Terima Kasih Telah Berkunjung Ke MAKALAH UBB

Friday, May 12, 2017

MAKALAH PERPAJAKAN - PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, 23, DAN 24

MAKALAH
PPh PASAL 22, 23, DAN 24
Dosen Pembimbing : Rizki, S.Pd., M.Akt.


DI SUSUN OLEH:

Peni Rozalini              (3021411080)



5 MN 3
MATA KULIAH PERPAJAKAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
2016




i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala hidayah dan rahmat-Nya, sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan Makalah yang bertemakan PPh Pasal 22, 23, dan 24. Makalah kami dapat kami tulis atas kerja sama para anggota dari kelompok kami. Dengan adanya Makalah ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan pemahaman para pembaca tentang masalah yang ditulis dalam Makalah kami ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Oleh karena itu, kami mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan Makalah ini. Dan semoga Makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.


                                                                                                   Balun Ijuk, 23 September 2016

                                                                                                                  Penulis








                                                                ii 
DAFTAR ISI
Halaman judul..........................................................................................................................i
Kata pengantar........................................................................................................................ii
Daftar isi.................................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2  Rumusan Masalah.............................................................................................................1
1.3  Tujuan Penulisan...............................................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN........................................................................................................2
2.1 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.....................................................................................2
2.2 Pajak Penghasilan (PPh)  Pasal 23....................................................................................9
2.3 Pajak Penghasilan (PPh)  Pasal 24...................................................................................12
BAB 3 PENUTUP.................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................19




                                                             

iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
  Indonesia Merupakan Negara Yang Kaya Akan Budaya Dan Sumber Dana Alamnya. Pada Saat Ini, Indonesia Mengalami Perkembangan Yang Mendorong Pemerintah Untuk Melakukan Perubahan Di Segala Sector Demi Meningkatkan  Pendapatan Atau Kas Negara Guna Membiayain Pembangunan Dana Biaya-Biaya Negara Dalam Rangka Menyelenggarakan Perubahan Tersebut , Pastilah Memerlukan Dana Yang Tidak Sedikit, Dana Tersebut Berasal Dari APBN Dan APBD, Dimana Sebagian Besar Bersumber Pada Penerimaan Pajak. Dalam Hal Ini Menjelaskan Bahwa Pajak Memiliki Peranaan Yang Sangat Penting Dalam Kehidupan Bernegara, Khususnya Di Dalam Pelaksanaanpembangunan Pajak Merupakan Salah Satu Sumber Pendapatan Negara Yang Ada Untuk Membiayai Pengeluaran Termasuk Pengeluaran Untuk Meningkatkan Pembangunan.

Pajak Penghasilan Merupakan Pajak Yang Di Pungut Oleh Bendaharawan Pemerintah  Baik Pemerintah Pusat Maupun  Pemerintah Daerah, Instasi Atau Lembaga Pemerintah Ata Lembaga Lembaga Negara Lain Berkenan Dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang.Badan-Badan  Tertentu Yang Berkenan Dengan Kegiatan Di Bidang Impor Atau Kegiatan Usaha Di Bidang Lainnya . Dasar Hukum Pph Pasal 22  Adalah UU Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008.
Pajak penghasilan pasal 23 merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah  dipotong pph pasal 21.
Pajak penghasilan pasal 24 adalah pajak yang dipungut diluar negri atas penghasilan wajib pajak luar negri . pajaka yang dibayar diluar negri atas penghasilan luar negri yang diperoleh wajib pajak dalam negeri ( WPDN) boleh dikreditkan dengan pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama, sebesar pajak yang dibayarkan diluar negeri tersebut tapi tida boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU no 10 Tahun 1994. Untuk itu harus dicari balas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN).

1.2  Rumusan Masalah
·         Pajak Pengahsilan Pasal 22
·         Pajak Penghasilan Pasal 23
·         Pajak Penghasilan Pasal 24
1.3  Tujuan Penulisan
Menjelaskan tentang Pajak Penhasilan baik itu Pasal 22, 23, dan 24.




BAB 2
PEMBAHASAN
2.1Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22
A.        PENGERTIAN PPH PASAL 22
Pph Pasal 22 Adalah Pemungutan  Pajak Yang Di Lakukan Atas Pembelian Barang, Impor Barang Dan Pembelian / Penjualan Barang Di Bidang Usaha Tertenu. Oleh Karna Itu  Yang Dilakukan Pemungukan Pph Pasal 22 Adalah Pemasuk Barang Kepada Pemerintah , Impor Dan Pemasok/Beli Barang Dari Badan-Badan Tertentu. Pajak Penghasilan (PPH) Pasal 22 Adalah Pph Yang Di Pungut Oleh :

1.       Bendahara Pemerintah Pusat / Daerah, Instansi Atau Lebaga Pemerintah Dan Lembaga-Lembaga Negara Lain, Berkenan Dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang .
2.       Badan Badan Tertentu , Baik Badan Pemerintah Maupun Swasta Berkenan Dengan Kegiatan Di Bidang Impor Atau Kegiatan Usaha Di Bidang Lain.
3.       Wajib Pajang Badan Yang Melakukan Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah.

