
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr. Wb.
Segala
puji hanya milik Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan,
sehingga makalah yang berjudul “Hak dan
Kewajiban Wajib Pajak” telah
terselesaikan. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kehariban Nabi
Muhammad SAW, para sahabat dan orang-orang yang senantiasa meneladani Beliau.
Pada kesempatan
ini penulis mengucapkan termakasih kepada dosen mata kuliah Perpajakan yaitu Bapak
Rizki, S.Pd.,M.Ak atas penugasan dan bimbingan beliau dalam penyelesaian makalah ini.
Penulisan
makalah ini diharapkan memberikan manfaat kepada para pembaca mengenai
pentingnya mengetahui Hak dan Kewajiban Wajib Pajak,
sehingga dapat menambah khazanah ilmu dan meningkatkan pengetahuan mengenai hal
tersebut. Penulis menyadari, makalah ini kurang sempurna. Maka dari itu, kritik
dan saran dari para pembaca akan bermanfaat dalam perbaikan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
Balunijuk, 3 Januari 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................ iii
I.
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 5
1.3 Tujuan Pembahasan................................................................... 5
II.
Pembahasan
2.1 Pendaftaran dan Pengukuhan Pajak......................................... 6
2.2 Pelaporan Pajak......................................................................... 9
2.3 Pembayaran Pajak..................................................................... 13
2.4
Keberatan
dan Banding............................................................ 16
2.5
Restitusi
dan Imbalan Bunga.................................................... 18
2.6
Mengangsur
dan Menunda Pembayaran................................... 27
III.
Penutup
3.1. Kesimpulan............................................................................... . 31
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Dalam
bidang hukum, pembicaraan
mengenai hak dan kewajiban merupakan hal yang sangat penting. Ikatan pajak yang mengikat antara fiskus
dan wajib pajak melahirkan hak dan kewajiban diantara keduanya. Kewajiban dan
hak tersebut perlu diwujudkan. Hal itu karena seringkali hak dan kewajiban
saling berkaitan. Apa yang menjadi hak fiskus misalnya, bisa jadi berhadapan dengan kewajiban wajib
pajak. Atau sebaliknya, apa yang menjadi kewajiban dari fiskus juga berhadapan
dengan hak wajib pajak. Agar hak dan kewajiban itu dapat dipenuhi secara baik
dan seimbang maka kedua hal tersebut perlu diketahui.
Dalam kaitannya dengan hak dan kewajiban wajib pajak
beberapa kegiatan yang berkaitan dengan hal tersebut yaitu pendaftaran,
pengukuhan, pembayaran, pelaporan dan mengajukan banding. Kegiatan-kegiatan
yang diklasifikasikan kedalam hak dan kewajiban tersebut diatur sedemikian rupa
oleh otoritas yang berwenang sehingga tercapainya keserasian antara hak dan
kewajiban wajib pajak. Artinya, wajib pajak tidak boleh hanya menuntut haknya
untuk dilindungi, namun juga harus melaksanakan kewajibannya dengan baik agar
tercapainya kestabilan dan keseimbangan serta kelancaran proses pada sistem
perpajakan terkhusus di Indonesia. Salah satu contoh kegiatan yang termasuk
yaitu pembayaran pajak. Untuk melakukan pembayaran pajak, tata cara pembayaran, penyetoran pajak dan
pelaporannya serta tata cara mengangsur dan menunda pembayaran pajak diatur
dengan keputusan Menteri Keuangan. dengan adanya penentuan tata cara pembayaran
pajak, penyetoran pajak dan pelaporannya yang diatur dengan keputusan Menteri
Keuangan, demikian juga mengenai tata cara mengangsur dan menunda pembayaran
pajak diharapkan dapat mempermudah pelaksanaan pembayaran pajak dan
administrasinya. Aturan itu mesti diarahkan bagi sebesar-besarnya membantu
kelancaran pembayaran yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan besaran
masukan uang pajak bagi kas Negara.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
Makalah
ini membahas tentang :
1.
Tujuan pembuatan makalah?
2.
Bagaimana sistem pendaftaran dan pengukuhan pajak?
3.
Bagaimana sistem pelaporan pajak?
4.
Bagaimana sistem pembayaran pajak?
5.
Bagaimana mekanisme proses mengajukan keberatan dan banding?
6.
Apa yang dimaksud dengan restitusi dan imbalan bunga
serta bagaimana prosesnya?
7.
Bagaimana proses mengangsur dan menunda pembayaran pajak?
1.3 TUJUAN
PENULISAN
Tujuan
pembuatan makalah ini yaitu :
1.
Untuk memenuhi tugas
kuliah.
2.
Untuk menambah
pengetahuan mahasiswa tentang sistem pendaftaran dan pengukuhan pajak.
3.
Untuk mengetahui sistem pelaporan pajak.
4.
Untuk mengetahui sistem pembayaran pajak.
5.
Untuk mengetahui mekanisme proses mengajukan
keberatan dan banding.
6.
Untuk mengetahui
tentang pengertian
restitusi dan imbalan bunga serta
bagaimana prosesnya.
7.
Untuk mengetahui proses mengangsur dan menunda
pembayaran pajak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendaftaran dan Pengukuhan
a.
Kewajiban Mendaftarkan Diri
Menurut ketentuan Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007, setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan
subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan
kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. Demikian pula setiap wajib pajak
sebagai pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk
dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak. Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan
Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau mengukuhkan pengusaha kena pajak secara
jabatan apabila wajib pajak atau pengusaha kena pajak tidak melaksanakan
kewajibannya sebagaimana dimaksud.
