MAKALAH PERPAJAKAN
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
1.
RIZA MARVENI :301 14 11 096
2.
TARI
NOFIANTI :301 14 11
111
3.
SANDI IRAWAN :301 14 11 113
KELAS:4 AKUNTASI 4
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadiran Allah SWT yang telah mamberikan rahmat dan hidayah-Nya,sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini
pada mata kuliah Perpajakan
di Universitas Bangka Belitung.
Tak lupa sholawat
serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW,
yang telah mengarahkan kepada kita satu-satunya agama yang diridhoi Allah SWT,
yakni agama Islam.Alhamdulillah
penulisan makalah ini bisa diselesaikan, walaupun kemungkinan dalam penyusunan
makalah ini masih banyak kekurangan-kekuragan baik dalam penggunaan bahasa
maupun pengambilan data-data yang bisa dibilang kurang komplit dan detail.
Mengingat keterbatasan kami yang masih
belum bisa maksimal dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan. Dengan
mengambil judul “KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN”
kami berharap semoga makalah yang singkat ini dapat bermanfaat bagi kami maupun
orang yang membacanya.
Akhir kata kami
menyadari bahwasanya bila segala urusan telah selesai maka akan tampak
kekurangannya. Oleh karena itu kritik dan saran selalu kami tunggu demi
peningkatan kualitas dan mutu dari makalah yang kami susun ini. Dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat.
Balunijuk, Februari 2016
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
PENDAHULUAN
Peraturan perundang-undangan di Indonesia masih banyak
yang dibuat pada zaman pemerintahan Belanda. Khususnya peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan antara lain Aturan Bea Materai Tahun
1921, Ordonasi Pajak Perseroan Tahun 1925, Ordonasi Pajak Kekayaan Tahun 1932,
Ordonasi Pajak Pendapatan Tahun 1944, juga merupakan undang-undang yang dibuat
pada zaman pemerintahan penjajahan Belanda. Karena terdapat perbedaan falsafah
yang melatarbelakangi dan sistem yang melekat pada undang-undang tersebut, maka
perundang-undangan perpajakan belum memenuhi fungsi sebagai sarana pembangunan
nasional. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan perpajakan telah
beberapa kali dilakukan perubahan penyesuaian.
Pada tahun 2000 telah dilakukan perubahan kedua terhadap
peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan yang berlaku sejak 1 januari 2001.
Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan ini pada prinsipnya berlaku bagi undang-undang pajak materiil,
kecuali apabila dalam undang-undang pajak yang bersangkutan telah mengatur
sendiri mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakannya.
Dalam pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994, disadari masih terdapat hal-hal yang belum
tertampung sehingga menuntut perlunya penyempurnaan sejalan dengan perkembangan
sosial ekonomi dan kebijakan pemerintah.
1.2.
RUMUSAN MASALAH
1.
Dasar
Hukum
2.
Pengertian-pengertian
dalam ketentuan umum dan tata cara perpajakan
3.
Tahun
Pajak
4.
Kewajiban
dan hak wajib pajak
5.
NPWP
6.
Pengukuhan
pengusahaan Kena Pajak
7.
Surat
Pemberitahuan SPT
8.
Surat
Setoran Pajak dan Pembayaran Pajak
9.
Surat
Ketetapan Pajak
1.3.
TUJUAN
Dengan adanya makalah ini, diharapkan penulis maupun
pihak yang membaca makalah ini setidaknya dapat mengetahui tentang tata cara
pelaksanaan pajak yang berlaku di Indonesia dan lebih sadar akan kewajiban
sebagai warga Negara yang baik .
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Dasar Hukum
Dasar hukum Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
adalah Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000.
2.
Pengertian-pengertian dalam ketentuan umum dan tata cara
perpajakan
Beberapa pengertian yang harus diketahui menurut UU No.