B.        OBJEK DAN PEMUNGUT  PPH PASAL 22

Berikut Merupakan  objek Dan Pemungut Pph Pasal 22 :

NO.
OBJEK
PEMUNGUT

1
Pembelian Barang Oleh Bendaharawan Pemerintah Dan DJA (Direktorat Jendral Anggaran)                                                                                           
Pihak Yang Membayar Atau Membeli :
             §  Bendaharawan Pemerintah
§  DJA

2
Pembelian Barang Oleh BUMN/BUMD Yang Bersumber Dari Dana APBN Dan Atau APBD

BUMN/BUMD

3
Pembelian Barang Oleh Badan Tertentu Yang Bersumber Dari Dana APBN Maupun Non APBN

Badan Tertentu



4
Impor Barang :
-        Dilakukan Oleh Impoter Yang Memiliki API
-        Dilakukan Oleh  Impoter Yang Tidak Memiliki API
-        Yang Tidak Dikuasai (Lelang)
-        Direktorat Jenderal Bead An Cukai (DJBC)
-        BANK Devis
5

Pembelian Bahan Untuk Indutri Tertentu Atau Eksportior Dari Pedagang Pengumpul
Industri Tertentu Yang Bergerakdi Bidang Pertanian.Perkebunan Dan Perikanan.
6
Penjualan Bahan Bakar, Minyak, Gas Dan Pelumas
Produsen Atau Impoter Bahan Bakar Minyak, Gas, Dan Pelumas
7
Penjualan Barang Yang Terglong Mewah
Wajib Pajak  Badan Yang Melakukan Penjualan Tersebut.



8
Penjualan Hasil Industry Tertentu :
-        Kertas
-        Baja
-        Otomotif
-        Semen
-        Roko
Industry Tertentu Yang Menjual

                                
C.        TARIFF PPH PASAL 22
Berikut Merupkan Tarif  Pph Pasal 22, Antara Lain :

NO.
OBJEK
TARIF
1
Pembelian Barang Di Lakukan Oleh DPBJ, Bendahara Pemerintah, BUMN/D Dan Badan Tertentu
1,5%


2
Impor Barang :
-        Yang Menggunaka API
-        Yang Tidak Menggunakan API
-        Yang Tidak Dikuasai (Lelang)

2,5%
7,5%
7,5%
3
Pembelian Bahan Bahan Untuk Industry / Ekspor Dari Pedagang Penjual
2,5%

4.
Penjualan Oleh Pertamina :
-        Premium, Solar, Premix, Super TT
-        Minyak Tanah , LPG, Pelumas

0,25%
0,3%

5
Penjualan Oleh Selain Pertamina :
-        Premium, Solar, Premix, Super TT
-        Minyak Tanah , LPG, Pelumas

0,3%
0,3%



6
Penjualan Hasil Industry Tertentu :
-        Kertas
-        Baja
-        Otomotif
-        Semen
-        Roko

0,1%
0,3%
0,45%
0,25%
0,15%

Selain Tarifdi Atas,Peraturan Mentri Keuangan nomor 253/PMK.03/2008 Tanggal 1 Desember 2008 Juga Mengatur Tentang Wajib Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pph Pasal 22 Atas Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah Yaitu Wajib Pajak Badan Yang Melakukan Penjualan Barang Yang  Tergolong Sangat Mewah, Diantaranya :
a)        Pesawat Udara Pribadi  Dengan Harga Jual Lebih Dari  Rp.20.000.000.000,00 ( Dua Puluh Meliar Rupiah)
b)        Kabel Pesiar Dan Sejenisnya Dengan Harga Jual Leih Dari Rp.10.000.000.000,00 ( Sepuluh Meliar Ruiah)
c)        Rumah Berserta Tanahnya Dengan Harga Jual Atau Harga Penggalihannya Lenih Dari 10.000.000.000,00 ( Sepuluh Meliar Rupiah) Dan Luas Bangunan Lebih Dari 500 M2
d)        Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jauh atau pengalihannya lebih dari Rp. 10.000.000.000,00 ( sepuluh meliar rupiah)dan/bangunan lebih  dari 400 m2.
e)        Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang  dari 10 orang berupa sedan, jeep,sport utilty vehicle (SUV), Multi  purpose vehicle(MPV), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp. 5.000.000.000,00 (lima meliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder  5%  dari  harga  jual  tidak termasuk PPN  dan PPNBM,

Selain tarif  pajak yang tercantumdi atas,terdapat tariff sebagai berikut :

-        Impor kedelai, gandum dan tepung terigu dan importer yang menggunakan API sebesar 0,5%.
-        Untuk wajib pajak yang tidak dimiliki NPWP maka pajak dipungut 100% lebih tinggi dari tariff pph pasal 22. 
D.        PENGECUALIAN PENGGUNAAN PPH PASAL 22

Berikut merupakan bukan objek pph pasal 22, sebagai berikut :

1.       Impor barang atau penyerahan barang yang berdasaran ke tentuan peraturan perundang undangan tidak terutang pph. Dinyatakan dengan surat keterangan bebas (SKB)
2.       Impor barang yang di bebaskan dari bea masuk dan atau pajak pertambahan niali; dilaksanakan oleh DJBC.
3.       Impor sementara  jika waktu impornya nyata-nyata dimaksutkan untuk di sepor kembali dan dilakukan oleh dirijen BC.
4.       Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainya yang jumlahya paling banyak Rp. 2.000.000 ( dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
5.       Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak , listrik, gas, air minum/PDAM, berbeda-beda pos.
6.       Emas batangnya yang akan di prosesuntuk megenghasilkan barang prhiasan dari emas  untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
7.       Pembayaran/pencarian dana jaring pengaman social kantor pembendaharaan dank as Negara.
8.       Impor kembali dalam kualitas yang sama  atau barang barang yang telah di ekspor untuk keperluan perbaikan pengerjaan dan pengujian yang memenuhi syarat yang di tentukan oleh direktorat jendral bae dan cukai.
9.       Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh bulog.

