MAKALAH AKUNTANSI
SYARIAH
“KONSEP RIBA DAN PSAK SYARIAH”
Disusun
oleh:
Disusun Oleh:
Kelompok 3
Suci Wahyuni
Sulastri
Suma Agustina
Susi Susanti
Zelvi Oktapiani
4
AK 4
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BANGKA
BELITUNG
TAHUN AJARAN
2015/2016
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kami
panjatkan kepada Allah SWT, karena atas kehendak dan rahmat-Nya lah kami dapat kami
dapat menyelesaikan tugas makalah Akuntansi syariah ini yang berjudul “Konsep
Riba dan PSAK Syari’ah” dengan tepat waktu.
Penulisan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tanggung jawab yang diberikan
kepada kami oleh dosen pengajar mata perkuliahan Akuntansi Syariah di Fakultas
Ekonomi Universitas Bangka Belitung.
Kami ingin mengucapkan kepada
teman-teman yang telah memberikan informasi dan juga motivasi kepada kami,
terutama kami ingin mengucapkan terima kasih kepada para anggota kelompok 3
yang telah memberikan kontribusi baik itu dari segi materil maupun non materil dalam proses penyelesaina makalah
ini.
Kami sadar bahwa makalah ini masih
jauh dari kata “SEMPURNA”. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca sangat diperlukan demi pembuatan makalah lagi di masa mendatang.
Harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Aamiin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Riba merupakan
pendapatan yang di peroleh secara tidak adil. Riba telah berkembang sejak zaman
jahiliyah hingga sekarang ini. Sejak itu banyaknya masalah-masalah ekonomi yang
terjadi di masyarakat dan telah menjadi tradisi bangsa arab terhadap jual beli
maupun pinjam-meminjam barang dan jasa. Sehingga sudah mendarah daging, bangsa
arab memberikan pinjaman kepada seseorang dan memungut biaya jauh di atas dari
pinjaman awal yang di berikan kepada peminjam akibatnya banyaknya orang lupa
akan larangan riba. Sejak datangnya Islam di masa Rasullullah saw. Islam telah
melarang adanya riba. Karena sudah mendarah daging, Allah SWT melarang riba
secara bertahap. Allah SWT melaknat hamba-hambanya bagi yang melakukan
perbuatan riba. Perlu adanya pemahaman yang luas, agar tidak terjerumus dalam
Riba. Karena Riba menyebabkan tidak
terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.
Kebutuhan akan
adanya acuan terhadap aturan-aturan perbankan memicu para ahli akuntansi
membuat batasan dalam setiap transaksi, baik akad ataupun kegiatan yang
berkaitan dengan objek dan subjek akad dimana batasan dan aturan tersebut
terangkum dalam Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan (PSAK). Baik perbankan
konvensional maupun syariah diharuskan dalam setiap transaksi atau produknya
mengacu pada PSAK. Namun berdasarkan pernyataan tersebut penulis hanya akan
membahas PSAK yang mengatur khusus transaksi syariah dimana dalam PSAK tersebut
mengacu pada prinsip-prinsip diantaranya prinsip keadilan, prinsip
persaudaraan, prinsip kemaslahatan, prinsip keseimbangan dan prinsip
universalisme. Akan tetapi dalam makalah
ini penulis akan mengupas kajian PSAK 101-108 (tentang syariah) yang mengacu
hanya pada prinsip universalisme.
Prinsip
universalisme dalam PSAK didefinisikan sebagai prinsip yang esensinya dapat
dilakukan oleh, dengan dan untuk semua pihak yang berkepentingan tanpa
membedakan suku, agama, ras dan golongan sesuai dengan semangat kerahmatan
semesta.
1.2.
RUMUSAN MASALAH
2.
Apakah
pengertian dari riba?
3.
Berapakah
jenis riba yang ada di dalam akuntansi syari’ah?
4.
Apasaja
transaksi-transaksi yang menyebabkan riba?
5.
Apakah
pengertian dari PSAK?
6.
Adakah
Manfaat adanya PSAK dengan sistem akuntansi?
7.
Apasaja Perbedaan PSAK dan GAAP?
8.
Siapa Badan-badan yang mengurusi PSAK di Indonesia?
9.