28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, adalah:
a) Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan difunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
b) Wajib pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan,
meliputi pembayar pajak, pemotong pjak, dan pemungutan pajak, yang mempunyai
hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan perpajakan.
c) Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang
meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan
usaha milik negara atau badan usaha milik derah dengan nama dan dalam bentuk
apapun, firma, kongsi, koperasi, dan pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,
lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk
usaha tetap.
d) Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk
apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang,
mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan
barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau
memanfaatkan jasa dari luar pabean.
e) Masa pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi
Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang
dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang
ini. Jangka waktu lainnya yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan
paling lama 3 (tiga) bulan takwin.
f) Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun kalender
kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun
kalender.
g) Bagian tahun pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 tahun
pajak.
h) Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada
suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
i) Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung
jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi
kewajiban wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
j) Kredit pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah
dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
k) Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan
mengolah data keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan
profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
l) Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti
berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya
dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang
perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara.
m) Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang
dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi
tindak pidana di bidang perpajakan.
n) Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan
lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan
penghitungannya.
3.
Tahun Pajak
3.1.Pengertian
Pada umumnya tahun pajak sama dengan tahun takwim atau
tahun kalender. Akan tetapi Wajib Pajak dapat menggunakan tahun pajak tidak
sama dengan tahun takwim dengan syarat konsisten (taat asas) selama 12 bulan,
dan melapor/memberitahu kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat.
Tahun pajak sebagaimana dijelaskan diatas adalah jangka
waktu satu tahun takwim atau tahun kalender (1 Januari sampai 31 Desember),
kecuali wajib pajak ternyata tahun pajaknya tidak sama dengan tahun takwim,
maka wajib pajak harus melapor/memberitahukan kepada Direktur Jenderal pajak
untuk mendapat persetujuan
3.2.Penetapan
Tahun Pajak
Dalam hal penetapan Tahun Pajak khususnya Tahun Pajak
tidak sama dengan tahun takwim, maka yang menjadi pedoman adalah banyaknya
bulan dalam tahun tersebut.
Contoh :
-
Pembukuan
dimulai 1 Juli 2001 dan berakhir 30 Juni 2002. Ditetapkan sebagai Tahun Pajak
2001 (enam bulan pertama jatuh pada Tahun 2001).
-
Pembukuan
dimulai 1 April 2001 dan berakhir 31 Maret 2002. Ditetapkan sebagai Tahun Pajak
2001 (bulan yang lebih banyak jatuh pada tahun 2001).
-
Pembukuan
dimulai 1 Oktober 2001 dan berakhir 30 September 2002. Ditetapkan sebagai Tahun
Pajak 2002 (bulan yang lebih banyak jatuh pada tahun 2002).
4.
Kewajiban dan Hak wajib pajak
4.1.Kewajiban
Wajib Pajak
-
Mendaftarkan
diri untuk mendapatkan NPWP
-
Melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP
-
Menghitung
dan membayar sendiri pajak dengan benar.
-
Mengisi
dengan benar SPT, dan memasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu
yang telah ditentukan.
-
Menyelenggarakan
pembukuan/pencatatan.
-
Jika
diperiksa wajib:
a)
Memperlihatkan
dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan
dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan
usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.
b)
Memberikan
kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi
bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
-
Apabila
dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan
keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk
merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan
untuk keperluan pemeriksaan.
4.2.Hak-hak
Wajib Pajak
-
Mengajukan
surat keberatan dan surat banding.
-
Menerima
tanda bukti pemasukan SPT.
-
Melakukan
pembetulan SPT yang telah dimasukkan.
-
Mengajukan
permohonan penundaan penyampaian SPT.
-
Mengajukan
permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak.
-
Mengajukan
permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak.
-
Meminta
pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
-
Mengajukan
permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan
pajak yang salah.
-
Memberi
kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya.
-
Meminta
bukti pemotongan atau pemungutan pajak.
-
Mengajukan
kkeberatan dan banding.
5.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
5.1.Pengertian
NPWP
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan
kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib pajak dalam melaksanakan
hak dan kewajiban perpajakannnya. Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak
hanya diberikan satu NPWP dan NPWP tersebut berfungsi:
-
Sebagai
tanda pengenal atau identitas Wajib Pajak, karena setiap Wajib Pajak
diterbitkan satu NPWP;
-
Sebagai
sarana korespondensi antara fiskus dengan Wajib Pajak;
-
Sebagai
saran untuk membayar pajak, yaitu NPWP dicantumkan dalam dokumen impor, dan
Surat Setoran Pajak (SSP).
-
Sebagai
alat untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pegawasan administrasi
perpajakan oleh Fiskus terhadap Wajib Pajak.
