Terima Kasih Telah Berkunjung Ke MAKALAH UBB

Tuesday, May 16, 2017

MAKALAH PERPAJAKAN - “DASAR PAJAK PENGHASILAN DI INDONESIA”

MAKALAH PERPAJAKAN
“DASAR PAJAK PENGHASILAN DI INDONESIA”


DI SUSUN OLEH:
RIZKY PURNOMO 301 14 11 097
SANDI IRAWAN 301 14 11 100
ZAINUL MAROM 301 14 11 124




FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
2017



KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur Penulis panjatkan pada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Dasar Pajak Penghasilan di Indonesia”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan.
Penulis berterima kasih kepada Bapak Rizki, S.Pd.,M.Akt., selaku dosen mata kuliah Perpajakan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna untuk menambah wawasan serta menambah pengetahuan kita tentang Perpajakan. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu Penulis berharap adanya saran dan kritikan yang membangun demi perbaikan makalah ini untuk masa yang akan datang.
Demikianlah kata pengantar dari Penulis, semoga makalah ini dapat berguna dan dapat dipahami bagi siapa pun yang membacanya. Penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata di dalam makalah ini. Sekian dan terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr.wb.



Balunijuk, 21 Februari 2017

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantari
Daftar Isi
BAB  I   PENDAHULUAN
1.1     Latar BelakangRumusan Masalah
1.2     Tujuan
BAB  II PEMBAHASAN
2.1     Sistematika Undang-Undang PPh
2.2     Jiwa Landasan Utama Pajak Penghasilan
2.3     Subjek Pajak
BAB  III PENUTUP
3.1.   Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang
Pajak penghasilan dikenal sebagai Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 atau PPh 25 adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Pajak penghasilan bisa diberlakukan progresif, proporsional, atau regresif. PPh akan selalu dikenakan terhadap orang atau badan usaha selaku wajib pajak yang memperoleh penghasilan. Setiap perusahaan jasa maupun non jasa sebagai wajib pajak diwajibkan untuk membayar pajak. Bagi perusahaan, pajak merupakan sumber pengeluaran(cash disbursment) tanpa adanya imbalan langsung untuk perusahaan tersebut. Sehingga biasanya banyak perusahaan melakukan upaya untuk membayar pajak terutangnya sekecil mungkin selama hal tersebut memungkinkan.
Pada hakekatnya perpajakan di Indonesia di tetapkan berdasarkan undang-undang, hal ini merupakan pencerminan bagian dari pelaksanaan tonggak demokrasi dalam hidup berbangsa dan bernegara. Dasar hukum untuk pajak penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983, kemudian mengalami perubahan berturut-turut, dari mulai Undang-Undang Nomor 7 & Tahun 1991, Undang-Undang Nomor 10 & Tahun 1994, Undang-Undang Nomor 17 & Tahun 2000, dan terakhir Undang-Undang Nomor 36 & Tahun 2008.
Dalam undang-undang tersebut terdapat sistematika Undang-undang Pajak Penghasilan yang memuat mengenai ketentuan-ketentuan dari pajak penghasilan tersebut. Terdapat pula jiwa dan landasan utama pajak penghasilan dalam Bab I Pasal 1 UU PPh tentang ketentuan umum menyatakan bahwa 'Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Wajib Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Ketentuan umum tersebut merupakan ketentuan yang menjadi dasar dan yang menjiwai ketentuan pada pasal-pasal berikutnya. Hal ini tentu saja merupakan hal yang penting dalam peraturan mengenai pajak penghasilan.
Subjek pajak merupakan segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan. Pajak Penghasilan berhubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri. Saat ini PPh pasal 21 harus menjadi perhatian bagi wajib pajak yang dikenakan PPh pasal 21. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai konsep dasar pajak penghasilan di Indonesia.

1.2.       Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, penulis merumuskan berbagai permasalahan yaitu:
1.        Bagaimana sistematika undang-undang pajak penghasilan di Indonesia?
2.        Apa yang menjadi jiwa landasan utama undang-undang pajak penghasilan?
3.        Apa saja yang termasuk dalam subjek pajak?

1.3.       Tujuan
Dengan adanya rumusan masalah tersebut, penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1.        Menguraikan sistematika undang-undang pajak penghasilan di Indonesia.
2.        Menjelaskan jiwa dan landasan utama dalam pajak penghasilan.
3.        Menguraikan mengenai subjek pajak.