Bagaimana Pengembangan PSAK di Indonesia?
10. Apa isi dari PSAK no 59, 101-109?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. KONSEP DASAR RIBA
Riba berarti
menetapkan bunga atau melebihkan
jumlah pinjaman saat pengembalian
berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan
kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam
pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti
tumbuh dan membesar . Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti
pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil.
Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat
benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam
transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam. Dalam Islam, memungut riba atau
mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah haram. Ini dipertegas dalam
Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 275 :“...padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba... .”
2.2 RIBA DALAM AKUNTANSI
SYARI’AH
1.
Riba
dalam transaksi utang piutang terbagi atas 2 (dua) kategori yaitu :
a.
Riba
Qardh adalah kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang
b.
Riba
Jahiliyyah adalah riba yang timbul karena peminjam tidak mampu membayar
utangnya pada waktu yang ditetapkan.
2.
Riba
dalam transaksi jual beli terbagi 2 ( dua ) yaitu :
a.
Riba
Nasi’ah
Riba Nasi’ah adalah riba
yang muncul karena utang-piutang, riba nasi’ah dapat terjadi dalam segala jenis
transaksi kredit atau utang-piutang dimana satu pihak harus membayar lebih
besar dari pokok pinjamannya. Kelebihan dari pokok pinjamannya dengan nama
apapun (bunga/interest/bagi hasil), dihitung dengan cara apapun (fixed rate
atau floating rate), besar atau kecil semuanya itu tergolong riba, sesuai QS
2:278-280.
Kelebihan tersebut dapat
berupa suatu tambahan atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap
yang berhutang. Untuk kelebihan jenis ini ada yang menyebutnya riba qard.
Misalnya Bank sebagai kreditor memberikan pinjaman dan mensyaratkan pembayaran
bunga yang besarnya ditentukan terlebih dahulu di awal transaksi, bunga inilah
yang termasuk dalam riba nasi’ah. Demikian pula bunga yang dibayarkan bank atas
deposito atau tabungan nasabahnya.
Selain itu, kelebihan
tersebut dapat berupa tambahan yang melebihi pokok pinjamannya karena si
peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang telah
ditetapkan. Atas kelebihannya ada yang menyebut riba jahiliyyah.
b.
Riba
Fadhl
Riba Fadhl adalah riba
yang muncul karena transaksi pertukaran atau barter. Riba jenis ini dapat
terjadi apabila ada kelebihan/penambahan pada salah satu dari barang
ribawi/barang sejenis yang dipertukarkan baik pertukaran dilakukan dari tangan
ke tangan (tunai) atau kredit. Contoh: menukar perhiasan perak seberat 40 gram
dengan uang perak (dirham) senilai 3 gram. Selain itu, riba fadhl dapat terjadi
karena pertukaran atau barter barang tidak sejenis yang dilakukan secara
kredit. Contoh: transaksi jual beli valuta asing yang tidak dilakukan dengan
cara tunai (spot).
2.3 TRANSAKSI-TRANSAKSI YANG
MENYEBABKAN TIMBULNYA RIBA
1.
MAYSIR
Semua bentuk perpidahan
harta ataupun barang dari satu pihak kepada pihak lain tanpa melalui jalur akad
yang telah digariskan Syariah, namun perpindahan itu terjadi melalui permainan,
seperti taruhan uang pada permainan kartu, pertandingan sepak bola, pacuan
kuda, pacuan greyhound dan seumpamanya..
2.
GHARAR/TAGHRIR
Sesuatu yang tidak jelas
dan tidak dapat dijamin atau dipastikan kewujudannya secara matematis dan
rasional baik itu menyangkut barang (goods), harga (price) ataupun waktu
pembayaran uang/penyerahan barang (time of delivery). Taghrir dalam bahasa Arab
gharar, yang berarti : akibat, bencana, bahaya, resiko, dan ketidakpastian.
اَتَشْتَرُوْاالسَّمَكَ
فِى المَاءِ فَإِنَّهُ غَرَرٌ
“Janganlah
kamu membeli ikan di dalam air, karena jial beli seperti itu termasuk gharar,
alias menipu”. (Riwayat Ahmad)[2]
3.