5.2.Cara
Memperoleh NPWP
Semua wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan
subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
berdasarkan sistem self assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak dan sekaligus untuk
mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
-
Persyaratan
subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subyek pajak
dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya
-
Persyaratan
objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh
penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.
Tempat pendaftaran dilakukan pada kantor Direktorat
Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan kantor
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha
dilakukan bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu.
Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula
terhadap wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup terpisah
berdasarkan keputusan hukum atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan
perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
Persyaratan pendaftaran NPWP khusus bagi Wajib Pajak
Perseorangan Usahawan dan Wajib Pajak Badan sebagaiman diatur dalam keputusan
Nomor Kep-34/PJ.2/1989 tanggal 10 Juli 1989 disempurnakan dengan
SE-07/PJ.24/1993 tanggal 7 Juli 1993 dan PER-24/PJ./2009 tanggal 16 Maret 2009
sehingga menjadi sebagai berikut:
-
Untuk
Wajib Pajak Perseorangan Usahawan: Pendaftaran NPWP dilampiri dengan:
·
Fotocopy
KTP atau fotocopy Kartu Keluarga;
·
Untuk
karyawan harus dilengkapi dengan surat keterangan dari perusahaan;
·
Untuk
pengusaha, fotocopy Surat Izin Usaha atau Surat Keterangan Tempat Usaha dari
Instansi yang berwenang;
-
Untuk
Wajib Pajak Badan; Pendaftaran NPWP dilampiri dengan:
·
Fotocopy
KTP atau Paspor salah seorang pengurus dan fotocopy kartu keluarga;
·
Fotocopy
Surat Izin usaha atau Surat Keterangan Tempat Usaha dari Instansi yang
berwenang.
Bagi yang memenuhi persyaratan seperti tersebut di atas Kartu
NPWP diterbitkan oleh Kantor Pelayanan
Pajak dalam jangka waktu 1 (satu) hari. Kartu NPWP tersebut dikirim kepada Wajib
Pajak pada hari berikutnya atau dapat diambil sendiri oleh Wajib Pajak dengan
membubuhkan tanda tangan sebagai tanda terima pada buku ekspedisi.
5.3.Pencantuman
NPWP
Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, wajib
Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya.
5.4.Pendaftaran
NPWP dan PKP melalui Elektronik (Electronic Registration)
Pendaftaran NPWP dan PKP oleh Wajib Pajak dapat juga
dilakukan secara elektonik yaitu melalui internet di situs Direktorat Jenderal
Pajak dengan alamat www.pajak.go.id. Wajib Pajak cukup memasukkan data-data pribadi (KTP/SIM/Paspor) untuk
dapat memperoleh NPWP.
Berikut langkah-langkah untuk mendapatkan NPWP melalui
internet:
-
Selanjutnya
anda memilih menu e-reg (electronic registration);
-
Pilih
menu “buat account baru” dan isilah kolom sesuai yang diminta;
-
Setelah
itu anda akan masuk ke menu “Formulir Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi”.
Isilah sesuai dengan KTP yang anda miliki;
-
Anda
akan memperoleh Surat Keterangan Terdaftar sementara yang berlaku selama 30
(tiga puluh) hari sejak pendaftaran dilakukan. Cetak SSKT sementara ttersebut
beserta formulir registrasi wajib pajak orang pribadi sebagai bukti anda sudah
terdaftar sebagai wajib pajak;
-
Tanda
tangani formulir registrasi, kemudian kirimkan/sampaikan langsung bersama SKT
sementara serta persyaratan lainnya ke Kantor Pelayanan Pajak seperti yang
tertera pada SKT sementara anda. Setelah itu anda akan menerima kartu NPWP dan
SKT asli.