BAB II
PEMBAHASAN

2.1.            Sistematika Undang-Undang Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan dikenal sebagai Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 atau PPh 25 adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Supaya pajak yang dipungut (pemajakan) oleh Negara dari rakyat tidak disamakan dengan perampokan dan supaya pelaksanaan pemajakan tidak menimbulkan kesewenang-wenangan, maka semua hal yang berkaitan dengan pemajakan harus diatur dengan undang-undang pajak (Pasal 23 ayat 2 UUD 1945). Berkaitan dengan Pajak Penghasilan (singkat resminya adalah PPh), segala sesuatu yang berkaitan dengan pemajakan PPh juga harus diatur dengan undang-undang. Di Indonesia undang-undang yang mengatur pemajakan PPh disebut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Undang-Undang Pajak Penghasilan yang berlaku saat ini adalah:
1.        Undang-Undang No 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
2.        Undang-Undang No. 9 Tahun 1991 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Undang-undang ini hanya mengubah satu dua pasal dan ayat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
3.        Undang-Undang No. 10 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 9 Tahun 1991 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Undang-undang ini mengubah cukup banyak pasal dan ayat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1991.
4.        Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan  Undang-Undang No 9 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Undang-Undang ini mengubah sekitar 23 pasal dan ayat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah dua kali diubah tersebut.
Dalam praktek, demi kepraktisan, keempat Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan tersebut disatukan dalam satu naskah yang disebut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No 17 Tahun 2000.
Sistematika UU PPh terbaru terdiri dari 9 (sembilan) bab dan 40 (empat puluh) pasal, yakni:
Bab I tentang Ketentuan Umum ; hanya terdiri dari satu pasal, yaitu Pasal 1;
Bab II tentang Subjek Pajak; terdiri dari tiga pasal, yaitu Pasal 2, 2A, 3;
Bab III tentang Objek Pajak; terdiri dari sebelas pasal, yaitu Pasal 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 11A, 14, 15 (Pasal 12 dan 13 dihapus);
Bab IV tentang Cara Menghitung Pajak; terdiri dari empat pasal, yaitu Pasal 16, 17, 18, 19;
Bab V tentang Pelunasan Pajak dalam Tahun Berjalan; terdiri dari tujuh pasal, yaitu Pasal 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26;
Bab VI tentang Perhitungan Pajak pada Akhir Tahun; terdiri dari tiga pasal, yaitu Pasal 28, 28A, 29 (Pasal 27, 30 dan 31 dihapus);
Bab VII tentang Ketentuan Lain-lain; terdiri dari lima pasal, yaitu Pasal 31A, 31B, 31C, 32, 32A;
Bab VIII tentang Ketentuan Peralihan; terdiri dari tiga pasal, yaitu Pasal 33, 33A, 34;
Bab IX tentang Ketentuan Penutup; terdiri dari tiga pasal, yaitu Pasal 35, II, III.

2.2.            Jiwa Landasan Utama Pajak Penghasilan
Bab I Pasal 1 UU PPh tentang ketentuan umum menyatakan bahwa 'Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Wajib Pajak atas penghasilan yang dityerima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Ketentuan umum tersebut merupakan ketentuan yang menjadi dasar dan yang menjiwai ketentuan pada pasal-pasal berikutnya.
Konsep penting yang terdapat dalam ketentuan umum Pasal 1 tersebut:
1.        Konsep 'Subjek Pajak' termasuk konsep 'Wajib Pajak',
2.        Konsep 'penghasilan yang diterima atau diperoleh' sebagai Objek Pajak,
3.        Konsep 'dikenakan', dan
4.        Konsep 'dalam tahun pajak'.
Konsep pertama, yaitu konsep Subjek Pajak dan Wajib Pajak dijabarkan dalam Bab II UU PPh. Konsep 'penghasilan yang dirterima atau diperoleh' sebagai Objek Pajak dijabarkan dalam Bab III. Sedangkan konsep 'dikenakan' dan Konsep 'dalam tahun pajak' dijabarkan pada Bab IV sampai Bab VI.
Jiwa dari ketentuan Pasal I menyatakan bahwa Pajak Penghasilan termasuk dalam kelompok pajak langsung, yaitu jenis pajak yang pengenaannya dilakukan secara periodik dan secara yuridis beban pajaknya tidak boleh dialihkan kepada pihak lain selain pihak yang telah ditentukan dalam UU PPh. Penggunaan frasa 'dalam tahun pajak' dalam ketentuan Pasal 1 tersebut menunjukkan bahwa PPh dikenakan secara periodik setahun sekali, tidak secara insidentil setiap kali terjadinya peristiwa penerimaan penghasilan. Pengenaan PPh setiap periodik setahun sekali ini akan dibahas lebih mendalam di bab mengenai mekanisme/prosedur pemajakan PPh.
Jiwa dari ketentuan Pasal 1 juga menunjukkan bahwa Pajak Penghasilan termasuk dalam kelompok pajak subjektif, yaitu jenis pajak yang terlebih dahulu menekankan Subjek Pajak baru kemusian Objek Pajak. Perhatian cara perumusannya: 'Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh...'. Perumusannya tidak berbunyi: 'Pajak Penghasilan dikenakan atas  penghasilan yang diterima atau diperoleh Subjek Pajak...'. Makna dari perumusan ini adalah bahwa- dalam menentukan peristiwa atau transaksi atau kasus yang dikenai atau tidak dikenai PPh dan jika dikenai PPh berapa besar PPh itu- yang lebih dahulu dianalisi adalah Subjek Pajak PPh baru kemudian Objek Pajak PPh. Karena itu, dalam membahas PPh, terlebih dahulu dibahas adalah Subjek Pajak PPh baru diikuti Objek Pajak PPH, dan penghitungan besarnya PPh.
Untuk menentukan suatu kasus/peristiwa/transaski dikenai PPh atau tidak, langkah pertama adalah menentukan pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam kasus/peristiwa/transaski tersebut. Kemudian status Subjek Pajak dari masing-masing pihak yang terlibat dalam kasus/peristiwa/transaski tersebut dianalisis. Untuk menjawab ini kita mulai dengan menganalisis cara menentukan Subjek Pajak PPh menurut UU PPh.

