Terima Kasih Telah Berkunjung Ke MAKALAH UBB

Friday, May 5, 2017

MAKALAH PERPAJAKAN - HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK



KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala puji hanya milik Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan, sehingga makalah yang berjudul  Hak dan Kewajiban Wajib Pajaktelah terselesaikan. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kehariban Nabi Muhammad SAW, para sahabat dan orang-orang yang senantiasa meneladani Beliau.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan termakasih kepada dosen mata kuliah Perpajakan yaitu Bapak Rizki, S.Pd.,M.Ak atas penugasan dan bimbingan beliau dalam penyelesaian  makalah ini.
Penulisan makalah ini diharapkan memberikan manfaat kepada para pembaca mengenai pentingnya mengetahui Hak dan Kewajiban Wajib Pajak, sehingga dapat menambah khazanah ilmu dan meningkatkan pengetahuan mengenai hal tersebut. Penulis menyadari, makalah ini kurang sempurna. Maka dari itu, kritik dan saran dari para pembaca akan bermanfaat dalam perbaikan makalah ini. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.


Balunijuk, 3 Januari 2017


Penulis








DAFTAR ISI
Kata Pengantar.....................................................................................          ii
Daftar Isi................................................................................................          iii
I.         Pendahuluan
1.1     Latar Belakang Masalah............................................................          4
1.2     Rumusan Masalah.....................................................................          5
1.3     Tujuan Pembahasan...................................................................          5
II.      Pembahasan
2.1     Pendaftaran dan Pengukuhan Pajak.........................................          6
2.2     Pelaporan Pajak.........................................................................          9
2.3     Pembayaran Pajak.....................................................................          13
2.4     Keberatan dan Banding............................................................          16
2.5     Restitusi dan Imbalan Bunga....................................................          18
2.6     Mengangsur dan Menunda Pembayaran...................................          27
III.   Penutup
3.1.   Kesimpulan............................................................................... .        31
Daftar Pustaka







BAB I
PENDAHULUAN
1.1    LATAR BELAKANG
Dalam bidang hukum, pembicaraan mengenai hak dan kewajiban merupakan hal yang sangat penting. Ikatan pajak yang mengikat antara fiskus dan wajib pajak melahirkan hak dan kewajiban diantara keduanya. Kewajiban dan hak tersebut perlu diwujudkan. Hal itu karena seringkali hak dan kewajiban saling berkaitan. Apa yang menjadi hak fiskus misalnya,  bisa jadi berhadapan dengan kewajiban wajib pajak. Atau sebaliknya, apa yang menjadi kewajiban dari fiskus juga berhadapan dengan hak wajib pajak. Agar hak dan kewajiban itu dapat dipenuhi secara baik dan seimbang maka kedua hal tersebut perlu diketahui.
Dalam kaitannya dengan hak dan kewajiban wajib pajak beberapa kegiatan yang berkaitan dengan hal tersebut yaitu pendaftaran, pengukuhan, pembayaran, pelaporan dan mengajukan banding. Kegiatan-kegiatan yang diklasifikasikan kedalam hak dan kewajiban tersebut diatur sedemikian rupa oleh otoritas yang berwenang sehingga tercapainya keserasian antara hak dan kewajiban wajib pajak. Artinya, wajib pajak tidak boleh hanya menuntut haknya untuk dilindungi, namun juga harus melaksanakan kewajibannya dengan baik agar tercapainya kestabilan dan keseimbangan serta kelancaran proses pada sistem perpajakan terkhusus di Indonesia. Salah satu contoh kegiatan yang termasuk yaitu pembayaran pajak. Untuk melakukan pembayaran pajak,  tata cara pembayaran, penyetoran pajak dan pelaporannya serta tata cara mengangsur dan menunda pembayaran pajak diatur dengan keputusan Menteri Keuangan. dengan adanya penentuan tata cara pembayaran pajak, penyetoran pajak dan pelaporannya yang diatur dengan keputusan Menteri Keuangan, demikian juga mengenai tata cara mengangsur dan menunda pembayaran pajak diharapkan dapat mempermudah pelaksanaan pembayaran pajak dan administrasinya. Aturan itu mesti diarahkan bagi sebesar-besarnya membantu kelancaran pembayaran yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan besaran masukan uang pajak bagi kas Negara.



1.2    RUMUSAN MASALAH
Makalah ini membahas tentang :
1.        Tujuan pembuatan makalah?
2.        Bagaimana sistem pendaftaran dan pengukuhan pajak?
3.        Bagaimana sistem pelaporan pajak?
4.        Bagaimana sistem pembayaran pajak?
5.        Bagaimana mekanisme proses mengajukan keberatan dan banding?
6.        Apa yang dimaksud dengan restitusi dan imbalan bunga serta bagaimana prosesnya?
7.        Bagaimana proses mengangsur dan menunda pembayaran pajak?

