MAKALAH
PAJAK PPh (LANJUTAN)
Dosen Pembimbing : Rizki, S.Pd., M.Akt.
DI SUSUN OLEH:
- Mutiara Agustin (3021411066)
- Peni Rozalini (3021411080)
- Riza Eka Saputri (3021411095)
5 MN 3
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
2016
i
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala hidayah dan rahmat-Nya, sehingga
kelompok kami dapat menyelesaikan Makalah yang bertemakan Pajak Penghasilan.
Makalah kami dapat kami tulis atas kerja sama para anggota dari kelompok kami.
Dengan adanya Makalah ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan pemahaman para
pembaca tentang masalah yang ditulis dalam Makalah kami ini.
Dalam
penyusunan makalah ini kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Oleh karena itu,
kami mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan Makalah ini. Dan semoga
Makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Balun Ijuk, 30 September
2016
Penulis
ii
DAFTAR
ISI
Halaman
judul..........................................................................................................................i
Kata
pengantar........................................................................................................................ii
Daftar
isi.................................................................................................................................iii
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2
Rumusan Masalah.............................................................................................................1
1.3 Tujuan
Penulisan...............................................................................................................1
BAB
2 PEMBAHASAN.........................................................................................................2
2.1 Wajib Pajak.......................................................................................................................2
2.2 Objek Pajak
Penghasilan...................................................................................................5
2.3 Mekanisme
Pemajakan dan rumus umum menghitung PPh.............................................6
BAB
3 PENUTUP..................................................................................................................13
3.1
Kesimpulan.......................................................................................................................13
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................................14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pajak adalah
iyuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk
menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang
dapat ditunjuk secara langsung. Pajak mempunyai banyak golongan ataupun
jenisnya, yang salah satunya yaitu pajak penghasilan (PPh).
Pajak penghasilan merupakan pajak
yang dipungut kepada obyek pajak atas penghsilan yang diperolehnya. PPh akan
selalu dikenakan terhadap orang atau badan usaha selaku wajib pajak yang
memperoleh penghasilan. Setiap perusahaan jasa maupun non jasa sebagai wajib
pajak diwajibkan untuk membayar pajak. Bagi perusahaan, pajak merupakan sumber
pengeluaran(cash disbursment) tanpa adanya imbalan langsung untuk perusahaan
tersebut. Sehingga biasanya banyak perusahaan melakukan upaya untuk membayar
pajak terutangnya sekecil mungkin selama hal tersebut memungkinkanPada
hakekatnya perpajakan di Indonesia di tetapkan berdasarkan undang-undang, hal
ini merupakan pencerminan bagian dari pelaksanaan tonggak demokrasi dalam hidup
berbangsa dan bernegara
1.2
Rumusan Masalah
1.
Siapakah wajib pajak
penghasilan?
2.
Objek pajak
penghasilan?
3.
Mekanisme Pemajakan dan
rumus umum menghitung PPh?
1.3
Tujuan Penulisan
Memberikan penjelasan kepada pembaca makalah ini tentang
siapakah wajib pajak penghasilan, objek pajak penghasilan, dan mekanisme
pemajakan dan rumus umum menhitung PPh.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Wajib Pajak Penghasilan (PPh)
Istilah Wajib Pajak (disingkat WP)
dalam perpajakan Indonesia merupakan istilah yang sangat populer.
Istilah ini secara umum bisa diartikan sebagai orang atau badan yang dikenakan
kewajiban pajak. Dalam undang-undang KUP lama, istilah Wajib Pajak
didefinisikan sebagai orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan,
termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. Dari definisi ini kita
dapat memahami bahwa Wajib Pajak ini terdiri dari dua jenis yaitu Wajib Pajak
Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan. Namun demikian, kriteria siapa yang harus
menjadi Wajib Pajak ini tidak dijelaskan. Nampaknya kita harus melihat
Undang-undang Pajak Penghasilan untuk mengetahui siapa itu Wajib Pajak.