BATHIL
Akad jual beli ataupun
kemitraan untuk mendapatkan keuntungan ataupun penghasilan, namun barang yang
diperdagangkan ataupun projek yang dikerjakan adalah jenis barang atau kegiatan
yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah seperti kemitraan untuk
memproduksi narkotika yang dipasarkan untuk umum ataupun mendirikan usaha
casino atau cabaret tempat dansa-dansa.
4.
BAI’
AL MUDTARRA
Yaitu jual beli dan
pertukaran dimana salah satu pihak dalam keadaan sangat memerlukan (in the
state of emergency) sehingga sangat mungkin terjadi eksploitasi oleh pihak yang
kuat sehingga terjadi transaksi yang hanya menguntungkan sebelah pihak dan
merugikan pihak lainnya.
5.
IKRAH
Segala bentuk tekanan dan
pemaksaan dari salah satu pihak untuk melakukan suatu akad tertentu sehingga
menghapus komponen mutual free consent.
6.
GHABN
Adalah dimana si penjual
memberikan tawaran harga diatas rata-rata harga pasar (market price) tanpa
disadari olehpihak pembeli. Ghabn ada dua jenis yakni: Ghabn Qalil dan Ghabn
Fahish Ghabn Qalil: adalah jenis perbedaan harga barang yang tidak terlalu jauh
antara harga pasar dan harga penawaran dan masih dalam kategori yang dapat
dimaklumi oleh pihak pembeli. Ghabn Fahish adalah perbedaan harga penawaran dan
harga pasar yang cukup jauh bedanya.
7.
BAI'
NAJASH
Dimana sekelompok orang
bersepakat dan bertindak secara berpura-pura menawar barang dipasar dengan
tujuan untuk menjebak orang lain agar ikut dalam proses tawar menawar tersebut
sehingga orang ketiga ini akhirnya membeli barang dengan harga yang jauh lebih
mahal dari harga sebenarnya. Larangan Rasul saw: “..Janganlah kamu meminang
seorang gadis yang telah dipinang saudaramu, dan jangan menawar barang yang
sedang dalam penawaran saudaramu; dan janganlah kamu bertindak berpura-pura menawar
untuk menaikkan harga.
8.
IHTIKAR
Adalah menumpuk-numpuk
barang ataupun jasa yang diperlukan masyarakat dan kemudian si pelaku
mengeluarkannya sedikit-sedikit dengan harga jual yang lebih mahal dari harga
biasanya dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan lebih cepat dan banyak.
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang menimbun (barang & jasa
kebutuhan pokok) maka telah melakukan suatu kesalahan.”
لاَ يَحْتَكِرُ إِلاَّ خَا طِئٌ
“Tidak ada orang
yang menimbun kecuali bersalah.”[3]
9.
GHISH
Menyembunyikan
fakta-fakta yang seharusnya diketahui oleh pihak yang terkait dalam akad
sehingga mereka dapat melakukan kehati-hatian (prudent) dalam melindungi
kepentingannya sebelum terjadi transaksi yang mengikat.
10. TADLIS
Adalah tindakan seorang
peniaga yang sengaja mencampur barang yang berkualitas baik dengan barang yang
sama berkualitas buruk demi untuk memberatkan timbangan dan mendapat keuntungan
lebih banyak Tindakan “oplos” yang hari ini banyak dilakukan termasuk kedalam
kategori tindakan tadlis ini. Rasullah saw sering melakukan ‘inspeksi mendadak’
ke pasar-pasar untuk memastikan kejujuran para pelaku pasar dan menghindari
konsumen dari kerugian.
2.4 PENGERTIAN PSAK
Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan suatu buku petunjuk dari prosedur akuntansi
yang berisi peraturan tentang perlakuan, pencatatan, penyusunan dan penyajian
laporan keuangan yang disusun oleh lembaga IAI yang didasarkan pada kondisi
yang sedang berlangsung dan telah disepakati (konvensi) serta telah disahkan
oleh lembaga atau institut resmi. Dari keseluruhan pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan suatu
buku petunjuk dari prosedur akuntansi yang berisi peraturan tentang perlakuan,
pencatatan, penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang disusun oleh lembaga
IAI yang didasarkan pada kondisi yang sedang berlangsung dan telah disepakati
(konvensi) serta telah disahkan oleh lembaga atau institut resmi. Sedangkan
PSAK Syariah digunakan
oleh entitas yang melakukan transaksi syariah baik entitas lembaga syariah
maupun lembaga non syariah. Dalam PSAK Syariah ini pengembangan dilakukan
dengan model PSAK umum namun psak ini berbasis syariah dengan acuan fatwa MUI.