Ketentuan tersebut mewajibkan setiap
wajib pajak untuk mendaftar. Hal ini sangat penting karena selain memudahkan
pemenuhan administrasi perpajakan, sekaligus dapat digunakan untuk identifikasi
wajib pajak yang bersangkutan, karna bagi wajib pajak yang sudah mendaftarkan
diri akan mendapatkan NPWP atau Nomor Pokok Wajib Pajak. Salah satu fungsi NPWP
adalah sebagai identitas wajib pajak, disamping menjaga ketertiban dalam
pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam pemenuhan
administrasi perpajakan, dokumen- dokumen yang disediakan sering kali memuat
kolam identitas wajib pajak. Pada kolom itulah NPWP wajib pajak yang
bersangkutan diletakkan.
Melihat ketentuan tersebut, yang mewajibkan
semua wajib pajak untuk mendaftarkan diri,
tentu saja hal ini berlaku bagi para pria maupun wanita. di dalam sistem perpajakan yang ada, bagi
pria dan wanita yang terikat perkawinan sebagai suami istri, pada prinsipnya
wajib pajaknya cukup satu yaitu suami. Akan tetapi kalau berdasarkan putusan
pengadilan misalnya mereka dinyatakan hidup terpisah, tentunya wanita yang
sudah kawin tersebut dikenakan pajak tersendiri sehingga juga wajib
mendaftarkan diri. Demikian halnya untuk suami istri yang di dalam perkawinannya
mengadakan perjanjian pemisahan harta kekayaan sehingga pemenuhan pajaknya
terpisah, maka istri juga mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri sebagai
wajib pajak.
Setiap wajib pajak sebagai pengusaha
yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN juga mempunyai kewajiban untuk
melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan
kepadanya diberikan NPPKP ( Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak). Pelaporan
tersebut dilakukan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat wajib pajak itu berdomisili. Demikian halnya apabila wajib
pajak itu berupa badan maka pelaporan itu dilakukan ke kantor Direktorat
Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat dimana wajib pajak badan
itu berkedudukan. Hal yang demikian menyebabkan pengusaha orang pribadi atau
badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha di wilayah beberapa kantor
Direktorat Jenderal Pajak mempunyai kewajiban melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak baik di kantor Direktorat Jenderal
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat berkedudukan
pengusaha maupun di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.
Fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
selain untuk mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya, juga
berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serta untuk pengawasan administrasi
perpajakan. Terhadap pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai Pengusaha
Kena Pajak tetapi tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak dikenakan sanksi sesuai Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan.
Apabila seseorang Wajib Pajak secara
sengaja tidak mendaftarkan diri, dan oleh karenanya dapat menimbulkan kerugian
bagi Negara, maka konsekuensinya adalah yang bersangkutan dikenakan ancaman
pidana karena telah melakukan pelanggaran tindak pidana di bidang perpajakan. Ancaman
hukuman tersebut menurut ketentuan Pasal 39 Ayat 1 Undang-Undang Tentang
Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan adalah pidana dengan pidana penjara paling singkat enam
bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Syarat-syarat
pendaftaran wajib pajak
1. Bagi wajib pajak orang pribadi yang
tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas misalnya karyawan, dokumen yang
diperlukan hanya berupa fotokopi KTP yang masih berlaku atau paspor ditambah
surat pernyataan tempat tinggal atau domisili dari yang bersangkutan khusus
bagi orang asing. untuk wajib pajak
orang pribadi yang mempunyai kegiatan usaha, persyaratan selain photo copy KTP
juga ditambah dengan surat pernyataan tempat kegiatan usaha atau usaha
pekerjaan bebas dari wajib pajak. Bentuk surat pernyataan telah ditentukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak.
2.
Bagi wajib pajak badan, dokumen yang diperlukan antara lain :
a. Fotokopi akte pendirian dan perubahan atau
surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk bentuk usaha tetap.
b. Fotokopi KTP yang masih berlaku atau
paspor ditambah surat pernyataan tempat tinggal atau domisili dari yang
bersangkutan khusus bagi orang asing, dari salah seorang pengurus aktif
fotokopi KTP pengurus ; dan
c. Surat pernyataan tempat kegiatan
usaha dari salah seorang pengurus aktif ( bentuk surat pernyataan telah
ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak)
3.
Bagi wajib pajak bendahara yang diperlukan antara lain :
a.
Fotokopi surat penunjukan sebagai bendahara; dan
b.Fotokopi
KTP bendahara
Kepada wajib pajak diberikan Surat
Keterangan Terdaftar (SKT) dan kartu NPWP yang paling lambat 1 hari kerja
setelah diterimanya permohonan secara lengkap. Perlu diketahui masyarakat bahwa
untuk pengurusan NPWP tersebut di atas tidak dipungut biaya apapun.
b.
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PPKP)
Setelah memperoleh NPWP, Wajib Pajak sebagai
pengusaha yang dikenakan PPN wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada KPP, KP4/KP2KP
atau dapat pula dilakukan secara online
melalui e-registration. Dalam rangka
pengukuhan sebagai PKP tersebut, maka akan dilakukan penelitian setempat
mengenai keberadaan dan kegiatan usaha yang bersangkutan. Dengan dikukuhkannya
pengusaha sebagai PKP, maka atas penyerahan barang kena pajak atau jasa kena
pajak wajib diterbitkan faktur pajak.
2.2 Pelaporan
Sebagaimana
ditentukan dalam Undang-Undang Perpajakan, Surat Pemberitahuan (SPT) mempunyai
fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak di dalam melaporkan dan
mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang.
Selain itu, SPT berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak baik
yang dilakukan wajib pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan
pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga, melaporkan harta dan
kewajiban, serta pembayaran dari
pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang telah
dilakukan. Sehingga SPT mempunyai makna yang cukup penting, baik bagi wajib
pajak maupun aparatur pajak. Pelaporan pajak disampaikan ke KPP atau KP4 KP2KP
dimana wajib pajak terdaftar.
