporan keuangan bank syariah dan PSAK Akuntansi Perbankan
Syariah.
- 6. 1 Mie 2002,
pengesahan kerangka dasar penyusunan dan penyusunan dan pengajian laporan
keuangan Bank Syariah dan PSAK Akuntansi Perbankan Syariah.
- 7. 1 Januari 2003,
mulai berlaku krangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan bank
syariah dan PSAK Akuntansi Syariah.[1]
PSAK 59 dikhususkan untuk kegiatan transaksi
syariah hanya di sektor perbankan syariah, ini sangat ironis karena ketika itu
sudah mulai menjamur entitas syariah selain dari perbankan syariah, seperti
asuransi syariah, pegadaian syariah, koperasi syariah. Maka seiring tuntutan
akan kebutuhan akuntansi untuk entitas syariah yang lain makaKomite
Akuntansi Syariah Dewan Standar Akuntasi Keuangan (KAS DSAK)menerbitkan
enam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) bagi seluruhlembaga
keuangan syariah (LKS) yang disahkan tanggal 27 Juni 2007 dan berlaku
mulai tanggal 1 Januari 2008 atau pembukuan tahun yang berakhir tahun
2008.
Ke- enam PSAK itu adalah:
- 1. PSAK
No
101
: Penyajian laporan keuangan syariah.
- 2. PSAK
No
102
: Aakuntansi Murabahah (Jual beli),
- 3. PSAK
No 103
: Akuntansi Salam.
- 4. PSAK
No 104
:
Akuntansi Isthisn.
- 5. PSAK
No 105
:
Akuntansi Mudarabah (Bagi hasil).
- 6. PSAK
No 106
:Akuntansi Musyarakah (Kemitraan).
Keenam PSAK merupakan standar akuntansi
yang mengatur seluruh transaksi keuangan syariah dari berbagai LKS. Dalam
penyusunaan keenam PSAK, KAS DSAK mendasarkan pada Pernyataan Akuntansi
Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) Bank Indonesia. Selain itu, penyusunan
keenam PSAK juga mendasarkan pada sejumlah fatwa akad keuangan syariah yang
diterbitkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI).
2. PSAK 101: Penyajian Laporan
Keuangan Syariah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur
penyajian dan pengungkapan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose
financial statements) untuk entitas syariah, yang selanjutnya disebut “laporan
keuangan”, agar dapat dibandingkan baik dengan laporan keuangan entitas syariah
periode sebelumnya maupun dengan laporan keuangan entitas syariah lain.
Pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi dan peristiwa
tertentu diatur dalam PSAK terkait.
Ruang Lingkup Pernyataan ini diterapkan
dalam penyajian laporan keuangan entitas syariah untuk tujuan umum yang disusun
dan disajikan sesuai dengan PSAK. Entitas syariah yang dimaksud` di PSAK ini
adalah entitas yang melaksanakan transaksi syariah sebagai kegiatan usaha
berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang dinyatakan dalam anggaran
dasarnya. Pernyataan ini bukan merupakan pengaturan penyajian laporan
keuangan sesuai permintaan khusus (statutory) seperti pemerintah, lembaga
pengawas independen, bank sentral, dan sebagainya.
komponen laporan keuangan entitas
syariah yang lengkap : neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas,
laporan perubahan ekuitas, laporan sumber dana penggunaan dana zakat, laporan
sumber dan penggunaan dana kebajikan, dan catatan atas laporan keuangan.
Lembaga keuanagan harus menyajikan komponen laporan
keuangan tambahan yang menjelaskan karakteristik utama entitas tersebut jika
substansi informasinya belum tercakup dalam komponen laporan keuangan
diatas.
3. PSAK 102 Akuntansi
Murabahah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan Transaksi murabahah :
Ruang lingkup pernyataan ini diterapkan untuk lembaga
keuangan syariah dan koperasi syariah yang melakukan transaksi murabahah baik
sebagai penjual maupun pembeli; dan pihak-pihak yang melakukan transaksi
murabahah dengan lembaga keuangan syariah atau koperasi syariah.
Murabahah adalah akad jual beli barang
dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati
dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada
pembeli.