1.3    TUJUAN PENULISAN
Tujuan pembuatan makalah ini yaitu :
1.        Untuk memenuhi tugas kuliah.
2.        Untuk menambah pengetahuan mahasiswa tentang sistem pendaftaran dan pengukuhan pajak.
3.        Untuk mengetahui sistem pelaporan pajak.
4.        Untuk mengetahui sistem pembayaran pajak.
5.        Untuk mengetahui mekanisme proses mengajukan keberatan dan banding.
6.        Untuk mengetahui tentang pengertian restitusi dan imbalan bunga serta bagaimana prosesnya.
7.        Untuk mengetahui proses mengangsur dan menunda pembayaran pajak.










BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pendaftaran dan Pengukuhan
a.  Kewajiban Mendaftarkan Diri
Menurut ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. Demikian pula setiap wajib pajak sebagai pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak. Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau mengukuhkan pengusaha kena pajak secara jabatan apabila wajib pajak atau pengusaha kena pajak tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud.
Ketentuan tersebut mewajibkan setiap wajib pajak untuk mendaftar. Hal ini sangat penting karena selain memudahkan pemenuhan administrasi perpajakan, sekaligus dapat digunakan untuk identifikasi wajib pajak yang bersangkutan, karna bagi wajib pajak yang sudah mendaftarkan diri akan mendapatkan NPWP atau Nomor Pokok Wajib Pajak. Salah satu fungsi NPWP adalah sebagai identitas wajib pajak, disamping menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam pemenuhan administrasi perpajakan, dokumen- dokumen yang disediakan sering kali memuat kolam identitas wajib pajak. Pada kolom itulah NPWP wajib pajak yang bersangkutan diletakkan.
 Melihat ketentuan tersebut, yang mewajibkan semua wajib pajak untuk mendaftarkan diri,  tentu saja hal ini berlaku bagi para pria maupun wanita.  di dalam sistem perpajakan yang ada, bagi pria dan wanita yang terikat perkawinan sebagai suami istri, pada prinsipnya wajib pajaknya cukup satu yaitu suami. Akan tetapi kalau berdasarkan putusan pengadilan misalnya mereka dinyatakan hidup terpisah, tentunya wanita yang sudah kawin tersebut dikenakan pajak tersendiri sehingga juga wajib mendaftarkan diri. Demikian halnya untuk suami istri yang di dalam perkawinannya mengadakan perjanjian pemisahan harta kekayaan sehingga pemenuhan pajaknya terpisah, maka istri juga mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak.
Setiap wajib pajak sebagai pengusaha yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN juga mempunyai kewajiban untuk melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan kepadanya diberikan NPPKP ( Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak). Pelaporan tersebut dilakukan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat wajib pajak itu berdomisili. Demikian halnya apabila wajib pajak itu berupa badan maka pelaporan itu dilakukan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat dimana wajib pajak badan itu berkedudukan. Hal yang demikian menyebabkan pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha di wilayah beberapa kantor Direktorat Jenderal Pajak mempunyai kewajiban melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak baik di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat berkedudukan pengusaha maupun di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.
Fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain untuk mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya, juga berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serta untuk pengawasan administrasi perpajakan. Terhadap pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dikenakan sanksi sesuai Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan.
Apabila seseorang Wajib Pajak secara sengaja tidak mendaftarkan diri, dan oleh karenanya dapat menimbulkan kerugian bagi Negara, maka konsekuensinya adalah yang bersangkutan dikenakan ancaman pidana karena telah melakukan pelanggaran tindak pidana di bidang perpajakan. Ancaman hukuman tersebut menurut ketentuan Pasal 39 Ayat 1 Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan adalah pidana  dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Syarat-syarat pendaftaran wajib pajak
1. Bagi wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas misalnya karyawan, dokumen yang diperlukan hanya berupa fotokopi KTP yang masih berlaku atau paspor ditambah surat pernyataan tempat tinggal atau domisili dari yang bersangkutan khusus bagi orang asing.  untuk wajib pajak orang pribadi yang mempunyai kegiatan usaha, persyaratan selain photo copy KTP juga ditambah dengan surat pernyataan tempat kegiatan usaha atau usaha pekerjaan bebas dari wajib pajak. Bentuk surat pernyataan telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
2.  Bagi wajib pajak badan,  dokumen yang diperlukan antara lain :
a.  Fotokopi akte pendirian dan perubahan atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk bentuk usaha tetap.
b. Fotokopi KTP yang masih berlaku atau paspor ditambah surat pernyataan tempat tinggal atau domisili dari yang bersangkutan khusus bagi orang asing, dari salah seorang pengurus aktif fotokopi KTP pengurus ; dan
c. Surat pernyataan tempat kegiatan usaha dari salah seorang pengurus aktif ( bentuk surat pernyataan telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak)
3. Bagi wajib pajak bendahara yang diperlukan antara lain :
a. Fotokopi surat penunjukan sebagai bendahara; dan
b.Fotokopi  KTP bendahara
Kepada wajib pajak diberikan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan kartu NPWP yang paling lambat 1 hari kerja setelah diterimanya permohonan secara lengkap. Perlu diketahui masyarakat bahwa untuk pengurusan NPWP tersebut di atas tidak dipungut biaya apapun.

b. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PPKP)
Setelah memperoleh NPWP, Wajib Pajak sebagai pengusaha yang dikenakan PPN wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada KPP, KP4/KP2KP  atau dapat pula dilakukan secara online melalui e-registration. Dalam rangka pengukuhan sebagai PKP tersebut, maka akan dilakukan penelitian setempat mengenai keberadaan dan kegiatan usaha yang bersangkutan. Dengan dikukuhkannya pengusaha sebagai PKP, maka atas penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak wajib diterbitkan faktur pajak.

2.2  Pelaporan
Sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Perpajakan, Surat Pemberitahuan (SPT) mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu, SPT berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak baik yang dilakukan wajib pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga, melaporkan harta dan kewajiban,  serta pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan. Sehingga SPT mempunyai makna yang cukup penting, baik bagi wajib pajak maupun aparatur pajak. Pelaporan pajak disampaikan ke KPP atau KP4 KP2KP dimana wajib pajak terdaftar.
SPT dapat dibedakan sebagai berikut :
1. SPT masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak bulanan. Ada beberapa SPT masa antara lain :
a. PPh Pasal 21
b. PPh Pasal 22
c. PPh Pasal 23
d. PPh Pasal 25
e. PPh Pasal 26
f. PPh Pasal 4 (2)
g. PPh Pasal 15
h. PPN dan PPnBM dan
i. Pemungutan PPN
2. SPT tahunan, yaitu SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan.  ada beberapa jenis SPT tahunan antara lain :
a. Badan
b. Orang pribadi
c. Pasal 21
Saat ini, khusus untuk SPT masa PPN sudah dapat disampaikan secara elektronik (online) melalui aplikasi e-filing. Dalam waktu dekat penyampaian SPT tahunan PPh dapat dilakukan secara online melalui aplikasi e-SPT.
Keterlambatan pelaporan untuk SPT masa PPn dikenakan denda sebesar Rp500.000 (lima ratus ribu rupiah), dan untuk SPT masa lain nya dikenakan denda sebesar 100.000.00 (seratus ribu rupiah). Sedangkan untuk keterlambatan SPT tahunan PPh orang pribadi ( khususnya mulai tahun 2008) dikenakan denda sebesar Rp100.000 (seratus ribu rupiah) dan SPT tahunan PPh badan dikenakan denda sebesar Rp1.000.000 (satu juta rupiah)