E.        SAAT TERUTANG DAN PELUNASAN/PEMUNGUTAN PPH PASAL 22

1.       atas impor barang terutang dan di lunasi bersamaan dengan saat pembayaran bea masuk.dalam hal pembayaran bea masuk di tunda atau dibebaskan maka pph pasal 22terutang dan dilunasi pada saat penyelesayan dokumen pemberitahuan impor barang (PIB)
2.       Atas pembelan barang (lihat pemungut dan objek pph pasal 22 butir 3,2 dan 4) terutang dan dipungut pada saat pembayaran .
3.       Atas penjuaan hasil  produksi  ( lihat pemungut dan objek pph pasal 22 butir 5)terutang dan di pungutpada saat  penjualan.
4.       Atas penjuaan hasil produksi ( lihat pemungut dan objek pph pasal 22 butir 6) di pungut pada saat pemberitahuan surat perintah pengeluaranbarang ( delvery order).
5.       Atas pembelian bahan-bahan  ( lihat pemungut dan objek pph pasal 22 butir 7) terutang dan dipungut pada saat pembelian.

F.        TATACARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPH PASAL 22

  PPH PASAL 22 ATAS impor barang (ihat pemungut dan objek pph pasal 22 butir 1) di setor oleh importer dengan menggunakan formulir surat setoran pajak, cukai dan pabean . pph pasal 22 atas Impor barang yang di pungut oleh DJBC hars di setor ke BANK Devisa. Atau bendahara direktoratjendral bead an cukai, dalam jangka waktu 1hari setelah pemungutan pajak di laporkan ke  :

1)      KPP secara mingguan paling lambat 7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak ter ahkir
2)      Pph pasal 22 atas  impor harus di lunasi  bersamaan dengan saat pembayaran bea masuk dan dalam hal bea ditunda atau dibebaskan, pph pasal 22 atas impor harus di lunasi saat penyelesayan dokumen pemberitahuan pabean impor . dilaporkan ke KPPpaling lambat tanggal 20 setelah masa pajak terahkir.
3)      Pph pasal 22 atas pembelian barang ( lihat pemungut dan objek pph pasal 22 butir 2) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP wajip pajak rekanan  ke bank persepasi  atau kantor pos pada hari yang sama dengan pelaksanaan  pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut penerbitkan bukti pungutan rangkap 3 yaitu :

a)        Lembar pertama untuk pembeli
b)        Lembar ke dua untuk lampiran laporan bulanan ke kantor pelayanan pajak
c)        Lembar ke tiga untuk arsip  pemungut pajak yang bersangkutan dan dilaporkan ke KPP paling lamat 14 hari setelah masa pajak berahkir.

4)      Pajak pph 22 atas pembelian barang ( lihat pemungut dan objek pph pasal 22 butir 3) di setor oleh pemungut atas nama dan NPWP ke bank persepsi atau kantor pos paling lama tanggal 10  bulan berikutnya setelah masa pajak berahkir.  Di laporkan ke KPP paling lambat tanggal  20 setelah masa pajak berahkir.
5)      Pph pasal 22 pembelian barang ( lihat pemungut pajak dan objek pph pasal 22 butir 4)  di setor oleh pemungut atas nama dan  NPWP wjib pajak penjual kebank persepasi atauu kantor pos paling lambat tanggal 10 bulan takwin berikutnya dengan menggunakan formulir ssp dan menyampaikan spt masa ke saling lambat 20 hari setelah masa pajak berahkir.
6)      Pph pasal 22 atas penjualan hasil produksi (lihat pemungut dan objek pph pasal 22 butir 5 dan 7) dan hasil penjualan barang  sangat mewah (lihat pemungut dan objek pph pasal 22 butir 8) di setor ooleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank perserpsi  atau kantor pos paling lambat tanggal 10 bulan takwin berikutnya dengan menggunakan formulir ssp. Pemungut menyampaikan spt masa ke kpp paling lambat 20 hari setelah masa pajak berahkir.
7)      Pph pasal 22 penjualan hasil produksi (lihat pemungut dan objek pph pasal 22 butir 6)di setor oleh pemungut ke bank perserpsi atau kantor pos paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berahkir. Pemungut wajib memberikan bukti pemungutan pph pasal 22 rangkap 3 yaitu :

a)        Lembar pertama untuk membeli;
b)        Lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada kantor pelayanan pajak ;
c)        Lembar ketiga untuk arsip pemungut pajak yang bersangkutan ;
  Pelaporan di gunakan dengan cara menyampaikan spt  masa ke kpp setempat paling lambat 20 hari setelah masa pajak berahkir. Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas ahkir pelaporan pph pasal 22 bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu dan hari libur nasional penyetoran atau laporan dapat di lakukan pada hari kerja berikutnya. 