5.5.Pemberian
NPWP Secara Jabatan
Sebagai penyempurnaan dari ketentuan sebelumnya yang
mengatur maslah penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan telah
dikeluarkan peraturan Direktur Jenderal Pajak No. Kep 47/Pj/2006 tanggal 25
April 2006. Penerbitan NPWP yang dapat dilakukan tanpa mengajukan permohonan
tetapi NPWP dapat diterbitkan secara jabatan telah diuraikan diatas. Tetapi dalam
pelaksanannyma NPWP kemungkinan timbul sanggahan dari pihak yang menerima NPWP
secara jabatan. Oleh karenanya untuk menghindari terjadinya permasalahan dengan
wajib pajak seperti NPWP Ganda dan memberikan keadilan bagi Wajib Pajak perlu
mengatur tata cara penerbitan NPWP secara jabatan. Pengaturan tersebut
meliputi:
-
Wajib
pajak dapat menyampaikan sanggahan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui pos
tercatat atas penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan dalam hal:
·
Wajib
pajak telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
·
Wajib
pajak orang pribadi meninggal dunia;
·
Wanita
kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan;
·
Wajib
pajak yang sesuai dengan ketentuan Undang-undang perpajakan tidak wajib
mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak;
-
Wajib
Pajak sebagaimana disebut pada butir (1a), (1b), dan (1c) diatas mengajukan
sanggahan, maka sanggahan disampaikan dengan menggunakan formulir yang telah
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
-
Sedangkan
untuk Wajib Pajak sebagaimana disebut pada butir (1d) (tidak wajib NPWP),
sanggahan disampaikan dengan menggunkan formulir yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
-
Khusus
wajib pajak orang pribadi yang meninggal dunia, sanggahan disampaikan oleh ahli
warisnya.
-
Sanggahan
dapat diterima ataupun dapat juga ditolak. Apabila sanggahan diterima, maka
Direktur Jenderal Pajak harus menyelesaikan dalam jangka waktu 14(empat belas)
hari sejak tanggal diterimanya Surat Sanggahan dari Wajib Pajak atau ahli
warisnya secara lengkap. Sebagai akibat diterima sanggahan tersebut akan
diterbitkan Surat Pencabutan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan penghapusan
NPWP.
-
Apabila
sanggahan Wajib Pajak atau ahli warisnya ditolak oleh Direktur Jenderal Pajak,
maka diterbitkan Surat Pemberitahuan.
5.6. Sanksi
Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri
untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak, atau menyalahgunakan atau menggunakan
tanpa hak NPWP sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit
2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4
kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua)
kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang
perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani
pidana penjara yang dijatuhkan.
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan
tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib
dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak
atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan
dan paling lama 2 tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi
yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan pling
banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau
pengkreditan yang dilakukan.
5.7.Penghapusan
NPWP
Selanjutnya NPPWP dapat dihapuskan. Dengan penghapusan
NPWP ini tidak berarti menghilangkan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan.
Pengertian penghapusan NPWP adalah tindakan menghapuskan Nomor Pokok Wajib
Pajak dari Tata Usaha Kantor Pelayanan Pajak. Tetapi juga diperhatikan bahwa
NPWP juga dapat diterbitkan secara jabatan. Penghapusan NPWP dilakukan dalam
hal:
-
Wajib
pajak orang pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan;
-
Wanita
kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan;
-
Warisan
yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai
Subjek Pajak sudah selesai dibagi;
-
Wajib
pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
-
Bentuk
usaha tetap yang karena suatu hal kehilangan statusnya sebagai bentuk usaha
tetap;
-
Wajib
pajak orang pribadi lainnya selain yang dimaksudkan pada angka 1 dan angka 2
yang tidak memenuhi syarat lagi untuk
dapat digolongkan sebagai wajib pajak.
Penghapusan NPWP ini dilakukan apabila utang pajak telah
dilunasi, kecuali dari hasil pemrikasaan pajak diketahui adanya utang pajak
yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi karena:
-
Warisan
pajak orang pribadi telah minggal dunia tanpa meninggalkan harta warisan, dan
tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak dapat ditemukan;
-
Wajib
pajak tidak dapat tidak mempunyai harta kekayaan lagi; atau
-
Sebab
lain sesuai dengan hassil pemeriksaan.
Penghapusan NPWP bagi wajib pajak wanita kawin karena
perkawinannya tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan,
berlakunya sejak awal tahun berikutnya setelah tahun perkawinan dilaksanakan
dengan ketentuan suami telah terdaftar sebagai wajib pajak.
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dapat dilakukan
secara jabatan, apabila berdasarkan data yang dimiliki Direktorat Jenderal
Pajak diketahui bahwa Wajib Pajak yang bersangkutan diterbitkan Nomor Pokok
Wajib Pajak secara jabatan ternyata telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
Penghapusan dimaksud dilakukan terhadap NPWP yang diterbitkan secara jabatan.
5.8.Format
NPWP
NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 (sembilan) digit
pertama merupakan Kode Wajib Pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan Kode
Administrasi Perpajakan.