2.3  Pembayaran Pajak
Dalam sistem Self Assessment wajib pajak harus memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya ke Kantor Pelayanan Pajak atau kantor penyuluhan pajak. Pembayaran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau SSP untuk pelaporan menggunakan Surat Pemberitahuan atau SPT.
Surat Setoran Pajak adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui kantor pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
SSP dibagi menjadi dua yaitu :
1. SSP Standar adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan atau berfungsi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kantor penerima pembayaran dan digunakan sebagai bukti pembayaran.
2. SSP khusus adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke kantor penerima pembayaran kantor penerima pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi atau alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang ditetapkan dalam keputusan Dirjen Pajak dan mempunyai fungsi yang sama dengan SSP standar dalam administrasi perpajakan.
Wajib Pajak dapat mengadakan sendiri SSP standar sepanjang bentuk ukuran dan isinya sesuai dengan ketentuan. Satu SSP standar maupun SSP khusus hanya dapat digunakan untuk pembayaran satu jenis pajak dan untuk masa pajak dan satu tahun pajak atau ketetapan pajak dengan menggunakan satu kode MAP dan satu kode jenis setoran. 
SSP standar digunakan untuk pembayaran semua jenis pajak baik yang bersifat final maupun yang bukan final kecuali setoran Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. SSP khusus dicetak oleh kantor penerima pembayaran yang telah mengadakan kerjasama Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3)  dengan Dirjen Pajak.  SSP khusus hanya dapat digunakan untuk pembayaran pajak oleh Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP. Kantor penerima pembayaran diperkenankan melayani pembayaran atau penyetoran pajak dengan menggunakan SSP khusus setelah mendapatkan persetujuan khusus dari Dirjen pajak.  Fungsi utama SSP merupakan formulir yang digunakan sebagai sarana untuk membayar pajak dan merupakan bukti pembayaran pajak.
Tempat Pembayaran Pajak
1.  Kantor pos
2. Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah
3. Tempat lain yang telah ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Batas Waktu Pembayaran Pajak
Undang-Undang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan menyatakan bahwa:
1. Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo dan pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau masa pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling lambat 15 hari setelah terutangnya pajak atau masa pajak berakhir.
2.  Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan tahunan harus dibayar lunas paling lambat tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak atau bagian tahun pajak berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan itu disampaikan.
3. Apabila pembayaran atau penyetoran pajak dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dihitung dari jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
4.  Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Keterangan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan.
5. Direktur Jenderal pajak atas permohonan wajib pajak dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran paling lambat 12 bulan, yang pelaksanaannya ditetapkan dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Pembayaran pajak dapat dikelompokkan menjadi :
1.  Pembayaran masa
2. Pembayaran kekurangan pajak setelah berakhirnya tahun pajak atau bagian tahun pajak
3. Pembayaran karena adanya Surat Tagihan Pajak,  Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,  Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,  Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding.
Untuk melakukan pembayaran pajak tersebut,  tata cara pembayaran, penyetoran pajak dan pelaporannya serta tata cara mengangsur dan menunda pembayaran pajak diatur dengan keputusan Menteri Keuangan. Dengan adanya penentuan tata cara pembayaran pajak, penyetoran pajak dan pelaporannya yang diatur dengan keputusan Menteri Keuangan, demikian juga mengenai tata cara mengangsur dan menunda pembayaran pajak diharapkan dapat mempermudah pelaksanaan pembayaran pajak dan administrasinya. Aturan itu mesti diarahkan bagi sebesar-besarnya membantu kelancaran pembayaran yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan besaran masukan uang pajak bagi kas negara.
2.3  Keberatan dan Banding
a.    Keberatan
Dalam memahami dan menginterpretasikan ketentuan yang berlaku, bisa jadi ada perbedaan antara satu pihak dengan pihak yang lain. Demikian pula dalam bidang pajak, bisa saja muncul perbedaan penafsiran, antara pihak pemerintah sebagai fiskus dengan pihak rakyat sebagai wajib pajak. Perbedaan pemahaman dan penafsiran tersebut dapat mengakibatkan adanya penghitungan pajak yang berbeda. Apabila wajib pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya, maka wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktorat Jenderal Pajak. Keberatan yang diajukan adalah terhadap materi atau isi ketetapan pajak, yaitu jumlah rugi berdasarkan ketentuan undang-undang perpajakan, jumlah besarnya pajak,  pemotongan atau pemungutan pajak. Keberatan tersebut harus diajukan terhadap satu jenis pajak dan satu tahun pajak sehingga apabila diajukan keberatan untuk jenis pajak yang sama, tetapi tahun pajaknya berbeda, maka masing-masing diajukan secara terpisah (dalam dua buah surat keberatan). Demikian pula halnya untuk dua jenis pajak berbeda dalam tahun pajak yang sama, juga diajukan secara terpisah. Misalnya keberatan untuk Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2003 dan Tahun Pajak 2004 harus diajukan masing-masing dalam satu surat keberatan tersendiri. 
1)   Hal-hal yang dapat diajukan keberatan
Wajib pajak dapat mengajukan keberatan atas :
a)    Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
b)   Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
c)    Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
d)   Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), dan
e)    Pemotongan atau Pemungutan ole Pihak Ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakans
2)   Ketentuan Pengajuan Keberatan
Keberatan diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat, yang wilayah hukumnya meliputi tempat di mana wajip pajak berada atau berkedudukan, dengan syarat :
a)    Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
b)   Menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong/dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai alasan-alasan yang jelas.
c)    Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis pajak dan satu tahun/masa pajak. Pengajuan keberatan tidak menunda pajak dan keberatan yang tidak memenuhi syarat, dianggap bukan surat keberatan, sehingga tidak diproses.
d)   Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, wajib pajak wajib melunasi pajak yang harus dibayar paling sedikit sejumlah yang disetujui wajib pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
Ketetapan tersebut perlu diperhatikan karena keberatan yang tidak memenuhi persyaratan seperti itu, tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan. Apabila diminta oleh wajib pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal Pajak memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, pemotongann atau pemungutan pajak.
3)        Jangka Waktu Pengajuan Keberatan
Wajib pajak dapat mengajukan keberatan dalam jangka waktu lebih dari 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT,SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.
a)    Surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN,  atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.
b)   Surat keberatan yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos tercatat), jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN,  atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui kantor pos dan giro.