SPT dapat dibedakan sebagai berikut
:
1. SPT masa, yaitu SPT yang digunakan
untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak bulanan. Ada beberapa SPT masa
antara lain :
a.
PPh Pasal 21
b.
PPh Pasal 22
c.
PPh Pasal 23
d.
PPh Pasal 25
e.
PPh Pasal 26
f.
PPh Pasal 4 (2)
g.
PPh Pasal 15
h.
PPN dan PPnBM dan
i.
Pemungutan PPN
2. SPT tahunan, yaitu SPT yang digunakan
untuk pelaporan tahunan. ada beberapa
jenis SPT tahunan antara lain :
a.
Badan
b.
Orang pribadi
c.
Pasal 21
Saat ini, khusus untuk SPT masa PPN
sudah dapat disampaikan secara elektronik (online)
melalui aplikasi e-filing. Dalam
waktu dekat penyampaian SPT tahunan PPh dapat dilakukan secara online melalui
aplikasi e-SPT.
Keterlambatan pelaporan untuk SPT masa
PPn dikenakan denda sebesar Rp500.000 (lima ratus ribu rupiah), dan untuk SPT
masa lain nya dikenakan denda sebesar 100.000.00 (seratus ribu rupiah).
Sedangkan untuk keterlambatan SPT tahunan PPh orang pribadi ( khususnya mulai
tahun 2008) dikenakan denda sebesar Rp100.000 (seratus ribu rupiah) dan SPT
tahunan PPh badan dikenakan denda sebesar Rp1.000.000 (satu juta rupiah)
2.3 Pembayaran Pajak
Dalam sistem Self Assessment wajib pajak harus memperhitungkan,
membayar dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya ke Kantor Pelayanan
Pajak atau kantor penyuluhan pajak. Pembayaran pajak dilakukan dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak atau SSP untuk pelaporan menggunakan Surat
Pemberitahuan atau SPT.
Surat Setoran
Pajak adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan pembayaran
atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui kantor pos dan atau
Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat
pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
SSP dibagi menjadi dua yaitu :
1. SSP Standar adalah surat yang oleh Wajib
Pajak digunakan atau berfungsi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak
yang terutang ke kantor penerima pembayaran dan digunakan sebagai bukti
pembayaran.
2. SSP khusus adalah bukti pembayaran
atau penyetoran pajak terutang ke kantor penerima pembayaran kantor penerima
pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi atau alat lainnya yang isinya
sesuai dengan yang ditetapkan dalam keputusan Dirjen Pajak dan mempunyai fungsi
yang sama dengan SSP standar dalam administrasi perpajakan.
Wajib Pajak dapat mengadakan sendiri SSP
standar sepanjang bentuk ukuran dan isinya sesuai dengan ketentuan. Satu SSP
standar maupun SSP khusus hanya dapat digunakan untuk pembayaran satu jenis
pajak dan untuk masa pajak dan satu tahun pajak atau ketetapan pajak dengan
menggunakan satu kode MAP dan satu kode jenis setoran.
SSP standar digunakan untuk pembayaran
semua jenis pajak baik yang bersifat final maupun yang bukan final kecuali
setoran Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. SSP
khusus dicetak oleh kantor penerima pembayaran yang telah mengadakan kerjasama Monitoring
Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) dengan Dirjen
Pajak. SSP khusus hanya dapat digunakan
untuk pembayaran pajak oleh Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP. Kantor
penerima pembayaran diperkenankan melayani pembayaran atau penyetoran pajak
dengan menggunakan SSP khusus setelah mendapatkan persetujuan khusus dari Dirjen
pajak. Fungsi utama SSP merupakan
formulir yang digunakan sebagai sarana untuk membayar pajak dan merupakan bukti
pembayaran pajak.
Tempat Pembayaran Pajak
1.
Kantor pos
2.
Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah
3.
Tempat lain yang telah ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Batas Waktu Pembayaran
Pajak
Undang-Undang
Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan menyatakan bahwa:
1. Menteri Keuangan menentukan tanggal
jatuh tempo dan pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat
atau masa pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling lambat 15 hari setelah
terutangnya pajak atau masa pajak berakhir.
2. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang
berdasarkan Surat Pemberitahuan tahunan harus dibayar lunas paling lambat
tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak atau bagian tahun pajak berakhir,
sebelum Surat Pemberitahuan itu disampaikan.
3. Apabila pembayaran atau penyetoran
pajak dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak,
dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dihitung dari
jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan
dihitung penuh satu bulan.
4. Surat
Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Keterangan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah
harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan.
5. Direktur Jenderal pajak atas
permohonan wajib pajak dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk
mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran paling
lambat 12 bulan, yang pelaksanaannya ditetapkan dengan keputusan Direktur
Jenderal Pajak.
Pembayaran
pajak dapat dikelompokkan menjadi :
1. Pembayaran masa
2. Pembayaran kekurangan pajak setelah
berakhirnya tahun pajak atau bagian tahun pajak
3. Pembayaran karena adanya Surat
Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding.
Untuk melakukan
pembayaran pajak tersebut, tata cara
pembayaran, penyetoran pajak dan pelaporannya serta tata cara mengangsur dan
menunda pembayaran pajak diatur dengan keputusan Menteri Keuangan. Dengan
adanya penentuan tata cara pembayaran pajak, penyetoran pajak dan pelaporannya
yang diatur dengan keputusan Menteri Keuangan, demikian juga mengenai tata cara
mengangsur dan menunda pembayaran pajak diharapkan dapat mempermudah
pelaksanaan pembayaran pajak dan administrasinya. Aturan itu mesti diarahkan
bagi sebesar-besarnya membantu kelancaran pembayaran yang pada gilirannya akan
dapat meningkatkan besaran masukan uang pajak bagi kas negara.
