Terima Kasih Telah Berkunjung Ke MAKALAH UBB

Tuesday, May 16, 2017

MAKALAH PERPAJAKAN - PAJAK PENGHASILAN UMUM

MAKALAH PERPAJAKAN
PAJAK PENGHASILAN UMUM

                                                                                 
                                          
Disusun oleh:


Supriadi :301-14-11-108
Susi Susanti :301-14-11-109
Try Helen :301-14-11-115

Kelas: 4AK 4

UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
FAKULTAS EKONOMI
AKUNTANSI
2015/2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur kepada Tuhan yang maha esa atas segala rahmat dan karunia-Nya kami penulis makalah dapat menyelesaikan makalah ini yang merupakan tugas dari mata kuliah Perpajakan yang membahas tentang Penghasilan Umum
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kami terutama kepada rekan-rekan yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, kritik dan saran diharapkan dapat diberikan agar berguna untuk perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.



                                                                  






















DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................................... 1
Daftar isi .......................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 3  
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................... 4 
1.3 Tujuan ......................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pajak Penghasilan..................................................................................... 5
2.2 Dasar Hukum .............................................................................................................. 5
2.3 Subjek Pajak dan Wajib Pajak.................................................................................... 5
2.4 Kewajiban Pajak Subjektif........................................................................................ 10
2.5 Tidak Termasuk Subjek Pajak.................................................................................. 11
2.6 Objek Pajak............................................................................................................... 13
2.7 Dasar Pengenaan Pajak dan Cara Menghitung Penghasilan Kena  Pajak................. 15
2.8 Pemotongan atau Pemungutan Pajak Penghasilan.................................................... 24
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan  .............................................................................................................. 26
3.4 Saran  ........................................................................................................................ 26
Daftar Pustaka .............................................................................................................. 27













BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kepentingan rakyat, pendidikan, kesejahteraan rakyat, kemakmuran rakyat dan sebagainya. Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan Negara.
Pemungutan pajak dilakukan oleh pemerintah merupakan sumber terpenting dari penerimaan Negara. Lagi pula penerimaan Negara dari pajak dapat dijadikan indicator atas peran serta masyarakat (sebagai subjek pajak seperti, orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak,badan, dan bentuk usaha tetap) dalam kontribusinya melakukan kewajiban perpajakan, karena pembayaran pajak yang dilakukan akan dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk tidak langsung, dan berupa pengeluaran rutin dan pembangunan yang berguna bagi rakyat. Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Subjek pajak badan dalam negeri menjadi Wajib Pajak sejak saat didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi atau badan sekaligus menjadi Wajib Pajak karena karena menerima dan/ atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan kata lain, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif. Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.









1.2  Rumusan Masalah
a)            Apa definisi pajak penghasilan?
b)            Siapa yang menjadi subjek pajak dan objek pajak?
c)            Apa saja yang tidak termasuk subjek pajak?
d)            Apa saja yang menjadi objek pajak?
e)            Bagaimana dasar pengenaan pajak dan cara menghitung penghasilan kena pajak?
f)             Bagaimana pemotongan pajak penghasilan yang bersifat final?


1.3   Tujuan Penulisan
a.       Memenuhi persyaratan dalam mata kuliah perpajakan yaitu tugas kelompok
b.      Bertujuan untuk mengetahui apa itu pajak penghasilan.
c.       Untuk mengetahui apa itu subjek pajak dan wajib pajak.
d.      Untuk mengetahui apa kewajiban pajak subjektif.
e.       Untu mengetahui yang tidak termasuk subjek pajak.
f.        Untuk mengetahui apa saja yang menjadi objek pajak
g.      Untuk mengetahui dasar pengenaan pajak dan cara menghitung penghasilan kena pajak.
















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Pajak penghasilan ( PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Pengertian Pajak penghasilan pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jabatan , jasa, dan kegiatan.

2.2 Dasar Hukum
Peraturan perundang-undangan yang mengatur pajak penghasilan di Indonesia adalah UU No. 7 Tahun 1983 yang telah disempurnakan dengan UU No.7 Tahun 1991, UU No. 10 Tahun 1994, UU No. 17 Tahun 2000, UU No. 36 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Jenderal pajak maupun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak.