Apabila ternyata bahwa batas waktu 3 (tiga) bulan tersebut tidak dapat dipenuh oleh wajib pajak karena keadaan di luar kekuasaan wajib pajak (force majeure), maka tenggang waktu selama 3 (tiga) bulan tersebut masih dapat dipertimbangkan untuk diperpanjang oleh Direktur Jenderal Pajak. Keleluasaan waktu tersebut memang bisa jadi sangat dibutuhkan oleh wajib pajak untuk mengumpulkan bahan, dokumen, catatan dan semua hal yang berkaitan dengan keberatan yag diajukannya. Tidak hanya itu, bahkan agar wajib pajak dapat menyusun keberatan dengan alasan-alasan yang kuat, wajib pajak diberi hak untuk meminta dasar-dasar pengenaan, pemotongan atau pemungutan pajak yang telah ditetapkan. Sebaliknya, Direktur Jenderal Pajak berkewajiban memenuhi permintaan tersebut.
Akan tetapi, dalam ketentuan yang baru dapat terlihat betapa wajib pajak diposisikan lebih kuat dibanding sebelumnya. Dalam ketentuan yang baru juga disebutkan bahwa “Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajua keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.” Dengan demikian jangka waktu pelunasan pajak yang ditetapkan dalam surat tagihan, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, menjadi tertangguh begitu ada keberatan.
4)   Penyelesaian Keberatan
Direktur jenderal pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) telah lewat dan Direktorat Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima. Keputusan keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak terutang.
5)   Permintaan Penjelasan/pemberian Keterangan Tambahan
Permintaan penjelasan/pemberian keterangan tambahan dapat dilakukan dengan tata cara sebagai berikut :
a)    Untuk keperluan pengajuan keberatan, WP dapat meminta penjelasan/keterangan tambahan dan kepala KPP wajib memberikan penjelasan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan, pemotongan, atau pemungutan.
b)   WP dapat mennyampaiakn alasan tambahan atau penjelasan tertulis sebelum surat keputusan keberatannya diterbitkan.
b.   Banding
Apabila  wajib pajak tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas keberatan, wajib pajak dapat mengajukan banding kepada Badan Peradilan Pajak, dengan syarat :
a)    Tertulis dalam bahasa Indonesia
b)   Dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan atas keberatan diterima
c)    Mengemukakan alasan yang jelas
d)   Dilampiri salinan surat keputusan atas keberatan
e)    Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding, dan
f)    Jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%
Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Putusan pengadilan pajak bukan merupakan keputusan tata usaha negara. Apabila permohonan banding ditolak ataupu dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100 % dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembyaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.  Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam SKPKB dan SKPKBT telah dibayar yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua Persen) sebulan, paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya keputusan keberatan atau putusan banding, dengan ketentuan sebagai berikut :
a)        untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, atau
b)        untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya  Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali
Imbalan bunga sebagaimana tersebut di atas juga diberikan atas Suray Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak yang dikabulkan sebagian atau seluruhya menyebabkan kelebihan pembayaran pajak dengan ketentuan sebagai berikut :
a)        Untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak;
b)        Untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak; atau
c)        Untuk Surat Tagihan Pajak dihitung sejak tanggal pembayaran yang  yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak
Selain itu, imbalan bunga sebagaimana tersebut di atas juga diberikan atas pembayaran lebih sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) berdasarkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan wajib pajak (Pasal 27 dan Pasal 27A Undang-Undang tentang KUTAP).
Tata cara penghitungan  Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan pemberian imbalan bunga diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan untuk membuat aturan pelaksana lebih lanjut.
2.4  Restitusi Dan Imbalan Bunga          
a.      Restitusi
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan WP tidak punya hutang pajak lain.
1)      Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
a)      Wajib pajak (WP) dapat mengakui permohonan restitusi ke direktur jenderal pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat.
b)      Direktur jenderal pajak setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dalam hal :
1)      Untuk PPh, jika jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
2)      Untuk PPN, jika jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Apabila terdapat pajak terutang yang dipungut oleh pemungut PPN, maka jumlah pajak yang terutang adalah jumlah pajak keluaran setelah dikurangi pajak yang dipungut oleh pemungut PPN tersebut.
3)      Untuk PPnBM, jika pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.
c)      SKPLB diterbitkan oleh direkturat jenderal pajak paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap, kecuali untuk kegiatan tertentu ditetapkan lain dengan keputusan direkturat jenderal pajak.
d)     Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi, direkturat jenderal pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan dan SKPLB diterbitkan dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan setelah jangka waktu terakhir.
2)      Pengembalian Pendahuluan
Pengembalian pendahuluan dapt dilakukan dengan tata cara sebagai berikut :
a)      WP dengan kriteria tertentu dapat mengajukan restitusi dan direkturat jenderal pajak dapat menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
b)      Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk wajib pajak tertentu.
c)      Wajib pajak dengan kriteria tertentu adalah WP yang ditetapkan oleh direkturat jenderal pajak dengan syarat :
1)      SPT disampaikan tepat waktu dalam 2 (dua) tahun terakhir
2)      Dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut. Untuk SPT Masa yang terlambat tersebut harus telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa untuk masa pajak berikutnya.
3)      Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak dan tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir.
4)      Tidak pernah dijatuhi hukuman tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.
5)      Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau BPKP dengan :
(1)   Pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat wajar dengan pengecualian, sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal, serta
(2)   Laporan audit disusun dalam bentuk jangka panjang (long form report) serta menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.
d)     Wajib pajak yang laporan keuangannya tidak diaudit akuntan publik juga dapat mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai wajib pajak kriteria tertentu paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku berakhir, dengan syarat memenuhi kriteria pada angka 3 huruf a, b, dan c, d (di atas) ditambah dengan syarat :
1)      Dalam 2 (dua) tahun pajak terakhir meyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
2)      Apabila dalam 2 (dua) tahun terakhir terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan pajak, maka koreksi fiskal untuk setiap jenis pajak yang terutang tidak lebih dari 10 % (sepuluh persen)
e)      Kepala kantor wilayah DJP atas nama direkturat jenderal pajak menetapkan wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu setiap bulan Januari dan berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun.
f)       Wajib pajak penghitungan jumlah peredaran usahanya mudah diketahui karena berkaitan dengan pengenaan cukai sepanjang memenuhi persyaratan WP kriteria tertentu, dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN.
g)      Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak diterbitkan paling lambat 3 (tiga) bulan untuk PPh dan 1 (satu) bulan untuk PPN, sejak permohonan diterima lengkap.
h)      Direkturat jenderal pajak dapat melakukan pemeriksaan dan menerbitkan surat ketetapan pajak berupa SKPKB, SKPLB, atau SKPN dalam jangka waktu 10 tahun, terhadap WP yang telah memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
i)        SKPKB yang diterbitkan ditambah dengan sanksi administrasi kenaikan 100 % dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.