Berdasarkan ketentuan dalam Pajak Penghasilan, yang
disebut Wajib Pajak itu adalah orang pribadi atau badan yang memenuhi definisi
sebagai subjek pajak dan menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan
objek pajak. Dengan kata lain dua unsur harus dipenuhi untuk menjadi Wajib
Pajak : Subjek Pajak dan Objek Pajak
SUBJEK PAJAK
DAN WAJIB PAJAK
Pajak
penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam Tahun Pajak. Yang menjadi Subjek Pajak adalah :
1. a. Orang
pribadi
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
2. Badan, teridi dari PT, CV, Perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisani massa politik, atau organisasi yang sejejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya.
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
2. Badan, teridi dari PT, CV, Perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisani massa politik, atau organisasi yang sejejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya.
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Subjek Pajak
dapat dibedakan menjadi :
1. Subjek Pajak dalam negeri yang terdiri dari :
a. Subjek Pajak orang pribadi, yaitu :
• Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 bulan, atau
• Orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.
b. Subjek Pajak badan, yaitu :
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
c. Subjek Pajak Warisan, yaitu :
Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
2. Subjek
Pajak luar negeri yang terdiri dari :
a. Subjek
Pajak orang pribadi, yaitu :
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang :
• Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
• Dapat menerima atau memperoleh penghsiland dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atu melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indinesia.
b. Subjek Pajak badan, yaitu
Badan yang didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang :
• Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
• Dapat menerima atau memperoleh panghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atu melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Subek Pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh panghasilan. Sedangkan Subjek Pajak luar negeri sekaligus menjadi wajib pajak, sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau memperoleh melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan kata lain, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang :
• Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
• Dapat menerima atau memperoleh penghsiland dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atu melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indinesia.
b. Subjek Pajak badan, yaitu
Badan yang didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang :
• Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
• Dapat menerima atau memperoleh panghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atu melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Subek Pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh panghasilan. Sedangkan Subjek Pajak luar negeri sekaligus menjadi wajib pajak, sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau memperoleh melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan kata lain, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.
WAJIB PAJAK
DALAM NEGERI WAJIB PAJAK LUAR NEGERI
1.Dikenakan
pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diiperoleh dari Indonesia dan
luar Indonesia
2.Dekenakan pajak berdasarkan penghasilan netto
3.Tarid pajak yang digunakan adalah tariff umum (Tarif UU PPh pasal 17).
4.Wajib menyampaikan SPT 1.Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
2.Dikenakan pajak berdasarkan penghsasilan bruto.
3.Tarif pajak yang digunakan adalah tariff sepadan (tariff UU PPh pasal 26).
4.Tidak wajib meny ampaikan SPT.
2.Dekenakan pajak berdasarkan penghasilan netto
3.Tarid pajak yang digunakan adalah tariff umum (Tarif UU PPh pasal 17).
4.Wajib menyampaikan SPT 1.Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
2.Dikenakan pajak berdasarkan penghsasilan bruto.
3.Tarif pajak yang digunakan adalah tariff sepadan (tariff UU PPh pasal 26).
4.Tidak wajib meny ampaikan SPT.
KEWAJIBAN
PAJAK SUBJEKTIF
Untuk lebih memperjelas pengertian, kapan mulai dan berakhirnya sebagai subjek pajak dalam negeri maupun subjek pajak luar negeri, berikut ini diberikan table mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif.
MULAI BERAKHIR
Subjek pajak dalam negeri orang pribadi :
• Saat dilahirkan
• Saat berada di Indonesia atau bertempat tinggal di Indonesia Subjek pajak dalam negeri orang pribadi :
• Saat meninggal
• Saat meninggal Indonesia untuk selama-lamanya.
Untuk lebih memperjelas pengertian, kapan mulai dan berakhirnya sebagai subjek pajak dalam negeri maupun subjek pajak luar negeri, berikut ini diberikan table mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif.