2.3 Keberatan
dan Banding
a. Keberatan
Dalam
memahami dan menginterpretasikan ketentuan yang berlaku, bisa jadi ada
perbedaan antara satu pihak dengan pihak yang lain. Demikian pula dalam bidang
pajak, bisa saja muncul perbedaan penafsiran, antara pihak pemerintah sebagai
fiskus dengan pihak rakyat sebagai wajib pajak. Perbedaan pemahaman dan
penafsiran tersebut dapat mengakibatkan adanya penghitungan pajak yang berbeda.
Apabila wajib pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan
atau pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya, maka wajib pajak dapat
mengajukan keberatan hanya kepada Direktorat Jenderal Pajak. Keberatan yang
diajukan adalah terhadap materi atau isi ketetapan pajak, yaitu jumlah rugi
berdasarkan ketentuan undang-undang perpajakan, jumlah besarnya pajak, pemotongan atau pemungutan pajak. Keberatan
tersebut harus diajukan terhadap satu jenis pajak dan satu tahun pajak sehingga
apabila diajukan keberatan untuk jenis pajak yang sama, tetapi tahun pajaknya
berbeda, maka masing-masing diajukan secara terpisah (dalam dua buah surat
keberatan). Demikian pula halnya untuk dua jenis pajak berbeda dalam tahun
pajak yang sama, juga diajukan secara terpisah. Misalnya keberatan untuk Pajak
Penghasilan Tahun Pajak 2003 dan Tahun Pajak 2004 harus diajukan masing-masing
dalam satu surat keberatan tersendiri.
1)
Hal-hal yang dapat diajukan keberatan
Wajib pajak
dapat mengajukan keberatan atas :
a)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB)
b)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT)
c)
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
(SKPLB)
d)
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), dan
e)
Pemotongan atau Pemungutan ole Pihak
Ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakans
2)
Ketentuan Pengajuan Keberatan
Keberatan
diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
setempat, yang wilayah hukumnya meliputi tempat di mana wajip pajak berada atau
berkedudukan, dengan syarat :
a)
Diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia.
b)
Menyebutkan jumlah pajak yang terutang
atau jumlah pajak yang dipotong/dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan
WP dan disertai alasan-alasan yang jelas.
c)
Satu keberatan harus diajukan untuk satu
jenis pajak dan satu tahun/masa pajak. Pengajuan keberatan tidak menunda pajak
dan keberatan yang tidak memenuhi syarat, dianggap bukan surat keberatan,
sehingga tidak diproses.
d)
Dalam hal wajib pajak mengajukan
keberatan atas surat ketetapan pajak, wajib pajak wajib melunasi pajak yang
harus dibayar paling sedikit sejumlah yang disetujui wajib pajak dalam
pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
Ketetapan
tersebut perlu diperhatikan karena keberatan yang tidak memenuhi persyaratan
seperti itu, tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak
dipertimbangkan. Apabila diminta oleh wajib pajak untuk keperluan pengajuan
keberatan, Direktur Jenderal Pajak memberikan keterangan secara tertulis
hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, pemotongann atau
pemungutan pajak.
3)
Jangka Waktu Pengajuan Keberatan
Wajib
pajak dapat mengajukan keberatan dalam jangka waktu lebih dari 3 (tiga) bulan
sejak tanggal SKPKB, SKPKBT,SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan
pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.
a)
Surat keberatan yang disampaikan
langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB,
SKPKBT, SKPLB, SKPN, atau sejak
dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan
diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.
b)
Surat keberatan yang disampaikan melalui
pos (harus dengan pos tercatat), jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak
tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, atau
sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal
tanda bukti pengiriman melalui kantor pos dan giro.
Apabila
ternyata bahwa batas waktu 3 (tiga) bulan tersebut tidak dapat dipenuh oleh
wajib pajak karena keadaan di luar kekuasaan wajib pajak (force majeure),
maka tenggang waktu selama 3 (tiga) bulan tersebut masih dapat dipertimbangkan
untuk diperpanjang oleh Direktur Jenderal Pajak. Keleluasaan waktu tersebut
memang bisa jadi sangat dibutuhkan oleh wajib pajak untuk mengumpulkan bahan,
dokumen, catatan dan semua hal yang berkaitan dengan keberatan yag diajukannya.
Tidak hanya itu, bahkan agar wajib pajak dapat menyusun keberatan dengan
alasan-alasan yang kuat, wajib pajak diberi hak untuk meminta dasar-dasar
pengenaan, pemotongan atau pemungutan pajak yang telah ditetapkan. Sebaliknya,
Direktur Jenderal Pajak berkewajiban memenuhi permintaan tersebut.
Akan
tetapi, dalam ketentuan yang baru dapat terlihat betapa wajib pajak diposisikan
lebih kuat dibanding sebelumnya. Dalam ketentuan yang baru juga disebutkan
bahwa “Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) atas jumlah pajak
yang belum dibayar pada saat pengajua keberatan, tertangguh sampai dengan 1
(satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.” Dengan
demikian jangka waktu pelunasan pajak yang ditetapkan dalam surat tagihan,
SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan
Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah, menjadi tertangguh begitu ada keberatan.
4)
Penyelesaian Keberatan
Direktur
jenderal pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak
tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan
yang diajukan. Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) telah lewat dan
Direktorat Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang
diajukan tersebut dianggap diterima. Keputusan keberatan dapat berupa menerima
seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak
terutang.