Batas akhir pemeriksaan SPT lebih bayar tertunda bila terhadap wajib pajak dilakukan pemeriksaan bukti permulaan. Kemudian wajib pajak yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak diperluas, yaitu :
a)      Wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau ekerjaan bebas
b)      Wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu
c)      Wajib pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu, dan
d)     Pengusaha kena pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu

b.      Imbalan Bunga
Wajib Pajak berhak atas imbalan bunga dalm hal :
1)      Imbalan bunga karena keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
Imbalan bunga yang terkait degan Pph, PPN, dan PpnBM untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya diberikan kepada wajib pajak dalam hal terdapat :
a)        Keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasa 11 ayat (3) Undang-Undang KUP. Imbalan bunga karena keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak ini diberikan sebesar 2% per bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak, yang dihitung sejak batas waktu penerbitan SKPKPP atau SKPPIB berakhir sampai dengan tanggal penerbitan SKPKPP atau SKPPIB. Batas waktu penerbitan SKPKPP atau SKPPIB paling lama satu bulan sejak :
(1)   Permohonan Pengembaian kelebihan pembayaran pajak diterima sehubungan dengan diterbitkannya SKPLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP
(2)   Diterbitkan SKPLBsebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 17B Undang-Undang KUP
(3)   Diterbitkan SK Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C atau Pasal 17D Undang-Undang KUP, termasuk untuk Wajib Pajak risiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PpnBM sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
(4)   Diterbitkan SK keberatan, SK Pembetulan, SK pengurangan Sanksi Administrasi, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, SK Pembatalan Ketetapan Pajak, atau SKPIB, yang meneyebabkan kelebihan pembayaran pajak, atau
(5)   Diterima Putusan banding atau Putusan Peninjauan Kembali oleh kantor DJP yang berwenang melaksanakan putusan pengadilan, yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.
b)      Keterlambatan penerbitan SKPLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (3) Undang-Undang KUP. Imbalan bunga karena keterlambatanan penerbitan SKPLB ini diberikan sebesar 2 % per bulan dari jumlah kelebihn pembayaran pajak yang dihitung sejak jangka waktu 1 bulan untuk penerbitan SKPLB sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 17B ayat (2) Undang-Undang KUP berakhir sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
c)      Keterlambatan penerbitan SKPLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (4) Undang-Undang KUP. Imbalan bunga karena keterlambatan penerbitan SKPLB ini diberikan sebesar 2 % per bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak, untuk paling lama 24 bulan yang dihitung sejak jangkawaktu 12 bulan sejak tanggal surat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diterima secara lengkap berakhir sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
d)     Kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali, terkait dengan SKPKB, SKPKTB, SKPLB yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 27A ayat (1) Undang-Undang KUP. Imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak ini diberikan terbatas pada kelebihan pembayaran pajak karena :
(1)   Pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya atas SKPKB yang seluruhnya tidak disetujui oleh Wajib Pajak dalam PAHP yang diterbitkan atas SPT yang menyatakan lebih bayar. Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak berdasarka SK Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali.
(2)   Pengajuan keberatan, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagia atau seluruhnya atas SKPN yang tidak disetujui oleh Wajib Pajak dalam PAHP yang diterbitkan atas SPT yang menyatakan lebih bayar. Imbalan bunga diberikan sebesar  2 % per bulan untuk paling  lama 4 bulan dari jumlah kelebihan pembayaran paja berdasarkan SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, yang dihitung sejak tanggal penerbitan SKPN sampai dengan diterbitkannya SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
(3)   Pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya atas SKPLB. Imbalan bunga diberikan sebesar 2 % per bulan untuk paling lama 24 bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak berdasarkan SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, yang dihitung sejak tanggal penerbitan SKPLB sampai dengan diterbitkannya SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
(4)   Permohonan peninjauan kembali dikabulkan atas Putusan Bandingnya menyebabkan jumlah pajak yag masih harus dibayar bertambah. Imbalan bunga diberikan sebesar 2 % per bulan dari jumlah kelebihan pembayara pajak, untuk paling lama 24 bulan yang dihitung sejak tanggal pembayaran berdasarkan Putusan Banding sampai dengan diterbitkannya Putusan Peninjauan Kembali.
e)      Kelebihan pembayaran pajak karena SK Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, atau SK Pembatalan Ketetapan Pajak yang mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat (1a) Undang-Undang KUP, kecuali :
a)      Kelebihan pembayaran pajak karena SK Pembetulan yang terkait dengan Persetujuan Bersama
b)      Kelebihan pembayaran pajak karena SK Pembatalan Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf d Undang-Undang KUP
c)      Imbalan bunga diberikan sebesar 2 % per bulan untuk paling lama 24 bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak yang dihitung sejak :
(1)   Tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya SK Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, atau SK Pembatalan Ketetapan Pajak, untuk SKPKB dan SKPKBT;
(2)   Tanggal penerbitan SKPN dan SKPLB, sampai dengan diterbitkannya SK Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, atau SK Pembatalan Ketetapan Pajak;
(3)   Tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan ditrbitkannya SK Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, atau SK Pembatalan Ketetapan Pajak, untuk Surat Tagihan Pajak
f)       Kelebihan pembayaran sanksi administrasi berupa denda Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP  dan/atau bunga Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang KUP karena SK Pengurangan Sanksi Administrasi atau SK Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibata diterbitkan SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjaua Kembali yang mengabulkan sebagian atau seluruh permohoan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat (2) Undang-Undang KUP. Imbalan bung diberikan sebesar 2 %  per bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak, untuk paling lama 24 bulan yang dihitung sejak tanggal pembayaran pajak yang menyebabkan kelebihan pembayaran sanksi administrasi sampai dengan diterbitkannya SK Pengurangan Sanksi Administrasi atau SK Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat diterbitkan SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
2)      Imbalan bunga karena keberatan, banding atau peninjauan kembali
imbalan bunga diberikan berkenaan dengan SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali dalam SKPKB, SKPKBT, SKPN atau SKPLB yang telah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.
Pasal 27A ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa apabila penagajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya, selama pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam SKPKB, SKPKBT, SKPN, dan SKPLB yang teah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, kelebihan pembayaran dimkasud dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 % per bulan untuk paling lama 24 bulan dengan ketentuan sebagai berikut :
a)      Untuk SKPKB dan SKPKBT dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali; atau
b)      Untuk SKPN dan SKPLB dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya SK Keberatan, Putusan Banding,, atau Putusan Peninjauan Kembali.
3)      Imbalan bunga karena Pembetulan, Pengurangan Ketetapan Pajak atau Pembatalan Ketetapan Pajak
Wajib pajak mengajukan permohonan pembetulan, pengurangan, atau pembatalan atas surat ketetapan pajak atau STP yang keputusannya mengabulkan sebagian atau seluruhnya, selama jumlah pajak yang masih harus dibayar sebagaimana yang dimaksud dalam surat ketetapan pajak atau STP telah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran dimaksud dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% per bulan untuk paling lama 24 bulan.
Pasal 27A ayat (1a) Undang-Undang KUP mengatur bahwa imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga diberikan atas  SK Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak atau SK Pembatalan Ketetapan Pajak yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya menyebabkan kelebihan pembayaran pajak dengan ketentuan sebagai berikut :
a)      Untuk SKPKB dan SKPKBT dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya SK Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, atau SK Pembatalan Ketetapan Pajak
b)      Untuk SKPN dan SKPLB dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya SK Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, atau SK Pembatalan Ketetapan Pajak
c)      Untuk STP dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya SK Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, atau SK Pembatalan Ketetapan Pajak
4)      Imbalan Bunga karena Pengurangan Sanksi Administrasi atau Penghapusan Sanksi Administrasi akibat dikabulkannya Keberatan, Banding, atau Peninjauan Kembal.
Pasal 27Aayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga diberikan atas pembayaran lebih sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) dan/atau bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) berdasarkan SK Pengurangan Sanksi Administrasi atau  SK Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat diterbitkan SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak.