MULAI BERAKHIR
Subjek pajak dalam negeri orang pribadi :
• Saat dilahirkan
• Saat berada di Indonesia atau bertempat tinggal di Indonesia Subjek pajak dalam negeri orang pribadi :
• Saat meninggal
• Saat meninggal Indonesia untuk selama-lamanya.
Subjek pajak
dalam negeri badan :
• Saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia Subjek pajak dalam negeri badan :
• Saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.
• Saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia Subjek pajak dalam negeri badan :
• Saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.
Subjek pajak
luar negeri melalui BUT :
• Saat menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
• Subjek pajak luar negeri tidak melalui BUT.
• Saat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia. Subjek pajak luar negeri melalui BUT :
• Saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
• Subjek pajak luar negeri tidak melalui BUT.
• Saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.
• Saat menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
• Subjek pajak luar negeri tidak melalui BUT.
• Saat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia. Subjek pajak luar negeri melalui BUT :
• Saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
• Subjek pajak luar negeri tidak melalui BUT.
• Saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Warisan
belum terbagi :
• Saat timbulnya warisan yang belum terbagi. Warisan belum terbagi :
• Saat warisan telah selesai di bagikan.
• Saat timbulnya warisan yang belum terbagi. Warisan belum terbagi :
• Saat warisan telah selesai di bagikan.
2.2 Objek Pajak Penghasilan (PPh)
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dari
bentuk apapun.
Yang termasuk dalam pengertian penghasilan adalah :
Yang termasuk dalam pengertian penghasilan adalah :
1.
Pengertian atau imbalan berkenaan dengan pakerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam
undang-undang ini.
2. Hadiah dari undian pekerjaan atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3. Laba usaha
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
2. Hadiah dari undian pekerjaan atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3. Laba usaha
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
• Keuntungan karena pengalihan harta
kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal.
• Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota.
• Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peluburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha.
• Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan social atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tiada ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasa antara pihak-pihak yang bersangkutan.
• Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota.
• Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peluburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha.
• Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan social atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tiada ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasa antara pihak-pihak yang bersangkutan.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
6. Bunga termasuk premium, diskontom dan imbalan lain karena jaminan pengembalian utang.
7. Dividen, dengan nama dan bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
8. Royalty
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
12. keuntungan karena selisih penilaian kembali aktiva.
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14. Premi asuransi.
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
Penghasilan tersebut dapat dikelompokan menjadi :
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti gaji, honorarium, penghasilan dan praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya.
2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan.
3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti sewa, bunga, dividen, royalty, keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan, dan sebagainya.
4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat di klasifikasikan ke dalama salah satu dari tiga kelompok penghasilan di atas, seperti :
• Keuntungan karena pembebasan
utang.
• Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
• Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
• Hadiah undian.
• Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
• Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
• Hadiah undian.
Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan
baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia. Sedangkan bagi Wajib
Pajak Luar Negeri, yang menjadi objek pajak hanya penghasilan yang berasal dari
Indonesia saja.
TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Tidak termasuk sebagai objek pajak adalah :
1.a. Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keuntungan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau bandan pendidikan atau badan social atau pengusaha kecil, termasuk koperasi yang ditetapkan oleh menteri keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
2. Warisan.
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
4. Penggaian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah.
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
6. Dividen atau pembagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
4. Penggaian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah.
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
6. Dividen atau pembagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
• Dividen
berasal dari cadangan laba yang ditahan.
• Bagi perseoan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut.
• Bagi perseoan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut.
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
8. Penghsailan dari modal uang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada angka 7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan pleh menteri keuangan.
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.
10. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan raksadana selama 5 tahun pertama sejak pemberian ijin usaha.
11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalanjan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
• Merupakan
perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sector-sektor
usaha y ang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.
• Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
• Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
2.3 Sistematika
Pemajakan dan Rumus Umum Menghitung Pajak
DASAR
PENGENAAN PAJAK DAN CARA MENGHITUNG PENGHASILAN KENA PAJAK
Dasar
pengenaan Pajak
Untuk menghitung PPh, terlebih dahulu harus diketahui dasar pengenaan
pajaknya. Untuk wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang
menjadi dasar pengenaan pajak adalah Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan untuk
wajib pajak luar negeri adalah penghasilan bruto. Dalam bab ini yang akan
dibahas hanya wajib pajak dalam negeri saja. Untuk wajib pajak luar negeri akan
dibahas pada bab PPh pasal 26.
Besarnya penghasilan kena pajak untuk wajib pajak badan dihitung sebesar penghasilan netto. Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi dengan Panghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Besarnya penghasilan kena pajak untuk wajib pajak badan dihitung sebesar penghasilan netto. Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi dengan Panghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Menurut UU Nomor 17 tahun 2000,
tarif pajak yang ditetapkan atas penghasilan wajib pajak perseorangan (orang
pribadi) dengan ketentuan sebagai berikut. Sementara itu, wajib pajak badan
dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan sebagai berikut.
Sementara itu, wajib pajak badan dalam negeri dan
bentuk usaha tetap ditentukan sebagai berikut.
Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan
1) Jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 120.000.000,00. Pajak Penghasilan terutang dihitung:
2) Seorang wajib pajak mempunyai penghasilan neto setiap tiga bulan Rp 24.320.000,00 wajib pajak tersebut berstatus kawin dan mempunyai 3 orang anak, sedangkan istrinya tidak mempunyai usaha. Dengan demikian perhitungan PPh sebagai berikut.
MENGITUNG
PENGHASILAN KENA PAJAK DENGAN MENGGUNAKAN PEMBUKUAN
Untuk wajib
pajak badan besarnya penghasilan kena pajak sama dengan penghasilan netto,
yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang diperkenankan oleh
undang-undang PPh. Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi besarnya
penghasilan kena pajak sama dengan penghasilan netto dirumuskan sebagai berikut
:
Penghasilan Kena Pajak (WP Orang Pribadi)
= Penghasilan netto
= (Penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh) – PTKP
Penghasilan Kena Pajak (WP Orang Pribadi)
= Penghasilan netto
= (Penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh) – PTKP
Penghasilan
Kena Pajak (WP Badan)
= Penghasilan netto
= Penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh
= Penghasilan netto
= Penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh
Menurut ketentuan undang-undang PPh, biaya-biaya
(pengeluaran) dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
2. Yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebagai berikut :
2. Yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebagai berikut :
1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan
atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan
yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalty, biaya perjalanan, biaya
pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak, kecuali pajak
penghasilan.
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
3. Iuran dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan.
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
5. Kerugian atas selisih kurs mata uang asing.
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
7. Biaya beasiswa, magang, dan penelitian.
8. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), khusus bagi wajib pajak dalam negeri orang pribadi.
9. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat :
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
3. Iuran dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan.
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
5. Kerugian atas selisih kurs mata uang asing.
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
7. Biaya beasiswa, magang, dan penelitian.
8. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), khusus bagi wajib pajak dalam negeri orang pribadi.
9. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat :
a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan
keuangan komersial.
b. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atas Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan.
c. Telah dipublikasikan dalam pererbitan umum atau khusus.
d. Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jendral Pajak, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan keputusan Direktorat Jendral Pajak.
b. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atas Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan.
c. Telah dipublikasikan dalam pererbitan umum atau khusus.
d. Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jendral Pajak, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan keputusan Direktorat Jendral Pajak.
10. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan berupa
candangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak
opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha
pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan keputusan
menteri keuangan.
11. Premi asuransi keuangan, asuransi kecelekaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh pemberi kerja dan premi asuransi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi yang bersangkutan.
12. Panggatian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan berupa penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai
13. Panggatian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan :
11. Premi asuransi keuangan, asuransi kecelekaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh pemberi kerja dan premi asuransi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi yang bersangkutan.