2.3 Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Subjek Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak Penghasilan. Undang-undang Pajak Penghasilan di Indonesia mengatur pengenaan Pajak Penghasilan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek Pajak akan dikenakan Pajak Penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Jika subjek pajak telah memenuhi kewajiban pajak secara objektif maupun subjektif maka disebut Wajib Pajak. Pasal 1 UU No. 16 Tahun 2000 tentang KUP menyebutkan bahwa Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak dan pemotong pajak tertentu.
Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008, Subjek Pajak dikelompokkan sebagai berikut:
1)      Subjek Pajak orang pribadi.
orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luat Indonesia.
2)      Subjek Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
Warisan yang belum terbagi sabagai satu kesatuan merupakan Subjek Pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak Pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.
3)      Subjek Pajak badan.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melaksanakan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha usaha milik Negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan badan hukum lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Badan usaha milik Negara dan badan usaha milik daerah merupakan Subjek Pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan Subjek Pajak. Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.
4)      Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (SPBUT).
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
a.       Tempat kedudukan manajemen;
b.      Cabang perusahaan;
c.       Kantor perwakilan;
d.      Gedung kantor;
e.       Pabrik;
f.        Bengkel;
g.      Gudang;
h.      Ruang untuk promosi dan penjualan;
i.        Pertambangan dan penggalian sumber alam;
j.        Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
k.      Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
l.        Proyek konstruksi, instalasi, atau perakitan;;
m.    Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu12 (dua belas) bulan;
n.      Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
o.      Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempak kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia;
p.      Computer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri
Subjek Pajak penghasilan juga dikelompokkan menjadi Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri. Pengelompokan tersebut diatur dalam pasal 2 UU No. 36 Tahun 2008.
1.      Subjek Pajak dalam negeri terdiri dari:
a.       Subjek pajak orang pribadi, yaitu:
·         Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam waktu 12 ( dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam Subjek Pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
·         Orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.
·          
b.      Subjek Pajak badan, yaitu:
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria :
·         Pembentukkannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
·         Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
·         Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
·         Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara.
c.       Subjek Pajak warisan, yaitu:
warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
2.      Subjek Pajak luar negeri yang terdiri dari:
a.       Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)  hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
b.      Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 ( dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Subjek pajak badan dalam negeri menjadi Wajib Pajak sejak saat didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekalugus menjadi Wajib Pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia. Dengan perkataan lain, Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan usaha yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.

Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luat Negeri
Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Wajib pajak sejak saat didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan badan sekaligus menjadi Wajib Pajak karena memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima/memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif. Seehubungan dengan pemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Wajib Pajak orang pribadi yang menerima Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.
Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewaiban pajaknya, antara lain:
1)      Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan Indonesia;
2)      Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan;
3)      Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib menyampikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final;
4)      Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak badan dalam negeri sebagaimana diatur dalam undang-undang ini dan undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

Perbedaan Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri, antara lain adalah:
Wajib Pajak dalam negeri
Wajib Pajak  luar negeri
·         Dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia.
·         Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan netto.
·         Tarif pajak yang digunakan adalah tarif umum ( Tarif UU PPh pasal 17)

·         Wajib menyampaikan SPT


·         Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari  sumber penghasilan Indonesia.
·         Dikenakan berdasarkan penghasilan bruto.
·         Tarif pajak yang digunakan adalah tariff pajak sepadan (Tarif UU PPh pasal 26)
·         Tidak wajib menyampikan SPT

2.4 Kewajiban Pajak Subjektif
Untuk lebih memperjelas pengertian, kapan mulai dan berakhirnya sebagai subjek pajak dalam negeri maupun sebjek pajak luar negeri, berikut ini diberikan table mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif.
MULAI
BERAKHIR
Subjek Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi:
·         Saat dilahirkan
·         Saat berada di Indonesia atau bertempat tinggal di Indonesia.
Subjek Pajak Dalam Negeri Badan:
·         Saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Sebjek Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi:
·         Saat meninggal
·         Saat meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
Subjek Pajak Dalam Negeri Badan:
·         Saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.
Subjek Pajak Dalam Negeri Melalui BUT:
·         Saat menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
Subjek Pajak Dalam Negeri Melalui BUT:
·         Saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
Subjek Pajak Luar Negeri tidak melalui BUT:
·         Saat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Subjek Pajak Luar Negeri tidak melalui BUT:
·         Saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Warisan Belum Terjadi:
·         Saat timbulnya warisan yang belum terbagi

Warisan Belum Terbagi:
·         Saat warisan telah selesai dibagikan.

