MAKALAH PERPAJAKAN
PAJAK PENGHASILAN UMUM
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
1.
RIZA
MARVENI :301 14 11
096
2.
TARI
NOFIANTI :301 14 11
111
3.
SANDI
IRAWAN :301 14 11
113
KELAS:4 AKUNTASI 4
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BANGKA
BELITUNG
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah mamberikan rahmat dan
hidayah-Nya,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini pada mata kuliah Perpajakan di Universitas Bangka Belitung.
Tak lupa sholawat
serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW,
yang telah mengarahkan kepada kita satu-satunya agama yang diridhoi Allah SWT,
yakni agama Islam.Alhamdulillah
penulisan makalah ini bisa diselesaikan, walaupun kemungkinan dalam penyusunan
makalah ini masih banyak kekurangan-kekuragan baik dalam penggunaan bahasa
maupun pengambilan data-data yang bisa dibilang kurang komplit dan detail.
Mengingat keterbatasan kami yang masih
belum bisa maksimal dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan. Dengan membahas Sub BAB mengenai “PENGHASILAN UMUM”
kami berharap semoga makalah yang singkat ini dapat bermanfaat bagi kami maupun
orang yang membacanya.
Akhir kata kami
menyadari bahwasanya bila segala urusan telah selesai maka akan tampak
kekurangannya. Oleh karena itu kritik dan saran selalu kami tunggu demi
peningkatan kualitas dan mutu dari makalah yang kami susun ini. Dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat.
Balunijuk,
Februari 2016
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.PENDAHULUAN
Undang-undang No. 7 tahun tentang
Pajak Penghasilan (PPh) berlaku sejak 1 Januari 1984. Undang-undang ini telah
beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali diubah dengan undang-undang
nomor 36 tahun 2008.
Undang-undang Pajak Penghasilan
(PPh) mengatur pengenaan pajak atas penghasilan (laba) yang diterima atau
diperoleh orang pribadi atau badan .
Undang-undang PPh mengatur subjek
pajak , objek pajak , serta cara menghitung dan cara meluasi pajak yang
terutang. Undang-undang PPh juga lebih memberikan fasilitas kemudahan dn
keringanan bagi wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.
Undang-undang PPh menganut asas
materiil, artinya penentuan mengenai pajak yang terutang tidak tergantung
kepada surat ketetapan pajak.
1.2.RUMUSAN
MASALAH :
1.
Definisi.
2.
Dasar Hukum.
3.
Subjek Pajak dan wajib Pajak.
4.
Kewajiban Pajak Subjektif
5.
Tidak termasuk Subjek Pajak.
6.
Objek pajak.
7.
Tidak termasuk objek pajak.
8.
Dasar pengenaan Pajak dan cara
menghitung penghasilan kena pajak.
9.
Penghasilan tidak kena pajak.
10. Tarif pajak.
11. Cara
menghitung pajak.
12. Pemotongan
atau pemungutan pajak penghasilan
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK
Pajak penghasilan dikenakan terhadap
Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun
pajak. Yang menjadi subjek pajak adalah :
1. a)
Orang pribadi,
b) Warisan yang belum terbagi sebagai
suatu kesatuan menggantikan yang berhak,
2. Badan, terdiri atas
PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya.
3. Bentuk
Usaha Tetap (BUT).
Subjek pajak dapat dibedakan menjadi
:
1. Subjek
Pajak dalam negeri yang terdiri dari :
a.
Subjek pajak orang pribadi, yaitu :
·
Orang pribadi yang bertempat tinggal
atau berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
(tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau
·
Orang pribadi yang dalam suatu tahun
pajak berada di Indonesia dan mempunyai nilai bertempat tinggal di Indonesia.
b.
Subjek pajak badan, yaitu :
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia,kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kria:
·
Pembentukannya berdasarkan ketetuan
peraturan perundang-undang
·
Pembiayaannya bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
·
Penerimaannya dimasukan dalam
Anggaran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
·
Pembukuannya diperiksa oleh aparat
pengawasan fungsional negara.
c.
Subjek pajak warisan, yaitu :
Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak.
2.