12. Panggatian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan berupa penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai
13. Panggatian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan :
• Di daerah tertentu (misalnya: daerah terpencil)
• Berkaitan dengan palaksanaan pekerjaan, yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.
• Berkaitan dengan palaksanaan pekerjaan, yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.
14. Kompensasi kerugian fiscal tahun sebelumnya (max 5
tahun).
Sedangkan biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto menurut undang-undang PPh adalah :
Sedangkan biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto menurut undang-undang PPh adalah :
1. Pembagian dengan nama dan bentuk apapun seperti
dividen, termasuk dividen yang dibagikan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang
polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi asuransi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan.
5. Panggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dana minuman bagi seluruh pegawai.
6. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan :
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi asuransi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan.
5. Panggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dana minuman bagi seluruh pegawai.
6. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan :
• Di daerah tertentu.
• Berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
• Yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.
• Berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
• Yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.
7. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan
kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
8. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan dan warisan, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama islam dan atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
9. Pajak penghasilan.
10. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
11. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
12. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpakajan.
13. Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang :
8. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan dan warisan, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama islam dan atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
9. Pajak penghasilan.
10. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
11. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
12. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpakajan.
13. Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang :
• Dikenakan PPh yang bersifat final.
• Bukan objek PPh.
• Bukan objek PPh.
14. Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang PPh-nya dihitung dengan menggunakan norma
perhitungan penghasilan netto.
MENGITUNG PENGHASILAN KENA PAJAK DENGAN MENGGUNAKAN
NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETTO
Apabila dalam menghitung penghasilan kena pajaknya
wajib pajak menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto, besarnya
penghasilan netto adalah sama besarnya dengan besarnya (persentase) Norma
Penghitungan Penghasilan Netto dikalikan dengan jumlah peredaran usaha atau
penerimaan bruto pekerjaan bebas setahun.
Pedoman untuk menentukan penghasilan netto, dibuat dan disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh direktur jendral pajak berdasarkan pegangan yang ditetapkan oleh menteri keuangan.
Wajib pajak yang boleh menggunakan norma penghitungan adalah wajib pajak orang pribadi yang memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Peredaran bruto kurang dari Rp 600.000.000,00 per tahun
2. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku
3. Menyelenggarakan pencatatan
Pedoman untuk menentukan penghasilan netto, dibuat dan disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh direktur jendral pajak berdasarkan pegangan yang ditetapkan oleh menteri keuangan.
Wajib pajak yang boleh menggunakan norma penghitungan adalah wajib pajak orang pribadi yang memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Peredaran bruto kurang dari Rp 600.000.000,00 per tahun
2. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku
3. Menyelenggarakan pencatatan
Berikut ini adalah contoh penghitungan pajak yang
terutang dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.
Wajib pajak anto kawin (istri tidak bekerja) dan
meempunyai 3 orang anak. Ia seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta yang
juga memiliki industri rotan di Cirebon. Misalnya besarnya persentase norma
untuk industri rotan di Cirebon 12,5% dan dokter di Jakarta 40%.
Peredaran usaha dari industri rotan di Cirebon setahun Rp.400.000.000,00
Peredaran bruto seorang dokter di Jakarta setahaun Rp. 75.000.000,00
Penghasilan netto dihitung sebagai berikut :
Peredaran usaha dari industri rotan di Cirebon setahun Rp.400.000.000,00
Peredaran bruto seorang dokter di Jakarta setahaun Rp. 75.000.000,00
Penghasilan netto dihitung sebagai berikut :
Industri rotan: 12,5%
(Rp.400.000.000,00) Rp.50.000.000,00
Sebagai seorang dokter: 40% (Rp 75.000.000,00) Rp.30.000.000,00 Jumlah penghasilan netto Rp.80.000.000,00
Penghasilan tidak kena pajak Rp. 8.640.000,00
Oenghasilan kena pajak Rp.71.360.000,00
Sebagai seorang dokter: 40% (Rp 75.000.000,00) Rp.30.000.000,00 Jumlah penghasilan netto Rp.80.000.000,00
Penghasilan tidak kena pajak Rp. 8.640.000,00
Oenghasilan kena pajak Rp.71.360.000,00
PENGHASILAN
TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
Besarnya
PTKP setahun yang berlaku saat ini adalah :
• Rp.2.880.000,00 untuk wajib pajak orang pribadi.