Lembaga keuangan syariah yang dimaksud,
antara lain, adalah:
perbankan syariah sebagaimana yang dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti lembaga keuangan syariah
nonbank seperti asuransi, lembaga pembiayaan, dan dana pensiun; dan lembaga
keuangan lain yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku
untuk menjalankan transaksi murabahah.
Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan
akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad murabahah.
4. PSAK 103 Akuntansi Salam
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur
pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi salam.
Ruang Lingkup Pernyataan ini diterapkan
untuk entitas yang melakukan transaksi salam, baik sebagai penjual atau
pembeli. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas
obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad salam.
Salam adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih)
dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan
pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan
syarat-syarat tertentu.
5. PSAK 104 Akuntansi Istishna'
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan
pengungkapan transaksi istishna’.
Ruang Lingkup Pernyataan ini diterapkan untuk lembaga
keuangan syariah dan koperasi syariah yang melakukan transaksi istishna’, baik
sebagai penjual maupun pembeli.
Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat,
shani’).
Berdasarkan akad istishna’, pembeli
menugaskan penjual untuk menyediakan barang pesanan (mashnu’) sesuai
spesifikasi yang disyaratkan untuk diserahkan kepada pembeli, dengan cara
pembayaran di muka atau tangguh.
Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh
pembeli dan penjual di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tiak dapat
berubah selama jangka waktu akad.
a. Akuntansi
penjual
Segmentasi akad jika proposal terpisah
untuk setiap asset, dinegosiasikan terpisah untuk setiap aset, dan biaya serta
pendapatan tiap asset bisa di identifikasi.
Penyatuan akad jika dinegosiasika sebagai satu paket,
asset berhubungan erat sekali, dan dilakukan serentak (berkesinambungan).
Pendapatan : metode persentase penyelesaian dan metode
akad selesai.
Pendapatan istishna pembayara tangguh (lebih dari satu
tahun) terdiri dari margin keuntungan (jika dihitung secara tunai) dan selisih
nilai akad dengan nilai tunai.
Pengakuan taksiran rugi jika total biaya perolehan
melebihi pendapatan.
b. Akuntansi
pembeli
Beban istishna’ tangguhan : selisih
antara harga beli dan biaya perolehan tunai.
Beban istishna’ tangguhan diamortisasi secara proporsional
sesuai dengan porsi pelunasan hutang istishna’
Pernyataan ini berlaku efektif untuk
laporan keuangan entitas yang mencakup periode laporan yang dimulai pada atau
setelah tanggal 1 Januari 2008.
Pernyataan ini menggantikan PSAK No. 59 tentang Akuntansi
Perbankan Syariah, yang berhubungan dengan pengakuan, pengukuran, penyajian,
dan pengungkapan transaksi istishna’.
6. PSAK 105 Akuntansi
Mudharabah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur
pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi mudharabah.
Ruang Lingkup Pernyataan ini diterapkan
untuk entitas yang melakukan transaksi mudharabah baik sebagai pemilik dana
(shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib). Pernyataan ini tidak mencakup
pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan
akad mudharabah.
Mudharabah adalah akad kerja sama usaha
antara dua pihak di mana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana,
sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan
keuntungan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian
finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.
7. PSAK 106 Akuntansi
Musyarakah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur
pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi musyarakah. Ruang
Lingkup Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi
musyarakah
Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan
akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad musyarakah.
Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan
kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut
meliputi kas atau aset nonkas yang diperkenankan oleh syariah.
8. PSAK Syariah 107 Akuntansi
Ijarah
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna
(manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah)
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. PSAK ini mengatur
untuk obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad ijarah.
Karakteristik Ijarah merupakan
sewa-menyewa obyek ijarah tanpa perpindahan risiko dan manfaat yang terkait kepemilikan
aset terkait, dengan atau tanpa wa’ad untuk memindahkan kepemilikan dari
pemilik (mu’jir) kepada penyewa (musta’jir) pada saat tertentu.
Pemilik dapat meminta penyewa untuk
menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari risiko kerugian. Jumlah,
ukuran, dan jenis obyek ijarah harus jelas diketahui dan tercantum dalam
akad.
9. PSAK Syariah 108 Akuntansi
Transaksi Asuransi Syariah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur
pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi asuransi
syariah.