Format
NPWP adalah XX.XXX.XXX.X-XXX.XXX
6.
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha
adalah orang pribadi atau badan
dalam bentuk apap pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan
barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan,
memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha
jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
Pengusaha
Kena Pajak adalah pengusaha yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang
dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
perubahannya.
Setiap pengusaha yang berdasarkan Undang-undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dikenakan pajak, wajib melaporkan usahanya pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Wajib pajak sebagai pengusaha kecil yang:
-
Memilih
sebagai PKP, wajib mengajukan pernyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai PKP;
-
Tidak
memilih sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun
buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batasan yang ditentukan
sebagai Pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP
paling lambat akhir masa pajak berikutnya.
Kewajiban melaporkan untuk dilakukan sebagai Pengusaha
Kena Pajak dilakukan sebelum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau
Jasa Kena Pajak. Terhadap pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai PKP
tetapi tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP akan dikukuhkan
sebagai PKP secara jabatan dan dikenakan sanksi perpajakan.
6.1.Fungsi
Pengukuhan PKP
-
Sebagai
identitas PKP yang bersangkutan
-
Sebagai
sarana pengawasan dalam melaksanakan hak dan kewajiban PKP di bidang Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang mewah.
6.2.Tempat
Pengukuhan PKP
Bagi pengusaha orang pribadi berkewajiban melaporkan
usahanya pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhandan Pengamatan
Potensi Perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pengusaha dan
tempat kegiatan usaha dilakukan. Sedangkan bagi pengusaha badan pada KPP atau
KP4 yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan pengusaha dan tempat
kegiatan usaha dilakukan. Jika pengusaha orang pribadi atau badan mempunyai
tempat kegiatan usaha di beberapa tempat, wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP baik KPP atau KP4 yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal atau tempat kedudukan usaha pengusaha ,aupun tempat kegiatan usaha
dilakukan.
Kewajiban melaporkan untuk dikukuhkan menjadi PKP
dibatasi jangka waktunya, karena hal berkaitan dengan saat pajak terutang dan
kewajiban mengenakan pajak terutang. Jangka waktu melaporkan adalah
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah saat usaha dimulai.
6.3.Pencabutan
Pengukuhan PKP
Pencabutan pengukuhan PKP dilakukan, antara lain dalam
hal:
-
PKP
pindah alamat.
-
Wajib
Pajak Badan telah dibubarkan secara resmi.
-
Tidak
memenuhi syarat sebagai PKP.
6.4.Sanksi
Bagi mereka yang dengan sengaja tidak mendaftarkan, atau
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, diancam dengan pidana.
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan
tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak pengukuhan pengusaha
kena pajak dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan
kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2
(dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau
pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi
yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.
7.
Surat Pemberitahuan SPT
7.1.Definisi
Menurut Pasal 1, angka 10 Undang-undang Nomor 16 Tahun
2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan SPT adalah
surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau
pembayaran pajak, objek pajak atau bukan objek pajak dan atau harta dan
kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, Surat Pemberitahuan/SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak
dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
7.2.Jenis
SPT
Memerhatikan saat pelaporannya SPT dibedakan menjadi dua:
-
SPT-Masa
adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan
atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu massa pajak atau pada suatu
saat, seperti:
·
SPT
Masa PPh Pasal 4 ayat 2;
·
SPT
Masa PPh Pasal 15;
·
SPT
Masa PPh Pasal 21 dan Pasal 26;
·
SPT
Masa PPh Pasal 23 dan Pasal 26;
·
SPT
Masa PPh Pasal25;
·
SPT
Masa Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atau barang mewah;
·
SPT
Masa Pajak Pertambahan Nilai dan Paajak Penjualan atas Barang Mewah bagi
Pemungut.