Tidak Termasuk Subjek Pajak
Yang tidak termasuk Subjek Pajak berdasar Pasal 2 UU No. 36 Tahun 2008 adalah:
1)      Kantor perwakilan Negara asing;
2)      Pejabat-pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat:
Ø  bukan penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta
Ø   Negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3)      Organsisasi-organisasi internasional dengan syarat :
Ø  Indonesia menjadi angota organisasi tersebut
Ø   Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
4)      Pejabat-pejabat pewakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada nomor 3, dengan syarat:
Ø  Bukan warga Negara Indonesia.
Ø  Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Organisasi internasional yang tidak termasuk Subjek Pajak sebagaimana dimaksud nomor 3 ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Nama-nama organisasi dan pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang tidak termasuk Subjek Pajak penghasilan diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK/ 03/2008.

2.5 OBJEK PAJAK PENGHASILAN
Objek pajak merupakan segala sesuatu ( barang, jasa, kegiatan, atau keadaaan ) yang dikenakan pajak. Objek pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
a)      Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaries akuaris, akuntan, pengacara dan sebagainya;
b)      Penghasilan dari usaha dan kegiatan;
c)      Penghasilan dari modal, yang berupa  harta gerak ataupun harta tak bergerak, seperti dividen, bunga, royalty, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan
d)      Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
Ø  Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
Ø  Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh dari perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
Ø  Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun;
Ø  Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha pekerjaan kepemilikan atau pengusaha di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
Ø  Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam pertambangan; penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
e)      Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
f)       Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
g)      Royalty atau imbalan atas penggunaan hak;
h)      Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
i)       Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
j)       Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
k)      Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
l)       Premi asuransi;
m)   Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
n)      Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
o)      Penghasilan dari usaha yang berbasisi syariah;
p)      Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
q)      Surplus Bank Indonesia.
Penghasilan tersebut dapat dikelompokkan menjadi:
1.      Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dan praktik dokter, notaries, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya.
2.      Penghasilan dari usaha atau kegiatan.
3.      Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti sewa, bunga, dividen, royalty, keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan, dan sebagainya.
4.      Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu dari tiga kelompok penghasilan di atas, seperti:
o   Keuntungan karena pembebanan utang.
o   Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
o   Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
o   Hadiah undian.
Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sedangkan bagi Wajib Pajak Luar Negeri, yang menjadi Objek Pajak hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.

2.6 Tidak Termasuk Objek Pajak
Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
1.      Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya  wajib bagi pemeluk agama yang diakui Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2.      Warisan;
3.      Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
4.      Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
5.      Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan khusus (deemed profit)u
6.      Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;
7.      Dividen atau laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik Negara, atau badan usaha daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
o   Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
o   Bagi perseroan terbatas, badan  usaha milik Negara dan badan usaha yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor;
8.      Iuran yang diterima atau diperoleh dana pension yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
9.      Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pension sebagaimana dimaksud pada angka 7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
10.  Bagian laba yang diterima atau diperoleh dari perusahaan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investor kolektif.
11.  Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
o   Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;dan
o   Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
12.  Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
13.  Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 ( empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
14.  Bantuan atau santunan yang dibayarkna oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

2.7 Dasar Pengenaan Pajak dan Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak
Dasar Pengenaan Pajak                                        
Untuk dapat menghitung PPh, terlebih dahulu harus diketahui dasar pengenaan pajaknya. Untuk Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan untuk Wajib Pajak luar negeri adalah penghasilan bruto.  Dalam hal ini akan dibahas hanya Wajib Pajak dalam negeri saja. Untuk Wajib Pajak luar negeri akan dibahas pada bab PPh pasal 26.
Besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak badan dihitung sebesar penghasilan netto. Sedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Secara singkat dapat dirumuskan :

Penghasilan kena pajak (WP Badan)                                = penghasilan netto

Penghasilan kena pajak (WP orang pribadi)                     =penghasilan netto-PTKP

