MAKALAH
Pajak
Penghasilan (PPh)
Dosen Pembimbing : Rizki,
S.Pd., M.Akt.
DI SUSUN OLEH:
-
Mutiara Agustin (3021411066)
-
Peni Rozalini (3021411080)
-
Riza Eka Saputri (3021411095)
5 MN 3
MATA KULIAH
PERPAJAKAN
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
BANGKA BELITUNG
2016
i
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala hidayah dan rahmat-Nya, sehingga
kelompok kami dapat menyelesaikan Makalah yang bertemakan Pajak Penghasilan (PPh).
Makalah kami dapat kami tulis atas kerja sama para anggota dari kelompok kami.
Dengan adanya Makalah ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan pemahaman para
pembaca tentang masalah yang ditulis dalam Makalah kami ini.
Dalam
penyusunan makalah ini kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Oleh karena itu,
kami mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan Makalah ini. Dan semoga
Makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Balun Ijuk, 8 September
2016
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
judul..........................................................................................................................i
Kata
pengantar........................................................................................................................ii
Daftar
isi.................................................................................................................................iii
BAB
1 PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1
Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2
Rumusan Masalah.............................................................................................................2
1.3 Tujuan
Penulisan...............................................................................................................2
BAB
2 PEMBAHASAN.........................................................................................................3
2.1Sistematika UU PPh............................................................................................................5
2.2
Jiwa dan Landasan Utama Pajak Penghasilan....................................................................8
2.3 Subjek Pajak Penghasilan...................................................................................................9
BAB
3 PENUTUP.................................................................................................................11
3.1
Kesimpulan.......................................................................................................................11
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................................12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut kepada obyek
pajak atas penghsilan yang diperolehnya. PPh akan selalu dikenakan terhadap
orang atau badan usaha selaku wajib pajak yang memperoleh penghasilan. Setiap
perusahaan jasa maupun non jasa sebagai wajib pajak diwajibkan untuk membayar pajak.
Bagi perusahaan, pajak merupakan sumber pengeluaran(cash disbursment) tanpa
adanya imbalan langsung untuk perusahaan tersebut. Sehingga biasanya banyak
perusahaan melakukan upaya untuk membayar pajak terutangnya sekecil mungkin
selama hal tersebut memungkinkanPada hakekatnya perpajakan di Indonesia di
tetapkan berdasarkan undang-undang, hal ini merupakan pencerminan bagian dari
pelaksanaan tonggak demokrasi dalam hidup berbangsa dan bernegara. Dalam
hubungan ini merupakan suatu realita negara yang merdeka dan berdaulat. Sesuai
perjalanan sejarah perpajakan nasional di Indonesia, tak dapat dipungkiri bahwa
dalam penyusunan kerangka acuan perubahan undang-undang dan peraturan
perpajakan sebagian besar bersumber dari sistem perpajakan warisan kolonial penjajah,
terutama ketika negara Republik Indonesia baru terbentuk. Dalam beberapa dekade
terakhir ini perubahan tersebut telah banyak mengalami perubahan yang bersumber
dari sistem perpajakan negara lain.
Dalam teori ekonomi klasik yang kini masih relevan diterapkan
di berbagai negara menyebutkan bahwa : “salah satu sumber penerimaan negara
ialah dari sektor pajak.” Pernyataan ini tertuang di dalam naskah Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi sebagai berikut : “segala pajak
dipungut berdasarkan undang-undang demi kepentingan negara dan ditunjukan
kesejahteraan rakyat”.
Pajak adalah salah satu alat yang digunakan pemerintah
didalam mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat
langsung maupun tidak langsung dari masyarakat, untuk itu diperlukan adanya
kesadaran dari masyarakat akan kewajiban pajaknya karena pajak yang dikumpul
digunakan untuk kepentingan dan membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan
sosial dan ekonomi masyarakat.