G.    CARA MENGHITUNG PPH PASAL 22

1.       Cara menghitung pph pasal 22 atas kegiatan impor barang
Besarnya pph atas impor:

*     Yang menggunakan angka pengenal importer (AIP) tarif pemungutan sebesar 2,5%  dari nilai impor.Pph pasal 22 =  2,5% x nilai importer
*     yang tidak menggunakan angka pengenal importer (AIP) tariff pemungutannya sebesar 7,5%  dari  nilai  impor  Pph pasal 22 = 7,5%x nilai importer.
*     Yang tidak di kuasai tarif  pemungutannya sebesar 7,5% dari harga jual lelang pph pasal 22 = 7,5%x harga jual lelang.

  Catatan
Yang di maksut dengan niali impor adalah nilai berupa uang yang di gunakan sebagai dasar perhitungan bea masuk . niali impor di hitung sebesar cost insurance freight ( CIF ) + bea masuk +pemungutan pabean lainnya.

Ø  CONTOH SOAL 1
PT  11 AKUNTANSI  memiliki nomor API, malakukan impor komputer dari  amerika serikat  dengan perincian sebagai berikut :
1)      Harga komputer (cost)………………………………………. US $20.000,-
2)      Asuransi ( insurance) …………………………………………...US $1.000,-
3)      Biaya angkut (freight)…………………………………………. US $4.000,-
4)      Harga pabean …………………………………………………US $25.000,-
                           Pungutan  :
-        Bea masuk 20% ……………………………………………………….. US $5.000,-
-        Bea masuk tambahan 10% …………………………………………….US $2.500,-
NIALI IMPOR……………………………………………………………… US $32.500,-
Apabila pada tanggal impor ( sesuai dokumen impor : pemberitahuan impor barang ) nilai kurs US $1.00,-  =  10.000,-  maka :
-        Dasar pengenaan pph pasal 22 : US$ 32.500 X 10.000 = 325.000.000,-
-        Pph pasal 22 yang harus di pungut 325.000.000 x 7,5%  = 24,375,000,-

2.      Cara menghitung pph pasal 22 atas pembelian barang yang di biayai dengan APBN/APBD

Pph pasal 22 = 1,5% x harga perolehan
Atas pembelian barang yang dananya dari belanja Negara atau belanja dari daerah di kenalkan pemungutan pph pasal 22 sebesar 1,5% dari harga pembelian. Pembayaran barang yang dikecualikan dari pemungutan pph pasal 22 adalah  :
                    Pembayaran atsa penyerahan barang ( bukan merupakan jumlah yang di pecah-pecah) yang meliputi jumlah barang dari 1.000.000,-
Pembayaran untuk pembelian bahan bakar, mnyak listrik, gas, air minum, dan benda-benda pos.
                    Pembayaran / pencairan dana jaring pengaman social (JPS) oleh kantor pembendaharaan dank kas Negara.

Ø  CONTOH SOlAL 2.
PT. MAJU  MUNDUR  Melakukan penjualan lemari arsip ke pada departemen dalam negri senlai 220 juta. Pembayaran di lakukan oleh bendaharawan depdagri. Dalam kontak penjualan dengan pemerintah yang di danai dari  APBN/APBD  biasanya harga jual sudah termasuk  pajak prtambahan nilai sebesar 10%

Diminta  : hitunglah pph pasal 22  PT MAJU  MUNDUR
*     jAWABAN
-        dasar pengenaan pph pasal 22 :  (100 x 220 juta) = 200.000.000,-
-        pph pasal 22 yang di pungut oleh bendaharawan pemerintah dari transaksi pembayaran 200.000.000,-  x 1,5% = 3.000.000,

1.              CARA MENGHITUNG PPH PASAL 22 ATAS PENJUALAN HASIL PRODUKSI INDUSTRI OTOMOTIF DI DALAM NEGERI.

Besarnya pph pasal 22 atas penjualan semua jens kendaraan bermotor beroda 2 atau lebih di dalam negri  adalah 0,45% dari dasar pengenaan pajak pertambahaan niali
Pph pasal 22 = 0,45% x DPP PPN
Penjualan kendaraan berotor yan di kecualikan dari pemungutan pph passal 22 atas industry otomotif  ini adalah penjualan kendaraan bermotor kepada :
-        Instansi  pemerintah
-        Korps diplomatic
-        Bukan sumber pajak

2.              CARA MENGHITUNG PPH PASAL 22 ATAS PENJUALAN PRODUKSI INDUSTRI ROKOK DI DALAM NEGERI

Besarnya pph pasal 22 yang wajib di pungut oleh industry rokok  pada saat penjualan rokok di dalam negri adalah 0,15% dari harga bandrol  ( pita cukai) dan bersifat final .
Pph pasal 22 (final) = 0,15%  x harga bandrol
3.       CARA MENGHITUNG PPH PASAL 22 ATAS PENJUALAN HASIL PRODUKSI INDUSTI  KERTAS DI DALAM NEGRI
Besar pph pasal 22 yang wajib di pungut oleh industry kertas pada saat penjualan kertas di dalam negri  adalah 0,1%  dari dasar pengenaan pajak (DPP) pajak pertambahan nilai.
Pph pasal 22 = 0,1% x DPP PPN
4.       CARA MENGHITUNG PPH PASAL 22 ATAS PENJUALAN HASIL PRODUKSI INDUSTRI SEMEN DI DALAM NEGRI
Besarnya pph pasal 22 yang wajib di pungut oleh industri semen pada saat penjualan semen di dalam negri adalah 0,25% dari dasar pengenaan pajak ( DPP) pajak pertambahan nilai.
Pph pasal 22 = 0,25%  x DPP PPN 
Yang di kecualikan dari pemungutan pph pasal 22 adalah penjualan semen dalam negri  oleh PT INDOCEMEN , PT SEMEN CIBINONG dan  PT SEMEN NUSANTARA  kepada distributor utama/tuggalnya.