Subjek pajak luar negeri yang terdiri dari :
a. Subjek
Pajak orang pribadi, yaitu :
Orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan yang :
1.
Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.
2.
Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indoneisa bukan dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.
b. Subjek
Pajak badan, yaitu :
1.
Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.
2.
Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.
Subjek pajak
orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau
memperoleh penghasilan. Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi sekaligus
menjadi wajib pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang
bersumber dari Indonesia atau yang melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Dengan kata lain, wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang yang telah
memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.
Perbedaan
wajib pajak dalam dalam negeri dan wajib pajak luar negeri, antara lain adalah
:
Wajib Pajak dalam negeri
|
Wajib Pajak luar negeri
|
Dikenakan pajak atas penghasilan
baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar indonesia.
Dikenakan pajak berdasarkan
penghasilan netto.
Tarif pajak yang digunakan adalah
tarif umum (tariff UU PPh pasal 17)
Wajib menyampaikan SPT
|
Dikenakan pajak hanya atas
penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia
Dikenakan pajak berdasarkan
penghasilan bruto
Tarif pajak yang digunakan adalah
tarif sepadan (tarif UU PPh pasal 26)
Tidak wajib menyampaikan SPT.
|
2.2.KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF.
Untuk lebih
memperjelas pengertian, kapan mulai dan berakhirnya sebagai subjek pajak dalam
negeri maupun subjek pajak luar negeri, berikut ini diberikan tabel mulai dan
berakhirnya pajak subjektif.
MULAI
|
BERAKHIR
|
Subjektif pajak dalam negeri orang
pribadi:
Saat dilahirkan
Saat berada di indonesia atau
bertempat tinggal di indonesia
Subjektif pajak dalam negeri
badan:
Saat didirikan atau bertempat
kedudukan di indonesia
|
Subjektif pajak dalam negeri orang
pribadi:
Saat meninggal
Saat meninggalkan indonesia untuk
selama-lamanya
Subjektif pajak dalam negeri
badan:
Saat dibubarkan atau tidak
bertempat kedudukan di indonesia
|
Subjek pajak luar negeri
melalui BUT:
Saat menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT di indonesia
|
Subjek pajak luar negeri
melalui BUT:
Saat tidak lagi menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui BUT di indonesia
|
Subjek pajak luar negeri tidak
melalui BUT:
Saat
menerima atau memperoleh penghasilan dari indonesia
|
Subjek pajak luar negeri tidak
melalui BUT:
Saat tidak lagi menerima atau
memperoleh penghasilan dari indonesia
|
Warisan belum terbagi:
Saat
timbulnya warisan yang belum terbagi.
|
Warisan belum terbagi:
Saat warisan telah selesai
dibagikan
|
2.3.TIDAK
TERMASUK SUBJEK PAJAK.
Yang tidak
termasuk subjek pajak adalah :
1) Kantor
perwakilan Negara asing
2)
Pejabat perwakilan diplomatik dan
konsulat atau pejabat lain dari Negara asing, dan orang-orang yang
diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal
bersama-sama mereka, dengan syarat :
·
Bukan warga Negara Indonesia dan di
Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di
Indonesia.
·
Negara yang
bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3)
Organisasi internasional sebagai
mana dimaksud dalam keputusan Menteri Keuangan Nomor 574/KMK.04/2000 tanggal 26
Desember 2000 sebagai mana telah diubah terakhir dengan keputusan Menteri
Keuangan nomor 243/KMK.03/2003 tanggal 4 Juni 2003, dengan syarat:
·
Indonesia menjadi anggota organisasi
tersebut.
·
Tidak menjalankan usaha atau
kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian
pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
4)
Pejabat perwakilan organisasi
internasional, sebagai mana dimaksud dalam keputusan Menteri Keuangan 574/KMK.04/2000
tanggal 26 Desember 2000 sebagai mana telah diubah terakhir dengan keputusan
Menteri Keuangan nomor 243/KMK.03/2003 tanggal 4 Juni 2003, dengan syarat:
·
Bukan warga Negara Indonesai.
·
Tidak menjalankan usaha, kegiatan,
atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
2.4. OBJEK PAJAK .
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
utnuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apa pun.