1.2
Rumusan Masalah
1. Sistematika UU PPh
2. Jiwa dan Landasan Utama Pajak Penghasilan
3. Subjek Pajak
1.3
Tujuan Penulisan
Memberikan pemahaman
tentang sistematika, landasan, serta subjek pajak penghasilan.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan adalah Pajak yang
dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan, berkenaan dengan
penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak. Ditinjau
dari segi sejarahnya, pajak sudah ada sejak jaman dahulu kala yang saat itu
pemberiannya sukarela dari rakyat kepada rajanya. Pada mulanya pajak merupakan
suatu upeti (pemberian secara cuma-cuma) namun sifatnya merupakan suatu
kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat
(masyarakat) kepada seorang raja atau penguasa. Saat itu, rakyat memberikan
upetinya kepada raja atau penguasa berbentuk natura berupa padi, ternak, atau
hasil tanaman lainnya seperti pisang, kelapa, dan lain-lain. Pemberian yang
dilakukan rakyat saat itu digunakan untuk keperluan atau kepentingan raja atau
penguasa setempat dan tidak ada imbalan atau prestasi yang dikembalikan kepada
rakyat karena memang sifatnya hanya untuk kepentingan sepihak dan seolah-olah
ada tekanan secara psikologis karena kedudukan raja yang lebih tinggi status
sosialnya dibandingkan rakyat.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1
Undang-Undang No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan
Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan
adalah “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat
timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
B. Sejarah
Pajak Penghasilan
Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan
di Indonesia dimulai dengan adanya tenement tax (huistaks) pada tahun 1816,
yakni sejenis pajak yang dikenakan sebagai sewa terhadap mereka yang
menggunakan bumi sebagai tempat berdirinya rumah atau bangunan. Pada periode
sampai dengan tahun 1908 terdapat perbedaan perlakuan perpajakan antara
penduduk pribumi dengan orang Asia dan Eropa, dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa terdapat banyak perbedaan dan tidak ada uniformitas dalam perlakuan
perpajakan Tercatat beberapa jenis pajak yang hanya diperlakukan kepada orang
Eropa seperti "patent duty". Sebaliknya business tax atau
bedrijfsbelasting untuk orang pribumi. Di samping itu, sejak tahun 1882 hingga
1916 dikenal adanya Poll Tax yang pengenaannya berdasarkan status pribadi,
pemilikan rumah dan tanah.
Pada 1908 terdapat Ordonansi Pajak
Pendapatan yang diperlakukan untuk orang Eropa, dan badan-badan yang melakukan
usaha bisnis tanpa memperhatikan kebangsaan pemegang sahamnya. Dasar pengenaan
pajaknya penghasilan yang berasal dari barang bergerak maupun barang tak gerak,
penghasilan dari usaha, penghasilan pejabat pemerintah, pensiun dan pembayaran
berkala. Tarifnya bersifat proporsional dari 1%, 2% dan 3% atas dasar kriteria
tertentu. Selanjutnya, tahun 1920 dianggap sebagai tahun unifikasi, dimana
dualistik yang selama ini ada, dihilangkan dengan diperkenalkannya General
income tax yakni Ordonansi pajak pendapatan yang diperbaharui pada tahun 1920
(Ordonantie op de Herziene Inkomstenbelasting 1920, Staatsblad 1920 1921, No.312)
yang berlaku baik bagi penduduk pribumi, orang Asia maupun orang Eropa. Dalam
Ordonansi pajak pendapatan ini telah diterapkan asas-asas pajak penghasilan
yakni asas keadilan domisili dan asas sumber.
Karena desakan kebutuhan dengan
makin banyaknya perusahaan yang didirikan di Indonesia seperti
perkebunan-perkebunan (on dememing), pada tahun 1925 ditetapkanlah Ordonasi
pajak perseroan tahun 1925 (Ordonantie op de Vennootschapbelasting) yakni pajak
yang dikenakan tethadap laba perseroan, yang terkenal dengan nama PPs (Pajak
Perseroan). Ordonansi ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan
penyempurnaan antara lain dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1970 tentang
Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak
Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan tahun 1925 yang dalam praktck lebih dikenal
dengan UU MPO dan MPS. Perubahan penting lainnya adalah dengan UU No. 8 tahun
1970 dimana fungsi pajak mengatur/regulerend dimasukkan ke dalam Ordonansi PPs
1925., khususnya tentang ketentuan cuti pajak (tax holiday).
Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai
dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni pada saat diadakannya reformasi pajak,
Pada awal tahun 1925-an yakni dengan mulai berlakunya Ordonansi Pajak Perseroan
1925 dan dengan perkembangan pajak pendapatan di Negeri Belanda, maka timbul
kebutuhan untuk merevisi Ordonansi Pajak Pendapatan 1920, yakni dengan
ditetapkannnya Ordonasi Pajak Pendapatan tahun 1932 (Ordonantie op de
Incomstenbelasting 1932, Staatsblad 1932, No.111) yang dikenakan kepada orang
pribadi (Personal Income Tax). Asas-asas pajak penghasilan telah diterapkan
kepada penduduk Indonesia; kepada bukan penduduk Indonesia hanya dikenakan
pajak atas penghasilan yang dihasilkannnya di Indonesia; Ordonansi ini juga
telah mengenal asas sumber dan asas domisili.
Dengan makin banyak
perusahaan-perusahaan di Indonesia, maka kebutuhan akan mengenakan pajak
terhadap pendapatan karyawan perusahaan muncul. Maka pada tahun 1935
ditetapkanlah Ordonansi Pajak Pajak Upah (loonbelasting) yang memberi kewajiban
kepada majikan untuk memotong Pajak Upah/gaji pegawai yang mempunyai tarif
progresif dari 0% sampai dengan 15%. Pada zaman Perang Dunia II diberlakukan
Oorlogsbelasting (Pajak perang) menggantikan ordonansi yang ada dan pada tahun
1946 diganti dengan nama Overgangsbelasting (Pajak Peralihan). Dengan
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1957 nama Pajak Peralihan diganti dengan nama
Pajak Pendapatan tahun 1944 yang disingkat dengan Ord. PPd. 1944. Pajak
Pendapatan sendiri disingkat dengan PPd. saja.
Ord. PPd. 1944 setelah beberapa kali
mengalami perubahan terutama dengan perubahan tahun 1968 yakni dengan adanya UU
No. 8 tahun 1968 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak
Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan 1925, yang lebih
terkenal dengan "UU MPO dan MPS". Perubahan lainnya adalah dengan UU
No. 9 tahun 1970 yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni
dengan diadakannya reformasi pajak di Indonesia.
2.1 Sistematika UU PPh
Secara umum Sistematika
Peraturan Perpajakan adalah sebagai berikut:
– Peraturan Pemerintah (biasa
disingkat dengan PP)
Peraturan ini merupakan peraturan
pelaksana setelah UU. Contoh formatnya adalah PP No. 80 Tahun 2007 tentang …
– Peraturan Menteri Keuangan (biasa
disingkat dalam bahasa praktisi Perpajakan adalah PMK)
Contoh format: Peraturan Menteri
Keuangan No. 20/PMK.03/2008 tentang “…”. Sebelumnya (sebelum ada
perubahan dalam Sistematika Perundangan RI) ketentuan yang dikeluarkan oleh
Menteri Keuangan adalah Keputusan Menteri Keuangan (biasa digunakan istilah
KMK). Pada saat ini KMK lebih banyak dikeluarkan untuk hal-hal yang bersifat
internal Departemen Keuangan.
– Peraturan Dirjen Pajak (biasa
disingkat dengan PER-)
Contoh format PER-9/PJ/2008 tentang
“…”. Sebelum digunakan PER, ketentuan yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak adalah
Keputusan Dirjen Pajak (KEP). Pada saat ini KEP dikeluarkan untuk hal-hal
menyangkut ketentuan-ketentuan yang lebih bersifat internal dalam tubh Dirjen
Pajak.
– Surat Edaran Dirjen Pajak (biasa
disingkat dengan SE-)
Dalam Undang-undang Perpajakan,
peraturan pelaksana terendah yang dinyatakan di dalam pasal dan ayatnya adalah
Peraturan/Keputusan Dirjen Pajak. Namun dalam rangka menjelaskan, mengatur,
mempersepsikan dan melaksanakan ketentuan-ketentuan perpajakan, Dirjen Pajak
juga dapat menerbitkan Surat Edaran. Surat Edaran sifatnya lebih bersifat
internal Dirjen Pajak, namun juga dijadikan acuan bagi para WP dalam
melaksanakan ketentuan perpajakan.