Cara menghitung Penghasilan Kena Pajak
Perhitungan besarnya Penghasilan Netto bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
a)      Menggunakan pembukuan.
b)      Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehandan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir. Wajib Pajak badan dan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas diwajibkan menyelenggarakan pembukuan.
Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan-perundang perpajakan:
o   Diperbolehkan menghitung penghasilan netto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto, dan
o   Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Pencatatan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas meliputi peredaran atau penerimaan bruto penghasilan lainnya. Sedangkan bagi mereka yang semata-mata menerima penghasilan dari luat usaha dan pekerjaan bebas pencatatannya hanya mengenai penghasilan bruto, pengurang, dan penghasilan netto yang merupakan objek Pajak Penghasilan. Di samping itu pencatatan meliputi pula penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang bersifat final.
Pembukuan atau pencatatan harus:
o   Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya,
o   Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka arab, satuan mata uang Rupiah, dan
o   Disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan (misalnya, bahasa inggris)

Menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan Menggunakan Pembukuan
Untuk Wajib pajak badan besarnya Penghasilan Kena Pajak sama dengan penghasilan netto, yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang diperkenankan oleh Undang-undang PPh. Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi besarnya Penghasilan Kena Pajak sama dengan penghasilan netto dikurangi dengan PTKP. Untuk menghitung Penghasilan Kena pajka dapat di rumuskan sebagai berikut:
Penghasilan Kena Pajak (WP Orang Pribadi)
= Penghasilan netto- PTKP
= (Penghasilan bruto- Biaya yang diperkenankan UU PPh)- PTKP







 




                                                                                                                                         
Penghasilan Kena Pajak (WP Badan)
= Penghasilan netto
= Penghasilan bruto – Biaya yang diperkenankan UU PPh
 





Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditenttukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
1.      Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
a.       Biaya pembelian bahan;
b.      Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
c.       Bunga,  sewa, dan royalty;
d.      Biaya perjalanan;
e.       Biaya pengolahan limbah;
f.        Premi asuransi;
g.      Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
h.      Biaya administrasi; dan
i.        Pajak, kecuali Pajak Penghasilan.
2.      Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai manfaat lebih dari 1 (satu) tahun;
3.      Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
4.      Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang memiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
5.      Kerugian selisih kurs mata uang asing;
6.      Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
7.      Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
8.      Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
a.       Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
b.      Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderel Pajak;
c.       Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negera, atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/ pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
d.      Syarat sebagaimana di maksud pada huruf c tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil;
9.      Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
10.  Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di indomesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
11.  Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan  Peraturan Pemerintah;
12.  Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
13.  Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
14.  Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
15.  Kompensasi kerugian fiscal tahun sebelumnya( maksimal 5 tahun).
Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:
1.      Pembagian laba dengan nama dan bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibagikan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
2.      Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingak pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.
3.      Pembentukan atau pemupukan cadangan, kecuali:
a.       Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang.
b.      Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badang Penyelenggara Jaminan Sosial.
c.       Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
d.      Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
e.       Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan, dan
f.        Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industry untuk usaha pengolahan limbah industry, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur denagn/ berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
4.      Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerjadan premi asuransi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.
5.      Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
6.      Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
7.      Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan, kecuali:
a.       Sumbangan yang diperolehkan dikurangkan
b.      Zakat yang diterima oleh badan amila zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
c.       Sumbangan keagamaan yang difatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui Indonesia, yang diterimma oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah;
8.      Pajak Penghasilan.
9.      Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
10.  Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
11.  Sanksi administrasi berupa, bunga denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
12.  Biaya-biaya (pengeluaran) untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang:
a.       Dikenakan PPh yang bersifat final.
b.      Bukan objek PPh
13.  Biaya-biaya (pengeluaran) untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang PPh-nya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.

Menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.
Apabila dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak-nya Wajib Pajak menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto, besarnya penghasilan netto adalah sama besarnya dengan besarnya ( persentase) Norma Penghitungan Penghasilan Netto dikalikan dengan jumlah peredaran usaha atau penerimaan bruto pekerjaan bebas setahun.
Pedoman untuk menentukan penghasilan netto, dibuat dan disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan pegangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Wajib Pajak yang boleh menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto adalah Wajib Pajak orang pribadi yang memenuhi syarat sebagai berikut:
1.      Peredaran bruto kurang dari Rp4.800.000.000,00 per tahun.
2.      Mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 (tiga )bulan pertama dari tahun buku.
3.      Menyelenggarakan pencatatan.
Berikut ini adalah contoh penghitungan pajak yang terutang dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.
Wajib Pajak Anto kawin (istri tidak bekerja) dan mempunyai 3 orang anak. Ia seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta yang juga memiliki industry rotan di Cirebon. Misalnya besarnya persentase norma untuk industry rotan di Cirebon 12,5 % dan dokter di Jakarta 45 %.
Peredaran usaha dari industry rotan di Cirebon setahun        Rp400.000.000,00
Peredaran bruto seorang dokter di Jakarta setahun                Rp100.000.000,00
Penghasilan netto dihitung sebagai berikut:
            Dari industry rotan :12,5% x Rp400.000.000,00       =  Rp50.000.000,00
            Sebagai seorang dokter: 45% x Rp100.000.000,00    =  Rp45.000.000,00
            Jumlah penghasilan netto                                                Rp95.000.000,00
Penghasilan Tidak Kena Pajak                                                    Rp21.120.000,00
Penghasilan Kena Pajak                                                              Rp73.880.000,00