Yang termasuk dalam pengertian penghasilan adalah :
1. Pergantian
atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, grafikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam
Undang-undang ini;
2. Hadiah dari
undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3. Laba usaha;
4. Keuntungan
karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
a) Keuntungan
karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b)
Keuntungan yang diperoleh perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu, atau anggota.
c)
Keuntungan karena likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pegambil alihan usaha.
d)
Keuntungan karena pengalihan harta berupa
hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali, yang diberikan kepada keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial,atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
5.
Penerimaan kembali pembayaran pajak
yang telah dibebankan sebagai biaya.
6.
Bunga termasuk premium, diskonto,
dan imbalan karena jaminan penegmbalian utang;
7.
Dividen, dengan nama dan dalam
bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis,
dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
8.
Royalti atau imbalan atas penggunaan
hak.
9. Sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10.
Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11. Keuntungan karena pembebasan
utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah;
12.
Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13.
Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14.
Premi asuransi;
15. Iuran yang diterima atau
diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16.
Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
Penghasilan
tersebut dapat dikelompokan menjadi:
1. Penghasilan dari
pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti gaji, honorarium,
penghasilan dari praktik dokter, notaries, aktuaris, akuntan, pengacara, dan
sebagainya.
2.
Penghasilan dari usaha atau
kegiatan.
3.
Penghasilan dari modal atau
penggunaan harta, seperti sewa, bunga, dividen, royalti, keuntungan dari
penjualan harta yang tidak digunakan, dan sebagainya.
4. Penghasilan
lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam salah
satu dari tiga kelompok penghasilan di atas, seperti:
a) Keuntungan
karena pembebanan utang.
b) Keuntungan
karena selisih kurs mata uang asing.
c) Selisih
lebih karena penilaian kembali aktiva.
d) Hadiah
undian.
Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi Objek
Pajak adalah penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia. Sedangkan bagi Wajib Pajak Luar Negeri, yang menjadi Objek Pajak
hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.
2.5.TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK.
1.
a. Bantuan sumbangan, termasuk zakat
yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial,atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
2.
Warisan
3.
Harta termasuk setoran tunai yang
diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
4.
Penggantian atau imbalan sehubungan
dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan
atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah
5.
Pembayaran dari perusahaan asuransi
kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa
6.
Dividen atau pembagian laba yang
diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri,
koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
• Dividen berasal dari cadangan laba
yang ditahan.
• Bagi
perseoan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen paling rendah 25% dari
jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham
tersebut.
7. Iuran yang
diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh keuangan,baik yang dibayar oleh pemberi
kerja maupun pegawai.
8.
Penghasilan dari modal yang
ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada angka 7, dalam
bidang-bidang tertentu yang ditetapkan oleh menteri keuangan.
9.
Bagian laba yang diterima atau
diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.
10. Bunga
obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5(lima) tahun
pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha tersebut.
11. Penghasilan
yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari
badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di
Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
a. Merupakan
perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor
usaha yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan, dan,
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di
Bursa Efek Indonesia.
12. Beasiswa
yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
13. Sisa lebih
yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam
bidang pendidikan dan/atau bidang penilitian dan pengembangan ,yang telah
terdaftar pada instansi yang membandingkan yang ditanamkan kembali dalam bentuk
sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan
,dalam jangka waktu paling lama 4( empat ) tahun sejak diperolehnya sisa lebih
tersebut,yang ketentuannya lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan
Menteri Keuangan ;
14. Bantuan atau
santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada wajib
Pajak tertentu,yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
PENCATATAN DAN PEMBUKUAN.
Yang diwajibkan
menyelenggarakan pembukuan adalah :
1. Wajib pajak
badan
2. Wajib pajak
orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan
peredaran bruto sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) atau lebih
dalam 1 tahun.
Dikecualikan dari kewajiban
menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan adalah:
1.
Wajib pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan
netto dengan menggunakan Norma Perhitungan Netto (peredaran usaha kurang dari
Rp. 600.000.000 dalam 1 tahun),
2.