-
SPT-Tahunan
adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan
pembayaran pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, seperti:
·
SPT
Tahunan PPh Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebasatau kegiatan usaha
(1770);
·
SPT
Tahunan PPh Orang Pribadi yang memberitahukan perpanjangan jangka waktu
penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi (1770 Y);
·
SPT
Tahunan PPh Orang Pribadi Karyawan yang tidak melakukan pekerjaan bebas atau
kegiatan usaha tetapi menerima penghasilan dari satu pemberi kerja; menerima
penghasilan dalam negeri lainnya dan menerima penghasilan yang dikenakan Pajak
Penghasilan bersifat Final (1770 S)
7.3. Fungsi
SPT
-
Pembayaran
atau perlunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui
pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian
Tahun Pajak;
-
Penghasilan
yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak;
-
Harta
dan kewajiban;dan/atau
-
Pembayaran
dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang
pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
7.4. Prosedur
Penyelesaian SPT
-
Wajib
Pajak sebagaimana mengambil sendiri surat pemberitahuan di tempat yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain yang
tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan menteri Keuangan.
-
Setiap
Wajib Pajak wajib mengisi surat pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas,
dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata
uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat
Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
-
Wajib
Pajak yang telah mendapatkan izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan
pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan
satuan mata uang selain Rupiah yang diizinkan.
-
Penandatanganan
SPT dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda tangan stempel, atau tanda
tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang
sama.
-
Bukti-bukti
yang harus dilampirkan pada SPT, antara lain:
§
Untuk
wajib pajak mengadakan pembukuan: Laporan Keuangan berupa neraca dan laporan
laba rugi serta keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya
penghasilan kena pajak.
§
Untuk
SPT Maasa PPN sekurang-kurangnya memuat jumlah Dasar Pengenaan Pajak, jumlah
pajak keluaran jumlah pajak masukan yang dapat dikreditan, dan jumlah
kekurangan atau kelebihan pajak.
§
Untuk
wajib pajak yang menggunakan norma perhitungan: perhitungan jumlah peredaran
yang terjadi dalam tahun pajak yang bersankutan.
7.5. Pembetulan
SPT
Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan
Surat Pemberitahunan tahunan yang telah disampaikan dengan menyampaikan
pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan
tindakan pemeriksaan. Pembetulan Surat Pemberitahuan harus disampaikan paling
lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan.
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat
Pemberitahuan Tahunan maupun Surat Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang
pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak
jatuh tempoh pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi
belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang
dilakukan wajib pajak, terhadap ketidakbenaran perbuatan wajib pajak tersebut
tidak akan dilakukan penyidikan apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri
mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai perlunasan
kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi
administrasi berupa denda sebesar 150%.
Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan
pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat
ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam
laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang
telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya, yang dapat mengakibatkan:
§ Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar
atau lebih kecil;
§ Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil
atau lebih besar;
§ Jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau
§ Jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil.
7.6. Batas
Waktu Penyampaian SPT
-
Untuk
Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20n(dua puluh) hari setelah akhir Masa
Pajak. Khusus untk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan
paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
-
Untuk
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling
lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak;
-
Untuk
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4
(empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
7.7. Perpanjangan
Jangka Waktu Penyampaian SPT
Wajib pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian
SPT Tahunan sebagaimana dimaksud untuk paling lama 2 (dua) bulan sejak batas
waktu penyampaian SPT Tahunan dengan cara menyampaikan Pemberitahuan
Perpanjangan SPT Tahunan.
Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dibuat secara
tertulis dan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak, sebelum batas waktu
penyampaian SPT Tahunan berakhir, dengan dilampiri:
-
Penghitungan
sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang batas waktu
penyampaiannya diperpanjang;
-
Laporan
keuangan sementara; dan
-
Surat
Setoran Pajak sebagai bukti perlunasan kekurangan pembayaran pajak yang
terutang.
Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan wajib
ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasa Wajib Pajak. Dalam hal Pemberitahuan
Perpanjangan SPT Tahunan ditandatangani oleh Kuasa Wajib Pajak, Pemberitahuan
Perpanjangan SPT Tahunan harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.
Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dapat disampaikan:
-
Secara
langsung;
-
Melalui
pos dengan bukti pengiriman surat; atau
-
Dengan
cara lain, yang meliputi;
·
Melalui
perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
·
E-Filing
melalui ASP.
Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dianggap bukan merupakan yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dianggap bukan merupakan Pemberitahuan Perpanjangan SPT
Tahunan.
7.8. Sanksi
Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT
Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam
jangka waktu yang telah ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian
Surat Pemberitahuan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:
-
Rp
500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai,
-
Rp
100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya,
-
Rp
1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Badan,
-
Rp
1.00.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi.
Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau
menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap,
atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan
tersebut pertama kali dilakukan oleh
Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran
jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar
20% dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
Kealpaan
Setiap orang yang karena kealpaanya:
-
Tidak
menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
-
Menyampaikan
Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tiak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan
keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan
yang pertama kali, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat
3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.
Kesengajaan
Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat
Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang
isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan
paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang
tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang
tidak atau kurang dibayar.
8.
Surat Setoran Pajak (SSP) Dan Pembayaran Pajak
8.1. Pengertian
Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau
penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah
dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
8.2. Fungsi
SSP
SSP berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila
telah disahkan oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau
apabila telah mendapatkan validasi.
8.3. Tempat
Pembayaran Penyetoran Pajak
a. Bank ditunjuk oleh Menteri Keuangan
b. Kantor Pos
8.4. Batas
Waktu Pembayaran atau Penyetoran Pajak
Batas waktu pembayaran atau penyetoran pajak diatur
sebagai berikut:
a. Pembayaran Masa
1)
PPh
Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan harus disetor
paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
2)
PPh
Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak harus disetor
paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir kecuali ditetapkan lain oleh menteri keuangan.
3)
PPh
Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
4)
PPh
Pasal 15 yang harus dibayar sendiri harus disetor paling lama tanggal 15 (lima
belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
5)
PPh
Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor pling lama tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya setalh masa pajak berakhir.
6)
PPh
Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling
lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
7)
PPh
Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
8)
PPh
Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi bersamaan dengan
saat pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN
dan PPnBM atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen
pemberitahuan pabean impor.
9)
PPh
Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai, harus disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja
setelah dilakukan pemungutan pajak.
10) PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara harus disetor
pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang
dibiayai dari belanja Negara atau belanja Daerah, dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak atas nama rekanan an ditandatangani oleh bendahara.
11) PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar minyak, gas, dan
pelumas kepada penyalur/agen atau industri yang dipungut oleh Wajib Pajak badan
yang bergerak dalam bidang produksi bahan bakar minyak, gas pelumas, harus
disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan beikutnya setelah Masa Pajak
berakhir.
b. Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, serta Surat Keteapan Pajak Kurang bayar tambahan, dan surat keputusan
keberatan, surat keputusan pembentulan, putusan banding, serta putusan
peninjauan kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah,
harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan.
c. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum Surat
Pemberitahuan Pajak Penghasilan disampaikan.
8.5. Tata
Cara Menunda atau Mengangsur Pembayaran Atas Ketetapan Pajak
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis
untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang masih harus dibayar dalam
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tamabahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah
pajak terutang bertambah,serta Pajak Penghasilan Pasal 29, kepada Direktur
Jenderal Pajak.
Permohonan harus diajukan paling lama 9 (sembilan) hari
kerja sebelum saat jatuh tempo pembayaran utang pajak berakhir disertai alasan
dan jumlah pembayaran pajak yang dimohon diangsur atau ditunda. Apabila
ternyata batassan waktu 9 (sembilan) hari kerja tidak dapat dipenuhi oleh Wajib
Pajak karena keadaan di luar kekuasaanya, permohonan Wajib Pajak masih dapat
dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak sepanjang Wajib Pajak dapat
membuktikan kebenaran keadaan diluar kekuasaannya tersebut.
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan atas
permohonan tersebut berupa menerima seluruhnya, menerima sebagian, atau
menolak. Surat keputusan diterbitkan paling lama 7(tujuh) hari kerja setelah
tanggal diterimanya permohonan. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat, Direktur Jenderal Pajak tidak
memberi suatu keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima.
9.
Surat Ketetapan Pajak
Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang
meliputi Surat Ketetapan Pajang Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar.
Besarnya
pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak sebagai ketetapan pajak tertuang
dalam surat yang diistilahkan dengan Surat Ketetapan Pajak. Pengertian SKP
sesuai dengan UU No.28 th 2007 tentang KUP adalah surat ketetapan yang meliputi
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKBKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil, Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar (SKPLB). Surat ketetapan ini sebagai suatu ketetapan tertulis yang
menimbulkan hak dan kewajiban, memuat besarnya utang pajak pada tahun tertentu
bagi WP yang nama dan alamatnya tercantum dalam surat ketetapan pajak.