1.              CARA MENGHITUNG PPH PASAL 22 ATAS PENJUALAN HASIL PRODUKSI INDUSTRI BAJA  DI DALAM NEGERI

Besarnya pph pasal 22 yang wajib di pungut  oleh industry baja pada sat penjualan hasil produksinya di dalam negri adalah 0,3% dari dasar pengenaan pajak (DPP) pajak pertambahan nilai
Pph pasal 22 = 0,3% x DPP PPN

2.              CARA MENGHTUNG PPH PASAL 22 YANG DI PUNGUT OLEH PERTAMINA DAN BADAN USAHA SELAIN PERTAMINA

Besarnya pph pasal 22 yang wajib di pungut oleh pertamina dan badan  usaha lainnya yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT  dan gas atas penjualan hasil produksinya adalah sebagai berikut :
1)      Atas penebusan premium , solar, premix/super TT oleh SPBU swastanisasi adalah 0,3% dari penjualan .
                                        Pph pasal 22 = 0,3% x penjualan
2)      Atas penebusan premium, solar, premix, oleh SPBU pertamina adalah 0,25% dari penjualan.
                                        Pph pasal 22 = 0,25% x penjualan.
3)      Atas penjualan minyak tanah , gas, LPG, dan pelumas adalah 0,3% dari penjualan
                                        Pph pasal 22 = 0,3% x penjualan
2.2 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23
A. Pengertian

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Pemotong dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23

1.      Pemotong PPh Pasal 23:

a. badan pemerintah;
b. Wajib Pajak badan dalam negeri;
c. penyelenggaraan kegiatan;
d. bentuk usaha tetap (BUT);
e. perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
f. Wajib Pajak Orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.

2. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:
a. WP dalam negeri;
b. BUT
Tarif dan Objek PPh Pasal 23 dipotong Pajak Penghasilan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto dan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai
Saat Terutang, Penyetoran, dan SPT Masa PPh Pasal 23
a. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.

b. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.

c. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Bukti Pemotong PPh Pasal 23
Pemotong Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang Pribadi atau badan yang telah dipotong PPh Pasal 23.
B. Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 23

Perubahan pada penghasilan sebagai objek pemotongan PPh Pasal 23 adalah dihapuskannya Pasal 23 ayat (1) huruf b yaitu pengenaan PPh Pasal 23 yang bersifat final sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto  atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi. Jenis penghasilan lainnya tetap yaitu, dividen, bunga royalti, hadiah dan penghargaan selain yang sudah dipotong PPh Pasal 21, sewa, imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan dan “jasa lain” selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Penentuan “jasa lain” dalam UU PPh yang baru diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan, sementara dalam ketentuan lama, penentuannya dilakukan oleh Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Jenis-jenis penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pemotongan PPh Pasal 23, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (4) adalah sebagai berikut :
1.                  penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank (tidak berubah)
2.                  sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi (tidak berubah)
3.                  dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f dan dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c) (ketentuan baru dalam frasa berwarna biru)
4.                  bunga obligasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf j (ketentuan ini dihapus sesuai dengan perubahan di Pasal 4 ayat (3) Undang-undang PPh)
5.                  bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf i (tidak berubah
6.                  sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya (tidak berubah)
7.                  bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya (ketentuan ini dihapus sehingga pengenaan PPh nya kembali pada ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf a, atau akan dikenakan PPh Final tersendiri berdasar Pasal 4 ayat(2)?)
8.                  penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yangberfungsi  sebagai  penyalur  pinjaman  dan/atau  pembiayaan  yang  diatur  denganPeraturan Menteri Keuangan (ketentuan ini sama sekali baru, nampaknya untuk memberikan keadilan antara bank dan lembaga keuangan yang kegiatan usahanya mirip dengan bank).



C. Tarif PPh Pasal 23

Dalam ketentuan lama, struktur tarif PPh Pasal 23 adalah sebagai berikut :
1.                  Tarif 15% x Penghasilan Bruto dan bersifat tidak final dikenakan terhadap penghasilan berupa dividen, bunga, royalti dan hadiah dan penghargaan selain yang sudah dipotong PPh Pasal 21.
2.                  Tarif 15% x Penghasilan Bruto dan bersifat final dikenakan kepada bunga simpanan yang dibayarkan koperasi yang jumlahnya melebihi Rp240.000,- sebulan.
3.                  15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; dan imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. Ketentuan mengenai jenis penghasilan dan besarnya perkiraan penghasilan neto diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-70/PJ/2007. Silahkan klik Daftar Tarif PPh Pasal 23 untuk mengetahuinya.
Dalam ketentuan baru Undang-undang Pajak Penghasilan, struktur tarifnya adalah sebagai berikut :
1.                  Tarif 15% x Penghasilan Bruto dan bersifat tidak final dikenakan terhadap penghasilan berupa dividen, bunga, royalti dan hadiah, penghargaan dan bonus selain yang sudah dipotong PPh Pasal 21.
2.                  Dihapus
3.                  sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
·                     sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai  Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
·                     imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa  konsultan,  dan jasa  lain  selain  jasa  yang  telah  dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