2.4  Mengangsur dan menunda pembayaran
Adakalanya wajib pajak mengalami kesulitan di dalam pemenuhan kewajiban pembayaran pajak secara tunai pada waktu yang ditentukan. Kesulitan tersebut dapat saja terjadi misalnya karena wajib pajak mengalami kesulitan likuiditas pada waktu itu dan baru akan memperoleh uang tunai beberapa waktu kemudian. Untuk itu dalam ketentuan pajak dimungkinkan kepadanya diberikan kesempatan untuk mengajukan permohonan agar dapat membayar pajak dengan menggunakan angsuran ataupun menunda pembayaran pajak. Ketentuan tersebut dituangkan dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang tentang KUTAP yang memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk mengatur lebih lanjut. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 606/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 tentang penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak, tempat pembayaran pajak, tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak, serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak, yang ditindaklanjuti dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-53/PJ/1995 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak, mengatur mengenai pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak.
Menurut ketentuan tersebut, wajib pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengangsur atau menundaa pembayaran pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan  Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang terutang bertambah, kepada Direktur Jenderal Pajak dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar dengan menggunakan formulir yang tersedia. Surat Permohonan wajib pajak tersebut harus diajukan sebelum saat jatuh tempo pembayaran utang pajak berakhir kecuali dalam hal wajib pajak mengalami keadaan di luar kekuasaannya, dapat diajukan setelah batas waktu tersebut, disertai alasan dan jumlah pembayaran yang dimohon diangsur atau ditunda dan dilampiri dengan bukti-bukti  untuk menguatkan alasan permohonannya. Atas setiap permohonan diberikan bukti penerimaan.
Wajib pajak yang mengajukan permohonan angsuran dan/atau penundaan pembayaran pajak harus bersedian memberikan jaminan kecuali apabila Kepala Kantor Pelayanan Pajak menganggap tidak perlu. Bentuk jaminan sebagaimana dimaksud dapat berupa bank garansi, perhiasan, kendaraan bermotor (Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor), sertifikat tanah dan gadai dari barang bergerak lainnya, serta penyerahan hak milik secara kepercayaan (fiduciare eigendoms overdracht ), hipotek, dan penanggungan utang oleh pihak ketiga (borgstelling).
Kepala Kantor Pelayanan Pajak, setelah mempertimbangkan alasan-alasan yang diajukan oleh wajib pajak, menerbitkan keputusan yang dapat berupa menerima seluruhnya, menerima sebagian atau menolak permohonan wajib pajak. Apabila permohonan wajib pajak diterima seluruhnya atau sebagian maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak akan menerbitkan :
a)      Surat Keputusan Angsuran Pembayaran Pajak dengan masa angsuran paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya keputusan tersebut dengana jumlah angsuran yang sama besarnya, paling banyak 1 (satu) kali dalam satu bulan, atau
b)      Surat Keputusan Penundaan Pembayaran Pajak dengan masa penundaan paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya keputusan tersebut.
Dalam hal permohonan wajib pajak ditolak maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keputusan Penolakan Angsuran atau Surat Keputusan Penolakan Penundaan Pembayaran Pajak. Dalam Surat Keputusan Angsuran Pembayaran Pajak dicantumkan jumlah angsuran, jumlah bunga dan tanggal pembayaran. Sementara itu di dalam Surat Keputusan Angsuran Pembayaran Pajak dicantumkan jumlah utan pajak, jumlah bunga dan tanggal pelunasan. Jumlah bunga sebagaimana dimaksud, yaitu sebesar 2% (dua persen) sebulan dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan. Apabila ternyata bahwa ketentuan mengenai jumlah angsuran dan tanggal yang tercantum dalam Surat Keputusan Angsuran Pembayaran Pajak atau Surat Keputusan Penundaan Pembayaran Pajak tidak dipenuhi oleh Wajib Pajak sebagaimana mestinya maka dapat dilaksanakan tindakan penagihan berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa.



























BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayar nya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.
Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan.  Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama.
Dalam bidang hukum, pembicaraan mengenai hak dan kewajiban merupakan hal yang sangat penting. Ikatan pajak yang mengikat antara fiskus dan wajib pajak melahirkan hak dan kewajiban diantara keduanya. Kewajiban dan hak tersebut perlu diwujudkan. Kegiatan-kegiatan yang diklasifikasikan kedalam hak dan kewajiban tersebut diatur sedemikian rupa oleh otoritas yang berwenang sehingga tercapainya keserasian antara hak dan kewajiban wajib pajak. Artinya, wajib pajak tidak boleh hanya menuntut haknya untuk dilindungi, namun juga harus melaksanakan kewajibannya dengan baik agar tercapainya kestabilan dan keseimbangan serta kelancaran proses pada sistem perpajakan terkhusus di Indonesia.





DAFTAR PUSTAKA

Suandy E. 2005. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Pudyatmoko S. 2009. Pengantar Hukum Pajak. Yogyakarta: ANDI.
Prasetyono DS. 2012. Buku Pintar Pajak. Jakarta Selatan: Laksana

No comments:

Judul Diunggulkan

JURNAL PENELITIAN PEMERIKSAAN AKUNTANSI - PEMERIKSAAN TERHADAP PIUTANG DAGANG

Pemeriksaaan Terhadap Piutang Dagang ( Account Receivable) Pada PT Bintang Baru Terus Jaya Oleh: Riza Marveni 1 Ri z ky Purnom...