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Besarnya PTKP setahun yang berlaku saat ini adalah:
1.      Rp15.840.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi.
2.      Rp1.320.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.
3.      Rp15.840.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya di gabung dengan penghasilan suami, dengan syarat:
Ø  Penghasilan istri tidak semata-mata diterima atau diperoleh dari satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang PPh pasal 21, dan
Ø  Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau  anggota keluarga yang lain.
4.      Rp1.320.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang).
Penghasilan PTKP ditentukan menurut keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak. Penghitungan PTKP untuk pegawai lama ( tahun sebelumnya sudah bekerja diindonesia) dilakukan dengan melihat keadaan pada awal tahun takwim( 1 januari). Bagi pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun takwim, besarnya PTKP selain untuk dirinya sendiri juga PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

Contoh penghitungan PTKP:
1.      Joko sudah menikah dengan mempunyai seorang anak. PTKP Joko adalah
PTKP setahun:
Untuk Wajib Pajak sendiri                                          Rp15.840.000,00
Tambahan WP kawin                                                 Rp1.320.000,00
Tambahan 1 anak                                                        Rp1.320.000,00
Jumlah                                                                         Rp1.320.000,00
2.      John (warga Negara asing) bekerja di Indonesia pada tanggal 1 Maret 2009 dengan kontrak kerja selama 2 tahun. John sudah mennikah dan mempunyai 3 anak. PTKP John adalah:
PTKP setahun :
Untuk WP sendiri                               Rp15.480.000,00
Tambahan WP kawin                         Rp1.320.000,00
Tambahan tiga anak                            Rp3.960.000,00
Jumlah                                                 Rp21.120.000,00


Tarif Pajak
1.      Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
Tarif pajak yang diterpkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp50.000.000,00
5%
Di atas Rp50.000.000,00 sampai dengan Rp250.000.000,00
15%
Di atas Rp250.000.000,00 sampai dengan Rp500.000.000,00
25%
Di atas Rp500.000.000,00
30%
           
Tarif tertinggi bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2.      Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap
Sedangkan tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, mulai berlaku sejak tahun pajak 2010, diturunkan menjadi 25%. Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tariff sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif yang berlaku.
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 mendapat fasilitas berupa pengurangan tariff sebesar 50% yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00.

Cara Menghitung Pajak
Pajak Penghasilan (bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap) setahun dihitung dengan cara mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pajak sebagaimana diatur dalam UU PPh pasal 17. Untuk menghitung PPh dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Pajak Penghasilan (Wajib Pajak badan
= Penghasilan Kena Pajak x tarif pasal 17
= penghasilan netto x tarif pasal 17
= (penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh) x tarif pasal 17

Pajak Penghasilan (WP Orang Pribadi)
= Penghasilan kena pajak x tarif pasal 17
= (penghasilan netto – PTKP) x tarif pasal 17
= [(penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh) – PTKP] x tarif pasal 17
Catatan :
Untuk keperluan penghitungan PPh yang terutang pada akhir tahun,  Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah hingga ribuan penuh.
Contoh:
1.      Peredaran bruto PT Makmur dalam tahun pajak 2010 sebesar Rp4.500.000.000,00 dengan    Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp500.000.000,00. Penghitungan pajak yang terutang.
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Makmur tidak melebihi Rp4.800.000.000,00.
Pajak Penghasilan yang terutang:
(50% x 25%) x Rp500.000.000,00 = Rp62.500.000,00
2.      Peredaran bruto PT Jaya dalam tahun pajak 2010 sebesar Rp30.000.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3000.000.000,00. Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang.
(Rp4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000,00) x Rp3000.000.000,00 = Rp480.000.000,00
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:
Rp3000.000.000,00 – Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00
Pajak penghasilan yang terutang:
- ( 50% x 28% ) x Rp480.000.000,00                         = Rp67.200.000,00
-          28% x Rp2.520.000.000,00                                  = Rp705.600.000,00 (+)
Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang                   =Rp772.800.000,00
3.      Gunawan pada tahun 2010 mempunyai Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp241.850.600,00. Besarnya Pajak Penghasilan yang harus dibayar atas terutang oleh Gunawan adalah:
Penghasilan Kena Pajak                                              Rp241.850.600,00
(dibulatkan kebawah hingga ribuan rupiah)
Pajak Penghasilan yang harus dibayar:
5% x Rp50.000.000,00                                               Rp2.500.000,00
15% x Rp191.850.000,00                                           Rp28.777.500,00
Jumlah                                                                         Rp31.277.500,00