5)
Permintaan
Penjelasan/pemberian Keterangan Tambahan
Permintaan
penjelasan/pemberian keterangan tambahan dapat dilakukan dengan tata cara
sebagai berikut :
a)
Untuk keperluan pengajuan keberatan, WP
dapat meminta penjelasan/keterangan tambahan dan kepala KPP wajib memberikan
penjelasan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan, pemotongan,
atau pemungutan.
b)
WP dapat mennyampaiakn alasan tambahan
atau penjelasan tertulis sebelum surat keputusan keberatannya diterbitkan.
b. Banding
Apabila wajib pajak tidak atau belum puas dengan
keputusan yang diberikan atas keberatan, wajib pajak dapat mengajukan banding
kepada Badan Peradilan Pajak, dengan syarat :
a)
Tertulis dalam bahasa Indonesia
b)
Dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak
keputusan atas keberatan diterima
c)
Mengemukakan alasan yang jelas
d)
Dilampiri salinan surat keputusan atas
keberatan
e)
Terhadap satu keputusan diajukan satu
surat banding, dan
f)
Jumlah pajak yang terutang dimaksud
telah dibayar sebesar 50%
Pengajuan
permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan
penagihan pajak. Putusan pengadilan pajak bukan merupakan keputusan tata usaha
negara. Apabila permohonan banding ditolak ataupu dikabulkan sebagian, wajib
pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100 % dari jumlah pajak
berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembyaran pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan. Apabila
pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya,
sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam SKPKB dan SKPKBT telah dibayar
yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran pajak
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua Persen) sebulan,
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran pajak
sampai dengan diterbitkannya keputusan keberatan atau putusan banding, dengan
ketentuan sebagai berikut :
a)
untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dihitung sejak tanggal
pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya
Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali,
atau
b)
untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dihitung sejak tanggal penerbitan surat
ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya
Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan
Kembali
Imbalan
bunga sebagaimana tersebut di atas juga diberikan atas Suray Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan
Pembatalan Ketetapan Pajak yang dikabulkan sebagian atau seluruhya menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak dengan ketentuan sebagai berikut :
a)
Untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dihitung sejak tanggal
pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan
diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan
Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak;
b)
Untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dihitung sejak tanggal penerbitan surat
ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan
Ketetapan Pajak; atau
c)
Untuk Surat Tagihan Pajak dihitung sejak
tanggal pembayaran yang yang menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan
Pembatalan Ketetapan Pajak
Selain
itu, imbalan bunga sebagaimana tersebut di atas juga diberikan atas pembayaran
lebih sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat
(1) berdasarkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat
Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat diterbitkan Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang
mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan wajib pajak (Pasal 27 dan Pasal
27A Undang-Undang tentang KUTAP).
Tata
cara penghitungan Pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dan pemberian imbalan bunga diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan untuk membuat aturan pelaksana lebih lanjut.
2.4 Restitusi
Dan Imbalan Bunga
a. Restitusi
Pengembalian
kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah kredit pajak atau
jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau
telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan
WP tidak punya hutang pajak lain.
1)
Tata Cara Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Pajak
a)
Wajib pajak (WP) dapat mengakui
permohonan restitusi ke direktur jenderal pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) setempat.
b)
Direktur jenderal pajak setelah
melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
dalam hal :
1)
Untuk PPh, jika jumlah kredit pajak
lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran
pajak yang seharusnya tidak terutang.
2)
Untuk PPN, jika jumlah kredit pajak
lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran
pajak yang seharusnya tidak terutang. Apabila terdapat pajak terutang yang
dipungut oleh pemungut PPN, maka jumlah pajak yang terutang adalah jumlah pajak
keluaran setelah dikurangi pajak yang dipungut oleh pemungut PPN tersebut.
3)
Untuk PPnBM, jika pajak yang dibayar
lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran
pajak yang tidak seharusnya terutang.
c)
SKPLB diterbitkan oleh direkturat
jenderal pajak paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak permohonan diterima
secara lengkap, kecuali untuk kegiatan tertentu ditetapkan lain dengan
keputusan direkturat jenderal pajak.
d)
Apabila dalam jangka waktu 12 bulan
sejak permohonan restitusi, direkturat jenderal pajak tidak memberikan
keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan dan SKPLB diterbitkan dalam
waktu paling lambat 1 (satu) bulan setelah jangka waktu terakhir.
2)
Pengembalian Pendahuluan
Pengembalian
pendahuluan dapt dilakukan dengan tata cara sebagai berikut :
a)
WP dengan kriteria tertentu dapat
mengajukan restitusi dan direkturat jenderal pajak dapat menerbitkan Surat
Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
b)
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak untuk wajib pajak tertentu.
c)
Wajib pajak dengan kriteria tertentu
adalah WP yang ditetapkan oleh direkturat jenderal pajak dengan syarat :
1)
SPT disampaikan tepat waktu dalam 2
(dua) tahun terakhir
2)
Dalam tahun terakhir penyampaian SPT
Masa yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis
pajak dan tidak berturut-turut. Untuk SPT Masa yang terlambat tersebut harus
telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa untuk masa
pajak berikutnya.
3)
Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk
semua jenis pajak kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajak dan tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang
diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir.
4)
Tidak pernah dijatuhi hukuman tindak
pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.