9.1. SURAT KETETAPAN
PAJAK KURANG BAYAR (SKPKB)
SKPKB
adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang
terutang,jumlah kredit pajak,jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,besarnya
sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar . SKPKB diterbitkan
apabila:
·
Berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata jumlah pajak yang
terutang tidak/kurang dibayar
·
SPT tidak disampaikan dalam waktunya,dan setelah ditegur
secara tertulis tidak juga disampaikan dalam waktu menurut surat teguran
·
Berdasarkan pemeriksaan mengenai PPN&PPnBM ternyata tidak
harus dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif
0%
·
Kewajiban menyelenggarakan pembukuan/pencatatan tidak
terpenuhi,sehingga tidak diketahui besarnya pajak yang terutang
Sanksi
Administrasi
·
.Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan pada poin a,maka
jumlah kekurangan pajak terutang ditambah dengan sanksi administrasi 2% sebulan
(max 24 bulan).
·
Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan poin b,c,d, mk
dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar:


Fungsi
SKPKB





9.2. SURAT KETETAPAN
PAJAK KURANG BAYAR TAMBAHAN (SKPKBT)
SKPKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas
jumlah pajak yang telah ditetapkan
SKPKBT
Diterbitkan apabila:
·
.Berdasarkan data baru atau data yang belum
terungkap,menyebabkan penambahan pajak yang terutang dalam surat ketetapan
pajak sebelumnya. Penerbitan SKPKBT ini dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun
pajak. 8
Sebagai
konsekuensinya jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam SKPKBT
ditambah sangksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah pajak
yang tidak atau kurang dibayar.
·
Hasil penelitian atas putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap WP yang dipidana karena melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan yang dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara. SKPKBT ini diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun setelah
saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau
tahun pajak. Sebagai konsekuensinya jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
dalam SKPKBT ditambah sangksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari
jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar. SKPKBT yang diterbitkan berdasarkan
hasil penelitian terhadap putusan pengadilan dapat juga diterbitkan setelah
jangka waktu 5 tahun terlampaui sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya
masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak. Akibat hal tersebut, jumlah
pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam SKBKBT ditambah sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.
9.3. SURAT KETETAPAN
PAJAK NIHIL (SKPN)


9.4. SURAT KETETAPAN
LEBIH BAYAR (SKPLB)



9.5. SURAT TAGIHAN
PAJAK (STP)
STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau
sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
STP
dikeluarkan apabila:
·
PPh dalam tahun berjalan tidak/kurang bayar
·
Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran
pajak akibat dari salah hitung/tulis
·
WP dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan bunga.
·
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tapi tidak
membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu
·
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak
mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dlm Pasal 13 ayat 5 UU
PPN&PPnBM selain: identitas pembeli atau identitas pembeli serta nama dan
tanda tangan dalam hal penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang eceran
·
PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak
·
PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian
pajak masukan
BAB
III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
1.1.Perpajakan diatur dalam Undang-Undang. Undang-Undang
perpajakan dapat mengalami perubahan sehingga dapat menimbulkan munculnya
istilah-istilah baru.
1.2.Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sangat diperlukan karena
dapat digunakan sebagai identitas Pengusaha Kena Pajak itu sendiri dan sebagai
sarana pegawasan dalam melaksanakan hak dan kewajiban PKP di bidang PPN dan
PPn-BM.
1.3.Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau
penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah
dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang
ditunjuk oleh menteri keuangan.
1.4.Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak
dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
1.5.Hak-hak Wajib Pajak antara lain:







1.6.Wewenang dan Kewajiban Aparat Perpajakan antara lain:











2.
Saran
Setelah mempelajari makalah ini hendaklah kita sadar akan
kewajiban kita untuk membayar pajak, agar pembagunan disegala sektor yang ada
di Negara kita ini dapat berjalan dengan lancar sehingga biasa dinikmati oleh
seluruh masyarakat Indonesia.
3.
Referensi
3.1.Waluyo,2007,perpajakan Indonesia, Buku 1 Edisi 7,
Penerbit Salemba Empat,Jakarta: Salemba Empat
Type=article&populate=surat+ketetapan+pajak
3.4.Mardiasmo,revisi 2008,perpajakan,penerbit Andi yogyakarta.
No comments:
Post a Comment