• Rp.1.440.000,00 tambahan untuk wajib pajak yang kawin.
• Rp.2.880.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya di gabung dengan penghasilan suami, dengan syarat:
• Rp.2.880.000,00 untuk wajib pajak orang pribadi.
• Rp.1.440.000,00 tambahan untuk wajib pajak yang kawin.
• Rp.2.880.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya di gabung dengan penghasilan suami, dengan syarat:
1.
Penghasilan istri tidak semata-mata diterima atau diperoleh dari satu pemberi
kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang dalam
pasal 21.
2. Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lain.
2. Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lain.
•
Rp.1.440.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat serta anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya (max 3 orang).
Pengitungan PTKP ditentukan menurut keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak. Penghitungan PTKP untuk pegawai lama (tahun sebelumnya sudah bekerja di Indonesia) dilakukan dengan melihat keadaan pada awal tahun takwim (1 januari). Bagi pegawai yang baru dating dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun takwim, besarnya PTKP tersebut berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun takwim yang bersangkutan.
Pengitungan PTKP ditentukan menurut keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak. Penghitungan PTKP untuk pegawai lama (tahun sebelumnya sudah bekerja di Indonesia) dilakukan dengan melihat keadaan pada awal tahun takwim (1 januari). Bagi pegawai yang baru dating dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun takwim, besarnya PTKP tersebut berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun takwim yang bersangkutan.
Dalam hal
karyawati kawin, PTKP yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri,
dalam hal karyawati tidak kawin, pengurangan PTKP selain untuk dirinya sendiri
juga PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
Contoh
penghitungan PTKP:
1. Joko sudah menikah dengan mempunyai seorang anak. PTKP Joko selain Joko adalah:
PTKP setahun :
Untuk wajib pajak sendiri Rp.2.880.000,00
Tambahan WP kawin Rp.1.440.000,00
Tambahan satu anak Rp.1.440.000,00
Jumlah Rp.5.760.000,00
2. John (warga Negara asing) bekerja di Indonesia pada tanggal 1 Oktober 2002 dengan kontrak kerja selama 2 tahu. John mempunyai 3 anak. PTKP John adalah:
PTKP setahun:
Untuk WP sendiri Rp.2.880.000,00
Untuk WP kawin Rp.1.440.000,00
Tambahan 3 anak Rp.4.320.000,00
Jumlah Rp.8.640.000,00
1. Joko sudah menikah dengan mempunyai seorang anak. PTKP Joko selain Joko adalah:
PTKP setahun :
Untuk wajib pajak sendiri Rp.2.880.000,00
Tambahan WP kawin Rp.1.440.000,00
Tambahan satu anak Rp.1.440.000,00
Jumlah Rp.5.760.000,00
2. John (warga Negara asing) bekerja di Indonesia pada tanggal 1 Oktober 2002 dengan kontrak kerja selama 2 tahu. John mempunyai 3 anak. PTKP John adalah:
PTKP setahun:
Untuk WP sendiri Rp.2.880.000,00
Untuk WP kawin Rp.1.440.000,00
Tambahan 3 anak Rp.4.320.000,00
Jumlah Rp.8.640.000,00
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pajak
Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang
dimaksud dengan penghasilan adlah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha,
gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
·
Mardiasmo. 2011. Perpajakan. Yogyakata; ANDI
Yogyakarta
·
Indonesia. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
Tentang Pajak Penghasilan
·
Indonesia. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016
tentang Pengampunan Pajak
No comments:
Post a Comment