Dari paragraf di atas bisa kita simpulkan bahwa pada point 1 tidak mengalami perubahan berarti. Pada point 2, PPh Pasal 23 Final atas bunga simpanan koperasi dihapuskan. Ketentuan mengenai bunga koperasi nampaknya akan masuk pada point 1 di mana dikenakan PPh Pasal 23 tidak final sebesar 15% dari penghasilan bruto tanpa ada pembatasan jumlah bunga yang selama ini kita kenal.

Kalau kita cermati pada point 3, sebenarnya tak ada perubahan dari jenis penghasilannya. Yang berubah adalah tarifnya!. Selama ini PPh Pasal 23 ini dikenakan tarif 15% ini dari Perkiraan Penghasilan Neto. Besarnya perkiraan penghasilan neto ini ditetapkan oleh Keputusan/Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Tahun 2009 nanti kita nampaknya harus mengucapkan selamat tinggal pada kata “perkiraan penghasilan neto” ini. Ya, mulai tahun 2009 nanti tarif PPh Pasal 23 hanya satu saja yaitu 2% dari penghasilan bruto. Lumayan kan, kita tak perlu lagi pusing dengan jenis-jenis jasa dan tarifnya yang banyak itu :). Kita tinggal menunggu jenis “jasa lain” yang akan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan yang selama ini penentuan jenis “jasa lain” ini menjadi hak Direktur Jenderal Pajak.
Tarif Lebih Tinggi Bagi Wajib Pajak Tak Ber-NPWP
Berdasarkan Pasal 23 ayat (1a) Undang-undang Pajak Penghasilan yang baru, Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 dan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka besarnya tarif pemotongan PPh Pasal 23 adalah lebih tinggi  100%  (seratus  persen) daripada tarif PPh Pasal 23 umumnya. Saya menafsirkan ketentuan ini sebagai berikut. Jika bagi Wajib Pajak yang berNPWP dikenakan tarif 15%, maka bagi yang tidak berNWP akan dikenakan tarif 30%. Begitu juga jika Wajib Pajak berNPWP dikenakan tarif 2% maka bagi yang tidak berNPWP menjadi 4%.
2.3 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24
A. Pengertian PPh Pasal 24

Pada dasarnya PPh Pasal 24 mengatur tentang besarnya kredit pajak yang dapat diperhitungkan atas pemotongan pajak/ pajak yang dibayar/ pajak yang terutang di luar negeri.  Hal ini sesuai dengan ayat 1 dan 2 Pasal 24 UU PPh  :

1.      Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.
2.      Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dengan perubahan terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 24 ayat (1), PPh pasal 24 adalah pajak yang dibayarkan atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-Undang ini dalam tahun pajak yang sama.
Pajak penghasilan pasal 24 atau kredit pajak luar negeri, merupakan perhitungan berapa besar jumlah pajak yang sudah dibayar atas penghasilan  diluar negeri dan pajak tersebut dapat dikreditkan atau dikurangkan dari  penghasilan yang ada didalam negeri sehingga menghindari pengenaan pajak berganda.

B.     Subjek dan Objek PPh Pasal 24

Yang menjadi Subjek PPh Pasal 24 adalah: Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. 
Objek PPh pasal 24 adalah penghasilan yang berasal dari luar negeri

C.       Penentuan Sumber Penghasilan PPh Pasal 24

Dalam menghitung batas jumlah pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan, perlu diperhatikan penentuan sumber penghasilan sebagai berikut:
1.      Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan.
2.      Penghasilan berupa bunga, royalti dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta bergerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada.
3.      Penghasilan berupa sewa sehubungan  dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara  tempat harta tersebut terletak.
4.      Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada.
5.      Penghasilan bentuk usaha tetap adalah Negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
6.      Penghasilan dan pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah Negara tempat lokasi penambangan berada.
7.      Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah Negara tempat harta tetap itu berada.
8.      Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah Negara tempat bentuk usaha tetap itu berada.

D.    Penggabungan Penghasilan yang berasal dari luar negeri

Penggabungan penghasilan dari luar negri dilakukan sebagai berikut:
1.      Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut;
2.      Untuk penghasilan lainnya, seperti penghasilan bunga, sewa, dan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut;
3.      Untuk penghasilan berupa deviden untuk mengurangi kemungkinan penghindaran pajak, maka terhadap penanaman modal diluar negri selain pada badan usaha yang menjual sahamnya dibursa efek, Menteri Keuangan berhak untuk menentukan saat diperolehnya deviden.
Jadi, Pajak Penghasilan dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak yang dihitung berdasarkan seluruh penghasilan yang diterima dan diperoleh oleh Wajib Pajak, baik penghasilan tersebut berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Dalam menghitung Pajak Penghasilan, maka seluruh penghasilan tersebut digabungkan dalam tahun pajak di peroleh atau diterimanya penghasilan, atau dalam tahun pajak.