5)
Laporan keuangan diaudit oleh akuntan
publik atau BPKP dengan :
(1)
Pendapat wajar tanpa pengecualian atau
pendapat wajar dengan pengecualian, sepanjang pengecualian tersebut tidak
mempengaruhi laba rugi fiskal, serta
(2)
Laporan audit disusun dalam bentuk
jangka panjang (long form report) serta menyajikan rekonsiliasi laba
rugi komersial dan fiskal.
d)
Wajib pajak yang laporan keuangannya
tidak diaudit akuntan publik juga dapat mengajukan permohonan untuk ditetapkan
sebagai wajib pajak kriteria tertentu paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum
tahun buku berakhir, dengan syarat memenuhi kriteria pada angka 3 huruf a, b,
dan c, d (di atas) ditambah dengan syarat :
1)
Dalam 2 (dua) tahun pajak terakhir
meyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 Undang-Undang
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
2)
Apabila dalam 2 (dua) tahun terakhir
terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan pajak, maka koreksi fiskal
untuk setiap jenis pajak yang terutang tidak lebih dari 10 % (sepuluh persen)
e)
Kepala kantor wilayah DJP atas nama
direkturat jenderal pajak menetapkan wajib pajak yang memenuhi kriteria
tertentu setiap bulan Januari dan berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun.
f)
Wajib pajak penghitungan jumlah
peredaran usahanya mudah diketahui karena berkaitan dengan pengenaan cukai
sepanjang memenuhi persyaratan WP kriteria tertentu, dapat diberikan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN.
g)
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak diterbitkan paling lambat 3 (tiga) bulan untuk PPh dan 1 (satu)
bulan untuk PPN, sejak permohonan diterima lengkap.
h)
Direkturat jenderal pajak dapat
melakukan pemeriksaan dan menerbitkan surat ketetapan pajak berupa SKPKB,
SKPLB, atau SKPN dalam jangka waktu 10 tahun, terhadap WP yang telah memperoleh
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
i)
SKPKB yang diterbitkan ditambah dengan
sanksi administrasi kenaikan 100 % dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.
Batas
akhir pemeriksaan SPT lebih bayar tertunda bila terhadap wajib pajak dilakukan
pemeriksaan bukti permulaan. Kemudian wajib pajak yang dapat diberikan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak diperluas, yaitu :
a)
Wajib pajak orang pribadi yang tidak
menjalankan usaha atau ekerjaan bebas
b)
Wajib pajak orang pribadi yang
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah
lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu
c)
Wajib pajak badan dengan jumlah
peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu, dan
d)
Pengusaha kena pajak yang menyampaikan
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan dan
jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu
b. Imbalan Bunga
Wajib Pajak
berhak atas imbalan bunga dalm hal :
1)
Imbalan bunga karena keterlambatan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak
Imbalan
bunga yang terkait degan Pph, PPN, dan PpnBM untuk Masa Pajak, Bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya diberikan kepada wajib pajak dalam
hal terdapat :
a)
Keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasa 11 ayat (3) Undang-Undang KUP. Imbalan
bunga karena keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak ini
diberikan sebesar 2% per bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak, yang
dihitung sejak batas waktu penerbitan SKPKPP atau SKPPIB berakhir sampai dengan
tanggal penerbitan SKPKPP atau SKPPIB. Batas waktu penerbitan SKPKPP atau
SKPPIB paling lama satu bulan sejak :
(1)
Permohonan Pengembaian kelebihan
pembayaran pajak diterima sehubungan dengan diterbitkannya SKPLB sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP
(2)
Diterbitkan SKPLBsebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 17B Undang-Undang KUP
(3)
Diterbitkan SK Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C atau Pasal 17D
Undang-Undang KUP, termasuk untuk Wajib Pajak risiko rendah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN
Barang dan Jasa dan PpnBM sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
(4)
Diterbitkan SK keberatan, SK Pembetulan,
SK pengurangan Sanksi Administrasi, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, SK
Pembatalan Ketetapan Pajak, atau SKPIB, yang meneyebabkan kelebihan pembayaran
pajak, atau
(5)
Diterima Putusan banding atau Putusan
Peninjauan Kembali oleh kantor DJP yang berwenang melaksanakan putusan
pengadilan, yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.
b)
Keterlambatan penerbitan SKPLB
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (3) Undang-Undang KUP. Imbalan bunga karena
keterlambatanan penerbitan SKPLB ini diberikan sebesar 2 % per bulan dari
jumlah kelebihn pembayaran pajak yang dihitung sejak jangka waktu 1 bulan untuk
penerbitan SKPLB sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 17B ayat (2)
Undang-Undang KUP berakhir sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar
c)
Keterlambatan penerbitan SKPLB
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (4) Undang-Undang KUP. Imbalan bunga
karena keterlambatan penerbitan SKPLB ini diberikan sebesar 2 % per bulan dari
jumlah kelebihan pembayaran pajak, untuk paling lama 24 bulan yang dihitung
sejak jangkawaktu 12 bulan sejak tanggal surat permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak diterima secara lengkap berakhir sampai dengan saat
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
d)
Kelebihan pembayaran pajak karena
pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali,
terkait dengan SKPKB, SKPKTB, SKPLB yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya
sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 27A ayat (1) Undang-Undang KUP. Imbalan bunga
atas kelebihan pembayaran pajak ini diberikan terbatas pada kelebihan
pembayaran pajak karena :
(1)
Pengajuan keberatan, permohonan banding,
atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya atas
SKPKB yang seluruhnya tidak disetujui oleh Wajib Pajak dalam PAHP yang
diterbitkan atas SPT yang menyatakan lebih bayar. Imbalan bunga diberikan
sebesar 2% per bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak berdasarka SK
Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali.
(2)
Pengajuan keberatan, atau permohonan
peninjauan kembali dikabulkan sebagia atau seluruhnya atas SKPN yang tidak
disetujui oleh Wajib Pajak dalam PAHP yang diterbitkan atas SPT yang menyatakan
lebih bayar. Imbalan bunga diberikan sebesar
2 % per bulan untuk paling lama 4
bulan dari jumlah kelebihan pembayaran paja berdasarkan SK Keberatan, Putusan
Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, yang dihitung sejak tanggal
penerbitan SKPN sampai dengan diterbitkannya SK Keberatan, Putusan Banding, atau
Putusan Peninjauan Kembali.