Wajib
pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
2.6.DASAR PENGENAAN PAJAK DAN CARA MENGHITUNG
PENGHASILAN KENA PAJAK.
Dasar pengenaan Pajak
Untuk wajib pajak dalam negeri dan untuk usaha tetap (
BUT ) yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah penghasilan kena pajak.
Sedangkan untuk wajib pajak luar negeri adalah penghasilan bruto.
Besarnya penghasilan kena pajak untuk wajib pajak
badan dihitung sebesar penghasilan netto. Sedangkan untuk wajib pajak orang
pribadi dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi dengan Penghasilan Tidak
Kena Pajak. Secara singkat dapat dirumuskan sebagai berikut :
Penghasilan kena pajak (WP badan )
= Penghasilan netto
|
Penghasilan kena pajak (WP orang pribadi ) = Penghasilan
netto- PTKP
|
Cara
menghitung penghasilan kena pajak
Penghitungan besarnya penghasilan netto bagi wajib pajak didalam negeri dan badan
usaha tetap dapat dilakukan dengan dua cara:
1.
Menggunakan pembukuan
2.
Menggunakan norma penghitungan penghasilan netto
2.7.MENGHITUNG
PENGHASILAN KENA PAJAK DENGAN MENGGUNAKAN PEMBUKUAN .
Untuk wajib pajak badan besarnya penghasilan kena
pajak sama dengan penghasilan netto, yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan
biaya-biaya yang diperkenankan oleh Undang-Undang PPh. Sedangkan untuk wajib
pajak orang pribadi besarnya penghasilan kena pajak sama dengan penghasilan
netto dikurangi dengan PTKP.
Penaghasilan
Kena pajak ( WP orang pribadi)
=
Penghasilan Netto-PTKP
=
(Penghasilan Bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh) – PTKP
|
Penaghasilan Kena pajak ( WP badan)
= Penghasilan Netto
= Penghasilan Bruto – biaya yang diperkenankan UU
PPh
|
Menurut ketentuan Undang-Undang PPh,
biaya-biaya (pengeluaran) dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.
2. Yang tidak
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Biaya-biaya (pengeluaran) yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto adalah sebagai berikut :
1. Biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian
bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk
upah,gaji,honorarium,bonus,grafikasi,dan tunjangan yang di berikan dalam bentuk
uang, bunga sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi
asuransi, biaya administrasi, dan pajak, kecuali pajak penghasilan.
2.
Penyusutan
atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai manfaat
lebih dari 1 (satu) tahun.
3.
Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan menteri keuangan.
4.
Kerugian karena penjualan atau
pengalihan harta dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk
mendapatkan,menagih, dan memelihara penghasilan.
5.
Kerugian karena selisih kurs mata
uang asing.
6.
Biaya penelitian dan pengembangan
perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
7.
Biaya beasiswa,magang, dan
pelatihan.
8.
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat
tertagih, dengan syarat:
a)
Telah dibebankan sebagai biaya dalam
laporan keuangan komersial.
b)
Telah diserahkan perkara
penagihannya kepada pengadilan negeri atau badan urusan piutang dan lelang
negara (bupln) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan.
c)
Telah dipublikasikan dalam
penerbitan umum atau khusus.
d)
Wajib pajak harus menyerahkan daftar
piutang yang tidak dapat ditagih kepada direktorat jendral pajak, yang
pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak.
9.
Pembentukan atau pemupukan dana
cadangan berupa cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna
usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya
reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya
ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.
10. Premi
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa yang dibayar oleh peberi kerja dan premi asuransi tersebut
dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi(pekerja) yang
bersangkutan.
11. Penggantian
atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk
natura dan kenikmatan berupa penyediaan makanan dan minunan bagi seluruh
pegawai.
12. Penggantian
atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk
natura dan kenikmatan:
a.
Didaerah tertentu(misalnya:daerah
terpencil)
b.
Berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan, yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.
13. Kompensasi
kerugian fiskal tahun sebelumnya(maksimal 5 tahun)
14. Zakat atas
penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk
agama islam dan atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk
agama islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah.
Sedangkan biaya-biaya(pengeluaran) yang tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto menurut undang-undang PPh adalah :
1. Pembagian
laba dengan nama dan bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang
dibagikan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi.