2.3.            Subjek Pajak Penghasilan
Subjek Pajak Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak Penghasilan. Undang-undang Pajak Penghasilan di Indonesia mengatur pengenaan Pajak Penghasilan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Subjek Pajak akan dikenakan Pajak Penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Jika Subjek Pajak telah memenuhi kewajiban pajak secara objektif maupun subjektif maka disebut Wajib Pajak. Pasal 1 UU No. 16 Tahun 2000 tentang KUP menyebutkan bahwa Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak dan pemotong pajak tertentu.
Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU No. 36 Tahun 20 08, Subjek Pajak dikelompokkan sebagai berikut:
1.        Subjek Pajak orang pribadi
Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun diluar Indonesia.
2.        Subjek Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan Subjek Pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak Pengganti dimaksudkan agar penggenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.
3.        Subjek Pajak Badan.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Badan usaha milik negara  dan badan usaha milik daerah merupakan Subjek Pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan pemerintahan, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan Subjek Pajak. Dalam pergertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.
4.        Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
a.         Tempat kedudukan manajemen;
b.         Cabang perusahaan;
c.         Kantor perwakilan;
d.         Gedung kantor;
e.         Pabrik;
f.          Bengkel;
g.         Gudang;
h.         Ruang untuk promosi dan penjualan;
i.           Pertambangan dan penggalian sumber alam;
j.           Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
k.         Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
l.           Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
m.       Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
n.         Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
o.         Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia;
p.         Komputer, agenelektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

A.      Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri
Subjek pajak penghasilan juga dikelompokkan menjadi Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri. Pengelompokkan tersebut diatur dalam Pasal 2 ayat 2 UU No. 36 Tahun 2008.
1.    Subjek pajak dalam negeri, adalah:
a.              Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b.             Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1)        Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2)        Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
3)        Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan funsional negara;

2.    Subjek Pajak Luar Negeri, adalah;
a.              Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, Orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
b.             Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, Orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

B.       Kewajiban Pajak Subjektif
Kewajiban Pajak Subjektif berarti bahwa kewajiban pajak yang melekat pada subjeknya dan tidak dapat dilimpahkan pada orang atau pihak lain. Pada umumnya setiap orang yang bertempat tinggal di Indonesia memenuhi kewajiban pajak subjektif. Sedangkan untuk orang yang bertempat tinggal diluar Indonesia kewajiban pajak subjektifnya ada kalau mempunyai hubungan ekonomi dengan Indonesia.
Saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif untuk setiap Subjek Pajak diuraikan dalam tabel berikut ini.
Jenis Subjek Pajak
Kewajiban Pajak Subjektif Dimulai
Kewajiban Pajak Subjektif Berakhir
Dalam Negeri Orang Pribadi
·  Saat dilahirkan
·  Saat berada di Indonesia atau berniat di Indonesia
·   Saat meninggal
·   Saat meninggal Indonesia untuk selama-lamanya
Dalam Negeri Badan
·   Saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
·  Saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia
Luar Negeri Tidak Melalui BUT
·   Saat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
·   Saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
Warisan Belum Terbagi
·  Saat timbulnya warisan yang belum terbagi
·  Saat warisan selesai dibagikan

Apabila kewajiban pajak subjekif orang pribadi yang bertempat tinggal atau yang berada di Indonesia hanya meliputi sebagian dari tahun pajak, maka bagian tahun pajak tersebut menggantikan tahun pajak.

C.      Tidak Termasuk Subjek Pajak
Yang tidak termasuk Subjek Pajak berdasarkan Pasal 2 UU No. 36 Tahun 2008 adalah:
1.    Kantor perwakilan negara asing;
2.    Penjabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuab timbal balik;
3.    Organisasi-organisasi internasional dengan syarat Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
4.    Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada nomor 3, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Organisasi internasional yang tidak termasuk Subjek Pajak sebagaimana dimaksud nomor 3 ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

D.      Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri
Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Wajib Pajak sejak saat didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri baik orang pribasi maupun badan sekaligus menjadi Wajib Pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif. Sehubungan dengan pemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.
Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajin Pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain:
1.    Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia;
2.    Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan;
3.    Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
4.    Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak badan dalam negeri sebagaimana diatur dalam undang-undang ini dan undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.


No comments:

Judul Diunggulkan

JURNAL PENELITIAN PEMERIKSAAN AKUNTANSI - PEMERIKSAAN TERHADAP PIUTANG DAGANG

Pemeriksaaan Terhadap Piutang Dagang ( Account Receivable) Pada PT Bintang Baru Terus Jaya Oleh: Riza Marveni 1 Ri z ky Purnom...