(3)
Pengajuan keberatan, permohonan banding,
atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya atas
SKPLB. Imbalan bunga diberikan sebesar 2 % per bulan untuk paling lama 24 bulan
dari jumlah kelebihan pembayaran pajak berdasarkan SK Keberatan, Putusan
Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, yang dihitung sejak tanggal
penerbitan SKPLB sampai dengan diterbitkannya SK Keberatan, Putusan Banding,
atau Putusan Peninjauan Kembali.
(4)
Permohonan peninjauan kembali dikabulkan
atas Putusan Bandingnya menyebabkan jumlah pajak yag masih harus dibayar
bertambah. Imbalan bunga diberikan sebesar 2 % per bulan dari jumlah kelebihan
pembayara pajak, untuk paling lama 24 bulan yang dihitung sejak tanggal
pembayaran berdasarkan Putusan Banding sampai dengan diterbitkannya Putusan
Peninjauan Kembali.
e)
Kelebihan pembayaran pajak karena SK
Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, atau SK Pembatalan Ketetapan Pajak
yang mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27A ayat (1a) Undang-Undang KUP, kecuali :
a)
Kelebihan pembayaran pajak karena SK
Pembetulan yang terkait dengan Persetujuan Bersama
b)
Kelebihan pembayaran pajak karena SK
Pembatalan Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf d
Undang-Undang KUP
c)
Imbalan bunga diberikan sebesar 2 % per
bulan untuk paling lama 24 bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak yang
dihitung sejak :
(1)
Tanggal pembayaran yang menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya SK Pembetulan, SK
Pengurangan Ketetapan Pajak, atau SK Pembatalan Ketetapan Pajak, untuk SKPKB
dan SKPKBT;
(2)
Tanggal penerbitan SKPN dan SKPLB,
sampai dengan diterbitkannya SK Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak,
atau SK Pembatalan Ketetapan Pajak;
(3)
Tanggal pembayaran yang menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak sampai dengan ditrbitkannya SK Pembetulan, SK
Pengurangan Ketetapan Pajak, atau SK Pembatalan Ketetapan Pajak, untuk Surat
Tagihan Pajak
f)
Kelebihan pembayaran sanksi administrasi
berupa denda Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP dan/atau bunga Pasal 19 ayat (1)
Undang-Undang KUP karena SK Pengurangan Sanksi Administrasi atau SK Penghapusan
Sanksi Administrasi sebagai akibata diterbitkan SK Keberatan, Putusan Banding,
atau Putusan Peninjaua Kembali yang mengabulkan sebagian atau seluruh permohoan
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat (2) Undang-Undang KUP.
Imbalan bung diberikan sebesar 2 % per
bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak, untuk paling lama 24 bulan yang
dihitung sejak tanggal pembayaran pajak yang menyebabkan kelebihan pembayaran
sanksi administrasi sampai dengan diterbitkannya SK Pengurangan Sanksi
Administrasi atau SK Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat diterbitkan
SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
2)
Imbalan bunga karena keberatan, banding
atau peninjauan kembali
imbalan
bunga diberikan berkenaan dengan SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali dalam SKPKB, SKPKBT, SKPN atau SKPLB yang telah dibayar
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.
Pasal
27A ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa apabila penagajuan keberatan,
permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau
seluruhnya, selama pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam
SKPKB, SKPKBT, SKPN, dan SKPLB yang teah dibayar menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak, kelebihan pembayaran dimkasud dikembalikan dengan ditambah
imbalan bunga sebesar 2 % per bulan untuk paling lama 24 bulan dengan ketentuan
sebagai berikut :
a)
Untuk SKPKB dan SKPKBT dihitung sejak
tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan
diterbitkannya SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali;
atau
b)
Untuk SKPN dan SKPLB dihitung sejak tanggal
penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya SK Keberatan,
Putusan Banding,, atau Putusan Peninjauan Kembali.
3)
Imbalan bunga karena Pembetulan,
Pengurangan Ketetapan Pajak atau Pembatalan Ketetapan Pajak
Wajib
pajak mengajukan permohonan pembetulan, pengurangan, atau pembatalan atas surat
ketetapan pajak atau STP yang keputusannya mengabulkan sebagian atau
seluruhnya, selama jumlah pajak yang masih harus dibayar sebagaimana yang
dimaksud dalam surat ketetapan pajak atau STP telah dibayar menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran dimaksud dikembalikan
dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% per bulan untuk paling lama 24 bulan.
Pasal
27A ayat (1a) Undang-Undang KUP mengatur bahwa imbalan bunga sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) juga diberikan atas SK
Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak atau SK Pembatalan Ketetapan Pajak
yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya menyebabkan kelebihan pembayaran pajak
dengan ketentuan sebagai berikut :
a)
Untuk SKPKB dan SKPKBT dihitung sejak
tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan
diterbitkannya SK Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, atau SK
Pembatalan Ketetapan Pajak
b)
Untuk SKPN dan SKPLB dihitung sejak
tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya SK
Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, atau SK Pembatalan Ketetapan Pajak
c)
Untuk STP dihitung sejak tanggal
pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan
diterbitkannya SK Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, atau SK
Pembatalan Ketetapan Pajak
4)
Imbalan Bunga karena Pengurangan Sanksi
Administrasi atau Penghapusan Sanksi Administrasi akibat dikabulkannya
Keberatan, Banding, atau Peninjauan Kembal.
Pasal
27Aayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa imbalan bunga sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) juga diberikan atas pembayaran lebih sanksi administrasi berupa
denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) dan/atau bunga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) berdasarkan SK Pengurangan Sanksi Administrasi
atau SK Penghapusan Sanksi Administrasi
sebagai akibat diterbitkan SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali yang mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan Wajib
Pajak.