2. Biaya
yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu, atau anggota.
3. Pembentukan
atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha
bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi dan
cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya
ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.
4. Premi
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika
dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi
Wajib Pajak yang bersangkutan;
5. Penggantian
atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk
natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai.
6.
Penggantian atau imbalan sehubungan
dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan,
kecuali imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan:
a.
Didaerah tertentu(misalnya:daerah
terpencil)
b.
Berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan, yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.
7.
Jumlah yang melebihi
kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang
mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan;
8.
Harta yang dihibahkan,
bantuan atau sumbangan, dan warisan, kecuali zakat atas penghasilan yang
nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk
agama islam dan atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk
agama islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah.
9.
Pajak penghasilan.
10. Biaya
yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau
orang yang menjadi tanggungannya;
11. Gaji
yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham;
12. Sanksi
administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
13. Biaya-biaya(pengeluaran)
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang :
a.
Dikenakan pph yang bersifat final.
b.
Bukan objek PPh.
14. Biaya-biaya(pengeluaran
untuk mendapatkan,menagih, dan memelihara penghasilan yang PPh-nya dihitung
dengan menggunakan norma perhitungan penghasilan netto.
2.8.MENGHITUNG
PENGHASILAN KENA PAJAK DEGAN MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETTO
Apabila dalam menghitung penghasilan
kena pajak wajib pajak menggunakan norma perhitungan penghasilan netto,
besarnya penghasilan netto adalah sama besarnya dengan besarnya (persentase)
norma perhitungan penghasilan netto dikalikan dengan jumlah peredaran usaha
atau penerimaan bruto pekerjaan bebas setahu.
Pedoman untuk menentukan penghasilan
netto, dibuat dan disempurnakan terus menerus serta diterbitkan oleh Direktur
Jendral Pajak berdasarkan pegangan yang ditetapkan oleh menteri keuangan.
Wajib pajak yang boleh menggunakan norma perhitungan
penghasilan netto adalah wajib pajak orang pribadi yang memenuhi syarat sebagai
berikut:
1.
Peredaran bruto kurang dari Rp. 4,800.000.000,00 Per tahun
2.
Mengajukan permohonan dalam jangka waktu tiga bulan pertama dari tahun buku
3.
Menyelenggarakan pencatatan
Berikut ini adalah contoh perhitungan pajak yang
terutang dengan menggunakan norma perhitungan penghasilan netto :
Wajib pajak anto kawin ( istri tidak
bekerja) dan memiliki 3 orang anak. Ia seorang dokter bertempat tinggal di
Jakarta juga memiliki industri rotan di Cirebon. Misalnya besar presentase
norma untuk industri rotan dicirebon 12,5% , dan dokter jakarta 45%.
Peredaran usaha dari industri rotan dicirebon setahun
Rp.400.000.000,00
Penerimaan bruto seorang dokter di Jakarta setahun Rp.100.000.000,00
Perhitungan netto dihitung sebagai berikut :
Dari
industri rotan: 12,5% x
Rp.400.000.000
Rp. 50.000.000
Sebagai
seorang dokter: 45% x Rp.100.000.000 Rp. 45.000.000
Jumlah
penghasilan
netto
Rp. 95.000.000
PENGHASILAN
TIDAK KENA PAJAK (Rp.
21.120.000)
Penghasilan
kena pajak
Rp.
73.880.000
|
2.9.PENGHASILAN
TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
Besarnya PTKP setahun yang berlaku mulai tahun 2006
adalah ;
1.
Rp 15.840.000 untuk wajib pajak
orang pri badi
2.
Rp 1.320.000 tambahan untuk wajib
pajak yang kawin
3.
Rp 15.840.000 tambahan untuk seorang
istri yang penghasilannya di gabung dengan penghasilan suami, dengan syarat :
·
Penghasilan istri tidak semata-mata
di terima atau diperoleh dari satu pemberi kerja yang telah di potong pajak
berdasarkan ketentuan dalam UU PPh pasal 21, dan
·
Pekertjaan istri tidak ada hubungan
dengan usah atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lain.