Contoh Soal ...
a.       Hasil usaha di Filipina dalam Tahun Pajak 2005 sebesar Rp. 600.000.000,-
b.      Dividen atas pemilikan saham di Cicago Ltd di USA sebesar Rp. 400.000.000,- yaitu berasal dari keuntungan tahun 2004 yang ditetapkan dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dan dibayar tahun 2005
c.       Dividen atas penyertaan saham sebanyak 75% pada Smith Corporation di Australia yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sebesar Rp. 80.000.000,- yaitu berasal dari keuntungan saham 2004 yang berdasarkan Kepmenkeu ditetapkan diperoleh tahun 2005.
d.      Bunga kwartal IV tahun 2004 sebesar Rp. 200.000.000,- dari Malaysia yang baru akan diterima  bulan Mei Tahun 2005.

Jawaban ....
Dari penghasilan yang bersumber dari luar negeri di atas, maka penghasilan yang digabungkan dengan penghasilan dalam negeri untuk tahun 2004 adalah butir a s/d c, sedangkan butir d digabungkan dengan penghasilan dalam negeri tahun 2005.

D.    Besarnya Kredit Pajak Luar Negeri yang boleh dikreditkan

Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan hanya atas pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari luar negeri, dan setinggi tingginya sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan pajak yang terutang  atas penghasilan kena pajak, atau setinggi-tingginya sama dengan pajak yang terutang atas penghasilan Kena Pajak dalam hal penghasilan Kena Pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.

Maksimum Kredit Pajak  =  Penghasilan LN     x   Pajak terhutang tahun berjalan
                                                          PKP

*Bandingkan antara “Maksimum Kredit Pajak dan  Pajak Yang Terutang/Dibayar di luar negeri” (pilih yang  terkecil).
Contoh :
PT Lestari berkedukan di Semarang, mempunyai penghasilan kena paja dari Indonesia sebesar Rp. 130.000.000,- dan penghasilan kena pajak dari Jepang sebesar Rp. 70.000.000,-. Hitunglah kredit pajak jika tarif yang berlaku di Jepang 10%.
PPh berdasarkan tarif Pasal 17 :
10%     x Rp.   50.000.000,-    =     5.000.000,-
15%     x Rp.   50.000.000,-    =     7.500.000,-
30%     x Rp. 100.000.000,-    =   30.000.000,-
PPh                                               42.000.000,-
PPh yang dibayar di Jepang  10% x 70.000.000,-  = Rp. 7.000.000,-
Bagian penghasilan di Korea :
( Rp. 70.000.000,-/Rp. 200.000.000,- ) x Rp. 42.500.000,-   = Rp. 14.875.000,-
Kredit pajaknya adalah mana yang lebih kecil antara PPh dibayar di luar negeri dengan bagian penghasilan di negara tersebut yaitu sebesar Rp. 7.000.000,-

F.    Mekanisme Pengkreditan PPh yang Dibayar di Luar Negeri

Menurut Keputusan Menteri Keuangan (164/KMK.03/2002)
1.      Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia.
2.      Pengkreditan PPh yang dibayar di Luar Negeri (PPh Pasal 24) dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.
3.      Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan maksimum sebesar jumlah yang lebih rendah di antara PPh yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dan jumlah yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri dan seluruh Penghasilan Kena Pajak, atau maksimum sebesar PPh yang terutang atas seluruh Penghasilan Kena Pajak dalam hal di dalam negeri mengalami kerugian (Penghasilan dari LN lebih besar dari jumlah Penghasilan Kena Pajak).
4.      Apabila penghasilan dari luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan PPh Pasal 24 dilakukan untuk masing-masing negara.
5.      Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang dikenakan PPh Final (Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ) dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri (Pasal 8 ayat (1 dan 4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ) tidak dapat digabungkan dengan penghasilan lainnya, baik yang diperoleh dari Dalam Negeri maupun dari Luar Negeri.
6.      Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan, kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan di tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan tidak dapat direstitusi.
7.      Untuk melaksanakan prengkreditan PPh Luar Negeri, wajib pajak wajib menyampaikan permohonan ke KPP bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh, dilampiri dengan ;
                                               i.            Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
                                              ii.            Foto kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri
                                            iii.            Dokumen pembayaran PPh di luar negeri.
8.      Atas permohonan wajib pajak, Kepala KPP dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran di atas, karena alasan-alasan di luar kekuasaan wajib pajak.
9.      Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, wajib pajak harus melakukan pembetulan SPT Tahunan yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen-dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
10.  Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan PPh kurang dibayar, maka atas kekurangan bayar tersebut tidak dikenakan sanksi bunga.
11.  Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan lebih bayar, maka atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.




G.    Pengurangan/pengembalian pajak penghasilan luar negeri

Dalam hal terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar di Luar Negeri, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil daripada kredit pajak Luar Negeri semula, maka selisihnya ditambahkan pada pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib pajak dalam negeri pada tahun terjadinya pengurangan atau pengembalian tersebut.