2.4 Mengangsur
dan menunda pembayaran
Adakalanya wajib pajak mengalami
kesulitan di dalam pemenuhan kewajiban pembayaran pajak secara tunai pada waktu
yang ditentukan. Kesulitan tersebut dapat saja terjadi misalnya karena wajib
pajak mengalami kesulitan likuiditas pada waktu itu dan baru akan memperoleh
uang tunai beberapa waktu kemudian. Untuk itu dalam ketentuan pajak
dimungkinkan kepadanya diberikan kesempatan untuk mengajukan permohonan agar
dapat membayar pajak dengan menggunakan angsuran ataupun menunda pembayaran
pajak. Ketentuan tersebut dituangkan dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang
tentang KUTAP yang memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk mengatur
lebih lanjut. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 606/KMK.04/1994 tanggal 21
Desember 1994 tentang penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran
pajak, tempat pembayaran pajak, tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan
pajak, serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak, yang
ditindaklanjuti dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-53/PJ/1995
tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Angsuran dan Penundaan Pembayaran
Pajak, mengatur mengenai pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak.
Menurut ketentuan tersebut, wajib pajak
dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengangsur atau menundaa
pembayaran pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang terutang
bertambah, kepada Direktur Jenderal Pajak dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan
Pajak tempat wajib pajak terdaftar dengan menggunakan formulir yang tersedia.
Surat Permohonan wajib pajak tersebut harus diajukan sebelum saat jatuh tempo pembayaran
utang pajak berakhir kecuali dalam hal wajib pajak mengalami keadaan di luar
kekuasaannya, dapat diajukan setelah batas waktu tersebut, disertai alasan dan
jumlah pembayaran yang dimohon diangsur atau ditunda dan dilampiri dengan
bukti-bukti untuk menguatkan alasan
permohonannya. Atas setiap permohonan diberikan bukti penerimaan.
Wajib pajak yang mengajukan permohonan
angsuran dan/atau penundaan pembayaran pajak harus bersedian memberikan jaminan
kecuali apabila Kepala Kantor Pelayanan Pajak menganggap tidak perlu. Bentuk
jaminan sebagaimana dimaksud dapat berupa bank garansi, perhiasan, kendaraan
bermotor (Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor), sertifikat tanah dan gadai dari
barang bergerak lainnya, serta penyerahan hak milik secara kepercayaan (fiduciare
eigendoms overdracht ), hipotek, dan penanggungan utang oleh pihak ketiga (borgstelling).
Kepala Kantor Pelayanan Pajak, setelah
mempertimbangkan alasan-alasan yang diajukan oleh wajib pajak, menerbitkan
keputusan yang dapat berupa menerima seluruhnya, menerima sebagian atau menolak
permohonan wajib pajak. Apabila permohonan wajib pajak diterima seluruhnya atau
sebagian maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak akan menerbitkan :
a)
Surat Keputusan Angsuran Pembayaran
Pajak dengan masa angsuran paling lama 12 (dua belas) bulan sejak
diterbitkannya keputusan tersebut dengana jumlah angsuran yang sama besarnya,
paling banyak 1 (satu) kali dalam satu bulan, atau
b)
Surat Keputusan Penundaan Pembayaran
Pajak dengan masa penundaan paling lama 12 (dua belas) bulan sejak
diterbitkannya keputusan tersebut.
Dalam
hal permohonan wajib pajak ditolak maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak
menerbitkan Surat Keputusan Penolakan Angsuran atau Surat Keputusan Penolakan
Penundaan Pembayaran Pajak. Dalam Surat Keputusan Angsuran Pembayaran Pajak
dicantumkan jumlah angsuran, jumlah bunga dan tanggal pembayaran. Sementara itu
di dalam Surat Keputusan Angsuran Pembayaran Pajak dicantumkan jumlah utan
pajak, jumlah bunga dan tanggal pelunasan. Jumlah bunga sebagaimana dimaksud, yaitu
sebesar 2% (dua persen) sebulan dan bagian dari bulan dihitung penuh satu
bulan. Apabila ternyata bahwa ketentuan mengenai jumlah angsuran dan tanggal
yang tercantum dalam Surat Keputusan Angsuran Pembayaran Pajak atau Surat
Keputusan Penundaan Pembayaran Pajak tidak dipenuhi oleh Wajib Pajak
sebagaimana mestinya maka dapat dilaksanakan tindakan penagihan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat
Paksa.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pajak
adalah iuran kepada negara (yang dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayar nya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi
kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.
Pembangunan nasional adalah
kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun
spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak
memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan.
Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara
dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam
negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna
bagi kepentingan bersama.
Dalam
bidang hukum, pembicaraan mengenai hak dan kewajiban merupakan hal yang sangat
penting. Ikatan pajak yang mengikat antara fiskus dan wajib pajak melahirkan
hak dan kewajiban diantara keduanya. Kewajiban dan hak tersebut perlu
diwujudkan. Kegiatan-kegiatan yang diklasifikasikan kedalam hak dan kewajiban
tersebut diatur sedemikian rupa oleh otoritas yang berwenang sehingga tercapainya
keserasian antara hak dan kewajiban wajib pajak. Artinya, wajib pajak tidak
boleh hanya menuntut haknya untuk dilindungi, namun juga harus melaksanakan
kewajibannya dengan baik agar tercapainya kestabilan dan keseimbangan serta
kelancaran proses pada sistem perpajakan terkhusus di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Suandy E. 2005. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Pudyatmoko S. 2009. Pengantar Hukum Pajak. Yogyakarta: ANDI.
Prasetyono DS. 2012. Buku Pintar Pajak.
Jakarta Selatan: Laksana
No comments:
Post a Comment