Ruang Lingkup dalam ED PSAK Syariah 111,
pernyataan ini diterapkan untuk transaksi asuransi syariah yang dilakukan oleh
entitas asuransi syariah. Transaksi asuransi syariah yang dimaksud dalam PSAK
ini adalah transaksi yang terkait dengan kontribusi peserta, alokasi surplus
atau defisit underwriting, penyisihan teknis, dan cadangan dana tabarru’.
Pernyataan ini bukan merupakan
pengaturan penyajian laporan keuangan untuk tujuan khusus (statutory) misalnya
untuk regulator asuransi syariah atau lembaga pengawas asuransi syariah.
Karakteristik asuransi syariah adalah
sistem menyeluruh yang pesertanya mendonasikan sebagian atau seluruh
kontribusinya yang digunakan untuk membayar klaim atas kerugian akibat musibah
pada jiwa, badan, atau benda yang dialami oleh sebagian peserta yang lain.
Donasi tersebut merupakan donasi bersyarat yang harus dipertanggungjawabkan
oleh entitas asuransi syariah. Peranan entitas asuransi syariah dibatasi hanya
mengelola operasi asuransi dan menginvestasikan dana peserta.
Prinsip dasar dalam asuransi syariah
adalah saling tolong menolong (ta’awuni) dan saling menanggung (takafuli)
antara sesama peserta asuransi. Akad yang digunakan dalam asuransi syariah
adalah akad tabarru’ dan akad tijari. Akad tabarru’ digunakan di antara para
peserta, sedangkan akad tijari digunakan antara peserta dengan entitas asuransi
syariah.
10. PSAK Syariah 109 Akuntansi Zakat dan Infaq/Sedekah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur
pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi zakat dan
infak/sedekah.
Ruang Lingkup dalam ED PSAK Syariah 109,
pernyataan ini berlaku untuk amil yang menerima dan menyalurkan zakat dan
infak/sedekah. Amil yang menerima dan menyalurkan zakat dan infak/sedekah, yang
selanjutnya disebut “amil”, merupakan organisasi pengelola zakat yang
pembentukannya dimaksudkan untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat dan
infak/sedekah.
BAB III
PENUTUP
3.
Kesimpulan
Seiring dengan berjalannya waktu, ekonomi syariah pun mulai menjadi salah
satu fokus di dalam lembaga keuangan, yang tidak lagi hanya sebagai alternatif
atas kekurangan ekonomi konvensional, tetapi sudah menjadi perekonomian solutif
dalam memecahkan persoalan
ekonomi. Oleh karena itu, keberadaan akuntansi syariah mutlak diperlukan untuk
mengimbangi
lajuperkembanganekonomisyariahini.
Keberadaan PSAK Syariah yang baik akan mendorong terciptanya sistem akuntansi yang baik pula, sehingga akan tersedia informasi yang dapat dipercaya. peran keberadaan PSAK Syariah yang matang, berimbas pada perkembangan Lembaga Keuangan Syariah.
Keberadaan PSAK Syariah yang baik akan mendorong terciptanya sistem akuntansi yang baik pula, sehingga akan tersedia informasi yang dapat dipercaya. peran keberadaan PSAK Syariah yang matang, berimbas pada perkembangan Lembaga Keuangan Syariah.
PSAK Syari’ah yang ada saat ini diterapkan sebagai
pedoman perbankan syari’ah dalam membuat laporan keuangan dan menentukan
tindakan atas berbagai aktifitas yang berkaitan dengan produk & jasa
perbankan syari’ah sehingga bisa dilihatsharia compliance nya dan
menjadi pertimbangan tersendiri bagi para stakeholders.
Daftar
Pustaka
- Rifqi Muhammad, Akuntansi Keuangan Syariah,
Konsep dan implementasi PSAK Syariah,
Yogyakarta: P3EI Press, 2008
- http://gudangilmusyariah.blogspot.com/2014/09/akuntansai-perbankan-syariah-psak-59.html
- http://bukandidikbiasa.blogspot.com/2012/12/apa-itu-psak-ini-dia-jawabannya.html
- http://belajarilmukomputerdaninternet.blogspot.com/2013/06/sejarah-standar-akuntansi-syariah-dan.html
No comments:
Post a Comment