2.5 MANFAAT ADANYA PSAK DENGAN
SISTEM AKUNTANSI
1.
Untuk
keseragaman laporan keuangan;
2.
Standar
akuntansi juga diperlukan untuk memudahkan penyusunan laporan keuangan;
3.
Memudahkan
auditor;
4.
Memudahkan
pembaca laporan keuangan untuk menginterpretasikan dan membandingkan laporan
keuangan entitas yang berbeda.
2.6 PERBEDAAN PSAK DAN GAAP
1. Pengungkapan dan Penyajian Laporan
Keuangan Tujuan Laporan Keuangan
PSAK :
2.7 BADAN-BADAN YANG MENGURUSI
PSAK DI INDONESIA
2.8 PENGEMBANGAN PSAK DI
INDONESIA
2.9 PSAK NO 59, 101-106
1.
PSAK
no 59
PSAK 59 dikhususkan untuk
kegiatan transaksi syariah hanya di sektor perbankan syariah, ini sangat ironis
karena ketika itu sudah mulai menjamur entitas syariah selain dari perbankan
syariah, seperti asuransi syariah, pegadaian syariah, koperasi syariah. Maka
seiring tuntutan akan kebutuhan akuntansi untuk entitas syariah yang lain maka
komite akuntansi syariah dewan standar akuntasi keuangan (KAS DSAK) menerbitkan
enam pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) bagi seluruh lembaga keuangan
syariah (LKS) yang disahkan tanggal 27 Juni 2007 dan berlaku mulai tanggal 1
Januari 2008 atau pembukuan tahun yang berakhir tahun 2008.
2.
PSAK
101 Penyajian Laporan Keuangan Syariah
Pernyataan ini bertujuan
untuk mengatur penyajian dan pengungkapan laporan keuangan untuk tujuan umum
(general purpose financial statements) untuk entitas syariah, yang selanjutnya
disebut “laporan keuangan”, agar dapat dibandingkan baik dengan laporan
keuangan entitas syariah periode sebelumnya maupun dengan laporan keuangan
entitas syariah lain. Pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
transaksi dan peristiwa tertentu diatur dalam PSAK terkait. Ruang Lingkup
Pernyataan ini diterapkan dalam penyajian laporan keuangan entitas syariah
untuk tujuan umum yang disusun dan disajikan sesuai dengan PSAK. Entitas
syariah yang dimaksud di PSAK ini adalah entitas yang melaksanakan transaksi
syariah sebagai kegiatan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang
dinyatakan dalam anggaran dasarnya. Pernyataan ini bukan merupakan pengaturan
penyajian laporan keuangan sesuai permintaan khusus (statutory) seperti
pemerintah, lembaga pengawas independen, bank sentral, dan sebagainya.
Komponen laporan keuangan
entitas syariah yang lengkap : neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas,
laporan perubahan ekuitas, laporan sumber dana penggunaan dana zakat, laporan
sumber dan penggunaan dana kebajikan, dan catatan atas laporan keuangan.
Lembaga keuangan harus menyajikan komponen laporan keuangan tambahan yang
menjelaskan karakteristik utama entitas tersebut jika substansi informasinya
belum tercakup dalam komponen laporan keuangan diatas.
3.
PSAK
102 Akuntansi Murabahah
Pernyataan ini bertujuan
untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan Transaksi
murabahah :
a.
Ruang
lingkup pernyataan ini diterapkan untuk lembaga keuangan syariah dan koperasi
syariah yang melakukan transaksi murabahah baik sebagai penjual maupun pembeli;
dan pihak-pihak yang melakukan transaksi murabahah dengan lembaga keuangan
syariah atau koperasi syariah.
b.
Murabahah
adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah
keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan
barang tersebut kepada pembeli.
c.