H.    Perubahan besarnya penghasilan luar negeri

Apabila terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, wajib pajak harus melakukan pembetulan SPT untuk tahun pajak yang bersangkutan dengan melampirkan dikumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
1.      jika karena perubahan tersebut, menyebabkan adanya tambahan penghasilan yang mengakibatkan pajak yang terutang atas penghasilan luar negeri menjadi lebih besar daripada yang dilaporkan dalam SPT tahunan, sehingga pajak yang terutang di Luar Negeri menjadi kurang bayar, maka terdapat kemungkinan pajak penghasilan di Indonesia juga kurang bayar. Sesuai dengan UU No. 28 tahun 2007 tentang ketentuan Umum dan tatacara perpajakan, apabila WP membetulkan sendiri SPT yang mengakibatkan pajak yang terutang menjadi lebih besar, maka kepadanya dikenakan bunga sebesar 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT terakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPT tersebut.
2.      Apabila karena pembetulan SPT tersebut, menyebabkan penghasilan dan pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri menjadi lebih kecil daripada yang dilaporkan dalam SPT tahunan, sehingga pajak di luar negeri lebih di bayar, yang akan mengakibatkan pajak penghasilan yang terutang di Indonesia menjadi lebih kecil, sehingga pajak penghasilan menjadi lebih dibayar. Atas kelebihan bayar pajak tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.

Contoh Soal PPh pasal 24

1.      PT ABC pada tahun 2006 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut:
Penghasilan beruba laba usaha di dalam negeri Rp300.000.000. Penghasilan berupa laba usaha dari negara A Rp200.000.000. Penghasilan berupa laba usaha dari negara B Rp400.000.000 dan rugi usaha dari negara C Rp250.000.000. Jika tarif pajak yang berlaku di negara A, B dan C masing-masing 20%, 30% dan 40%. Hitung PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia!
menghitung total penghasilan kena pajak:
penghasian dari DN                     Rp300.000.000
penghasilan dari neg A                Rp200.000.000
penghasilan dari negara B            Rp400.000.000
total penghasilan kena pajak        Rp900.000.000
menghitung total pajak terutang
10% x Rp50.000.000                   Rp    5.000.000
15% x Rp50.000.000                   Rp    7.500.000
30% x Rp800.000.000                 Rp240.000.000
Total pajak terutang                     Rp252.500.000
menhitung maksimal kredit pajak yang diperbolehkan:
di neg A = (200.000.000 : 900.000.000) x Rp252.500.000 = Rp  56.111.106
di neg B = (400.000.000 : 900.000.000) x Rp252.500.000 = Rp112.222.212
pajak yang dibayarkan atau terutang di LN:
di Negara A     20% x Rp200.000.000 =  Rp  40.000.000
di Negara B      30% x Rp400.000.000  =   Rp120.000.000
dari perhitungan di atas maka kredit pajak (PPh pasal 24) adalah:
dari Neg A           Rp  40.000.000
dari Neg B           Rp112.222.212
total                      Rp 152.222.212





























BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Pph pasal 22 merupakan pembayaran pph dalam tahun berjalaan yang di pungut oleh :
a)        Bendaharawan pemerintah baik pusat atau daerah , industry atau lembaga pemerintah dan lembaga lembaaga negar lainnya sehubungan dengan pembayaran ats penyerahan barang .
b)        Bahan bahan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenan dengan kegiatan di bidng impor atau kegiatan usaha dibidang lainnya.
c)        Wajib pajak badan yang melakukan penjuaan barang yang tergolong sangat mewah.

Pajak penghasilan pasal  23 merupakan pajak penghasilan  yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha  tetap  yang  berasal  dari  modal,  penyerahan  jasa,  atau  penyelenggaraan kegiatan  usaha  selain  yang  telah  dipotong  pajak  penghasilan  pasal  21,  yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. 
Besarnya tarif pajak penghasilan pasal 23 dibagi menjadi 3 kelompok: 1)sebesar  15%  untuk  penghasilan  berupa  dividen,  bunga,  royalti,  dan  hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya yang belum terkena pajak penghasilan pasal 21. 2) sebesar 2% untuk penghasilan yang diperoleh dari persewaan dan jasa. 3) apabila pada poin 1 dan 2 tidak memiliki NPWP, maka pajaknya sebesar 100%.
pajak yang dibayar atau terutang diluar negri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negri. PPh pasal 24 ini boleh dikreditkan terhadap total pajak penghasilan terutang dalam suatu tahun pajak.
Untuk memberikan perlakuan perpajakan yang sama antara penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negri dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh di Indonesia, maka besarnya pajak yang dibayarkan atau terutang diluar negri dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia tetapi tidak boleh melebihi besarnya pajak yang terutang atas seluruh penghasilan di Indonesia.

Penghitungan penghasilan kena pajak tidak termasuk penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negri melebihi jumlah kredit pajak yang diperkenankan, maka kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan pajak penghasilan yang terutang tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurangan sebagai biaya atau pengurangan penghasilan, dan tidak dapat dimintakan restitusi.







DAFTAR PUSTAKA
·         Mardiasmo. 2002. Perpajakan.  Yogyakarta: Andi Publisher
·         Waluyo. 2013. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat
·         Sumarsan, Thomas. 2012. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Indeks
·         Waluyo & Wirawan B. Ilyas. 2003. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba
Empat


No comments:

Judul Diunggulkan

JURNAL PENELITIAN PEMERIKSAAN AKUNTANSI - PEMERIKSAAN TERHADAP PIUTANG DAGANG

Pemeriksaaan Terhadap Piutang Dagang ( Account Receivable) Pada PT Bintang Baru Terus Jaya Oleh: Riza Marveni 1 Ri z ky Purnom...