4.
Rp 1.320.000,00 tambahan untuk
setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan
lurus serta anak angkat menjadi tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang ).
Contoh
perhitungan PTKP :
1.
Joko sudah menikah dengan mempunyai
seorang anak. PTKP Joko adalah :
PTKP setahun:
Untuk wajib pajak sendiri Rp 15.840.000,00
Tambahan WP kawin Rp
1.320.000,00
Tambahan 1 anak Rp
1.320.000,00
Jumlah Rp 18.480.000,00
2.
John (warga negara asing) bekerja di
Indonesia pada tanggal 1 Oktober 2009 dengan kontrak kerja 2 tahun. John
mempunyai 3 anak, PTKP John untuk tahun 2006 adalah :
PTKP setahun :
Untuk WP sendiri Rp
15.840.000,00
Tambahan WP kawin Rp 1.320.000,00
Tambahan 3 anak Rp 3.960.000,00
Jumlah Rp
21.120.000,00
2.10.TARIF
PAJAK
Sesuai dengan pasal 17 UU PPh, besarnya tarif pajak
penghasilan adalah sebagai berikut :
1.
Wajib pajak orang pribadi dalam
negeri
Lapisan penghasilan kena pajak
|
Tarif pajak
|
Sampai dengan Rp 25.000.000,00
|
5 %
|
Di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 250.000.000,00
|
15%
|
Diatas R p250.000.000,00 s.d. Rp 500.000.000,00
|
25%
|
Diatas Rp500.000.000,00
|
30%
|
2.
Wajib pajak badan usaha dalam negri
dan bentuk usaha tetap(BUT)
Sedangkan
tarif pajak diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi Wajib pajak badan dalam
negeri dan usaha tetap adaalah sebesar 28%. Tarif pajak bagi wajib pajak dalam
negeri dan bentuk s usaha tetap,mulai berlaku sejak tahun pajak 2010,diturunkan
menjadi 25%. Wajib pajak badan dalam negeri yang terbentuk perseroan terbuka
ynag paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor
diperdagangkan dibursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu
lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% lebih rendah daripada tarif yang
berlaku.
Wajib pajak
badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00
mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% yang dikenakan atas
penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan
Rp4.800.000.000,00.
2.11.CARA MENGHITUNG PAJAK.
Pajak penghasilan (bagi
wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap) setahun dihitung dengan cara
mengalikan Penghasilan kena pajak dengan tarif pajak sebagaimana diatur dalam
UU PPh pasal 17. Untuk menghitung PPh dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Rumus menghitung wajib pajak badan
Pajak penghasilan ( wajib pajak badan)
= penghasilan kena pajak x tarif pasal
17
= penghasilan netto x tarif pasal 17
= (penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU
pph) x tarif pasal 17
|
Rumus menghitung WP orang pribadi
Pajak penghasilan ( WP orang pribadi)
= penghasilan kena pajak x tarif pasal 17
= (penghasilan netto – PTKP ) x tarif pasal 17
= [(penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU
pph) –PTKP] x tarif pasal 17
|
Catatan: untuk keperluan menghitung PPh yang terutang
pada akhir tahun, penghasilan kena pajak dibulatkan kebawah hingga ribuan
penuh.
Contoh:
1. PT Cahaya
sepanjang pada tahun 2010 mempunyai penghasilan kena pajak sebesar Rp 4.500.000.000,00
dengan penghasilan kena pajak sebesar Rp500.000.000,00 besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar
atau terutang oleh PT Cahaya adalah:
Seluruh
penghasilan kena pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai
tarif sebesar 50% dari tarif Pajak penghasilan badan yang berlaku karena jumlah
peredaran bruto PT Cahaya tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 .
Pajak Penghasilan yang terutang :
(50 x 25%) X Rp500.000.000,00 = Rp62.500.000,00
2.Gunawan
pada tahun 2010 mempunyai penghasilan kena pajak sebesar Rp241.850.000,00.
Besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar atau terutang oleh Gunawan adalah
:
Penghasilan
kena
pajak
Rp 54.168.000
(dibulatkan
kebawah hingga ribuan penuh)
Pajak
penghasilan yang harus dibayar
:
5% x Rp50.000.000 Rp
2.500.000
15% x
Rp191.850.000 Rp
28.777.500
Jumlah Rp
31.277.500
2.12.PEMOTONGAN ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN YANG
BERSIFAT FINAL
Dalam ketentuan mengenai
Pajak Penghasilan yang berlaku saat ini,ada beberapa jenis penghasilan (objek
pajak) yang dikenakan pemotongan atau pemungutan pajak yang beraifat final
,penghasilan dikenakan pemotongan atau pemungutan PPh yang bersifat final,
tetap dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT), hanya saja jumlahnya tidak
dijumlahkan dengan penghasilan lainnya. Pajak yang sudah dipotong tidak
diperhitungkan sebagai kredit pajak.
2.13.CARA MELUNASI PAJAK
Cara melunasi pajak ada 2 cara:
1.
Pelunasan pajak tahun berjalan,yaitu
pelunasan pajak dalam masa pajak yang melip
a.
Pembayaran sendiri oleh WP ( PPh
pasal 25 ) untuk setiap masa pajak.
b.
Pembayaran pajak melalui pemotongan /
pemungutan pihak ketiga berupa kredit pajak yang dapat diperhitungkan dengan
jumlah pajak yang terutang selama tahun pajak, yaitu:
·
Pemotongan PPh atas penghasilan dari
pekerjaan, jasa, atau kegiatan (PPh pasal 21)
·
Pemungutan PPh atas penghasilan dari
kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha bidang lain, dan pembayaran atas
penyerahan barang kepada badan pemerintah(PPh pasal 22)
·
Pemotongan PPh atas penghasilan dari
modal atau penggunaan harta oleh orang lain,jasa, hadiah , dan penghargaan (
PPh pasal 23)
·
Pelunasan PPh di luar negeri atas
penghasilan di luar negeri( PPh pasal 24)
·
Pemotongan PPh atas penghasilan yang
terutang atas WP luar negeri ( PPh pasal 26)
·
Pemotongan atas penghasilan berupa
bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham
dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa
tanah atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya(PPh pasal 4 ayat (2) . untuk
PPh Pasal 4 ayat (2)ntidak dapat dikredit.
2. Pelunasan
pajak sesudah akhir tahun.
pelunasan pajak sesudah tahun pajak
berakhir dilakukan dengan cara:
a.
Membayar pajak yang kurang disetor
yaitu dengan menghitung sendiri jumlah pajak penghasilan terutang untuk suatu
tahun pajak dikurangi dengan jumlah kredit pajak tahun yang bersangkutan.
b.
Membayar pajak yang kurang disetor
berdasarkan surat ketetapan pajak atau surat tagihan pajak yang ditetapkan oleh
direktur jenderal pajak, apabila terdapat bukti bahwa jumlah pajak penghasilan
terutang tidak benar.
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dengan berakhirnya pembuatan makalah ini
dapat kita simpulkan bahwa mengenai Pajak Penghasilan (umum) adalah pajak yang
dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam satu tahun pajak. Subjek pajak disini adalah segala seusatu
yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk
dikenakan pajak pnghasilan. Undang-undang pajak penghasilan di Indonesia
mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Jika subjek
pajak telah memenuhi kewajiban pajak secara objektif maupun subjektif maka
disebut wajib pajak.
Pelunasan pajak penghasilan dalam tahun
berjalan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pelusan pajak oleh wajib pajak
sendiri dan melalui pihak lain. Dalam hal pelunasan pajak oleh pihak lain,
perhitungan, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan dilakukan oleh pihak yang
memberikan/membayarkan penghasilan. Pelunasan pajak juga bisa dilakukan tidak
dalam tahun pajak berjalan (sesudah tahun pajak berakhir).
DAFTAR PUSTAKA
1.1.Mardiasmo.Perpajakan.Edisi revisi 2008.Penerbit
Andi Yogyakarta.
1.2.Resmi,Siti.2009.Perpajakan:Teori dan Kasus.Edisi kelima tahun2009.Jakarta:Salemba
empat.
No comments:
Post a Comment