Lembaga
keuangan syariah yang dimaksud, antara lain, adalah: perbankan syariah
sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku
seperti lembaga keuangan syariah nonbank seperti asuransi, lembaga pembiayaan,
dan dana pensiun; dan lembaga keuangan lain yang diizinkan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku untuk menjalankan transaksi murabahah. Pernyataan
ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk)
yang menggunakan akad murabahah.
4.
PSAK
103 Akuntansi Salam
Pernyataan ini bertujuan
untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi
salam.Ruang Lingkup Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan
transaksi salam, baik sebagai penjual atau pembeli. Pernyataan ini tidak
mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang
menggunakan akad salam.
a.
Salam
adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di
kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh
pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
b.
Akuntansi
pembeli
-
Modal
usaha salam asset non kas dinilai sebesar nilai wajar (selisih nilai wajar dan
nilai tercatat diakui sebagai keuntungan atau kerugian).
-
Penerima
barang
Sesuai dengan akad
berbeda dengan akad
Tidak menerima sebagian
atau seluruh, maka pengiriman dapat diperpanjang, dibatalkan sebagian atau
seluruh, atau dibatalkan sebagian atau seluruh (ada jaminan)
c.
Akuntansi
penjual
• Asset non kas yang diterima dicatat sebesar nilai wajar.
• Salam pararel : pembayaran pembeli akhir – biaya perolehan –
keuntungan atau kerugian.
5.
PSAK
104 Akuntansi Istishna'
Pernyataan ini bertujuan
untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi
istishna’. Ruang Lingkup Pernyataan ini diterapkan untuk lembaga keuangan
syariah dan koperasi syariah yang melakukan transaksi istishna’, baik sebagai
penjual maupun pembeli. Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’). Berdasarkan
akad istishna’, pembeli menugaskan penjual untuk menyediakan barang pesanan
(mashnu’) sesuai spesifikasi yang disyaratkan untuk diserahkan kepada pembeli,
dengan cara pembayaran di muka atau tangguh. Spesifikasi dan harga barang
pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual di awal akad. Ketentuan harga
barang pesanan tiak dapat berubah selama jangka waktu akad.
a.
Akuntansi
penjual
Segmentasi akad jika
proposal terpisah untuk setiap asset, dinegosiasikan terpisah untuk setiap
aset, dan biaya serta pendapatan tiap asset bisa di identifikasi.
Penyatuan akad jika
dinegosiasika sebagai satu paket, asset berhubungan erat sekali, dan dilakukan
serentak (berkesinambungan).
Pendapatan : metode
persentase penyelesaian dan metode akad selesai.
Pendapatan istishna
pembayara tangguh (lebih dari satu tahun) terdiri dari margin keuntungan (jika
dihitung secara tunai) dan selisih nilai akad dengan nilai tunai.
Pengakuan taksiran rugi
jika total biaya perolehan meebihi pendapatan.
b.
Akuntansi
pembeli
Beban istishna’ tangguhan
: selisih antara harga beli dan biaya perolehan tunai.
Beban istishna’ tangguhan
diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi pelunasan hutang istishna’
Pernyataan ini berlaku
efektif untuk laporan keuangan entitas yang mencakup periode laporan yang
dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2008. Pernyataan ini menggantikan
PSAK No. 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah, yang berhubungan dengan
pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi istishna’.
6.
PSAK
105 Akuntansi Mudharabah
Pernyataan ini bertujuan
untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi
mudharabah. Ruang Lingkup Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang
melakukan transaksi mudharabah baik sebagai pemilik dana (shahibul maal) maupun
pengelola dana (mudharib). Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan
akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad mudharabah. Mudharabah
adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (pemilik
dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana)
bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai
kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.
7.
PSAK
106 Akuntansi Musyarakah
Pernyataan ini bertujuan
untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi
musyarakah. Ruang Lingkup Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang
melakukan transaksi musyarakah. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan
perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad
musyarakah. Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan
kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas atau
aset nonkas yang diperkenankan oleh syariah.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
(Sumber: Wiyono, Slamet (2009), Ebook
Membumikan Akuntansi Syariah di Indonesisia, Shambie Publisher, Tangerang)
Tentang iklan-iklan ini
No comments:
Post a Comment