2.8 Pemotongan atau Pemungutan Pajak Penghasilan yang Bersifat Final
Dalam ketentuaan mengenai Pajak Penghasilan yang berlaku saat ini, ada beberapa jenis penghasilan (objek pajak) yang dikenakan pemotongan atau pemungutan pajak yang bersifat final. Penghasilan yang dikenakan pemotongan atau pemungutan PPh yang bersifat final, tetap dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT), hanya saja jumlahnya tidak dijumlahkan dengan penghasilan lainnya. Pajak yang sudah dipotong tidak diperhitungkan sebagai Kredit Pajak.

Cara Melunasi Pajak
Pada dasarnya, Wajib Pajak dapat menghitung dan melunasi Pajak Penghasilan melalui dua cara, Yaitu:
1.      Pelunasan pajak tahun berjalan, yaitu pelunasan pajak dalam Masa Pajak yang meliputi:
a.       Pembayaran sendiri oleh Wajib Pajak (PPh Pasal 25) untuk setiap Masa Pajak.
b.      Pembayaran pajak melalui pemotongan atau pemungutan pihak ketiga (orang pribadi atau badan baik swasta maupun pemerintah) berupa kredit pajak yang dapat diperhitungkan dengan jumlah pajak terutang selama tahun pajak, yaitu:
1)      Pemotongan PPh atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan (PPh pasal 21)
2)      Pemungutan PPh atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, dand pembayaran atas penyerahan barang kepada badan pemerintah (PPh pasal 22)
3)      Pemotongan PPh atas penghasilan dari modal atau penggunaan harta oleh orang lain, jasa, hadiah, dan penghargaan (PPh pasal 23)
4)      Pelunasan PPh di luar negeri atas penghasilan di luar negeri (PPh pasal 24)
5)      Pemotongan PPh atas penghasilan yang terutang atas Wajib Pajak luar negeri (PPh pasal 26)
6)      Pemotongan atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah atau bangunan serta penghasilan tertentulainnya (PPh pasal 4 ayat (2) . untuk pasal 4 ayat (2) tidak dapat dikreditkan.
2.      Pelunasan pajak sesudah akhir tahun.
Pelunasan pajak sesudah tahun pajak berakhir dilakukan dengan cara:
a.       Membayar pajak yang kurang disetor yaitu dengan menghitung sendiri jumlah Pajak Penghasilan terutang untuk suatu tahun pajak dikurangi dengan jumlah kredit pajak tahun yang bersangkutan.
b.      Membayar pajak yang kurang disetor berdasarkan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, apabila terdapat bukti bahwa jumlah Pajak penghasilan terutang tidak benar.


















BAB III
PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
Pajak penghasilan merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan. Yang menjadi subjek pajak penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak penghasilan. Jika Subjek Pajak telah memenuhi kewajiban kewajiban secara objektif maupun subjektif maka disebut Wajib Pajak. Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
3.2  SARAN
Semoga dengan pembuatan makalah ini, kita sebagai mahasiswa dapat mengetahui pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.
















DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo.2011.Perpajakan.yogyakarta: C.V ANDI OFFSET

No comments:

Judul Diunggulkan

JURNAL PENELITIAN PEMERIKSAAN AKUNTANSI - PEMERIKSAAN TERHADAP PIUTANG DAGANG

Pemeriksaaan Terhadap Piutang Dagang ( Account Receivable) Pada PT Bintang Baru Terus Jaya Oleh: Riza Marveni 1 Ri z ky Purnom...