– Surat-surat Dirjen Pajak
Walaupun sudah sistematikan ketentuan
perpajakan, namun tidak semua kasus-kasus yang terkait dengan perpajakan telah
diatur secara detail dan lengkap. Banyak kasus-kasus tertentu yang memerlukan
penjelasan lebih jauh dan persepsi yang lebih pasti. Oleh karena itu banyak WP
yang menanyakan langsung kasus yang mereka hadapi terkait dengan perpajakan
kepada Dirjen Pajak. Atas pertanyaan tersebut, Dirjen Pajak memberikan jawaban.
Bagi WP yang memiliki kasus yang sama, Surat-surat Dirjen Pajak seperti itu
dapat juga dijadikan acuan.
Disamping itu, untuk hal-hal
tertentu, diterbitkan juga Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
atau Peraturan-peraturan/Keputusan-keputusan barsama antar instansi/departemen.
Ketentuan-ketentuan tersebut juga menjadi landasan bagai pelaksanaan ketentuan
perpajakan.
Pada intinya, sistematika ketentuan
perpajakan mengacu kepada sistematika peraturan perundanga yang berlaku di
negara kita ini. Dan seharusnya ketentuan yang lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi. Namun, pada kenyataannya
beberapa peraturan bertentangan dengan yang lebih tinggi. Oleh karena itu,
untuk selanjutnya, seiring dengan modernisasi Dirjen Pajak, marilah kita
berharap jangan ada lagi suatu peraturan yang lebih rendah bertentangan dengan
peraturan di atasnya
2.2 Jiwa dan Landasan Utama Pajak Penghasilan
Ketentuan
Hukum Formal (mengatur mengenai tata cara dan prosedur, serta sanksi):
* Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983,
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994, dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Ketentuan
Hukum Material (antara lain mengatur mengenai subjek pajak,objek pajak, tarif
pajak, dan penghitungan pajak ):
* Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan.
* Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
* Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan.
* Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
Kronologi
perubahan undang-undang
Sesuai
dengan amendemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 23A, pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
undang-undang. Pajak Penghasilan (disingkat PPh)
di Indonesia diatur
pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 dengan
penjelasan pada Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 50. Selanjutnya berturut-turut
peraturan ini diamendemen oleh
Mulai Juli 2003 sampai Desember 2004, pemerintah
menerapkan sistem pajak yang ditanggung pemerintah yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2003 danKeputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.03/2003.
1.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
564/KMK.03/2004, berlaku untuk tahun pajak 2005 (sekaligus
meniadakan pajak yang ditanggung pemerintah).
4.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
101/PMK.010/2016 berlaku mulai 27 Juni 2016
2.3 Subjek Pajak Penghasilan
Subyek pajak Penghasilan
Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008, subyek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
a.
Subyek pajak
pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak
berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b. Subyek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.
c. Subyek pajak badan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
b. Subyek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.
c. Subyek pajak badan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
· pembentukannya berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
· pembiayaannya bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah;
· penerimaannya dimasukkan dalam
anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
· pembukuannya diperiksa oleh aparat
pengawasan fungsional negara; dan
d. Bentuk usaha tetap yaitu bentuk
usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia atau berada di indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu
dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia,
yang melakukan kegiatan di Indonesia
Yang menjadi subjek pajak adalah:
Jenis-jenis Subjek Pajak sebagaima diatur dalam
Pasal 2 Undang-undang Pajak Penghasilan
1. Orang Pribadi
Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat
bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.
Pengertian orang pribadi menurut Rochmat Soemitro adalah manusia dari daging,
tulang, dan darah.
2. Warisan belum terbagi
sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli
waris, maksud warisan disini adalah warisan yang menghasilkan atau masih ada
pajak terutang yang ditinggalkan. Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya,
warisan yang belum terbagi bisa diwakili oleh:
a. Salah seorang ahli warisnya
b. Pelaksana wasiatnya
c. Pihak yang mengurus harta
peninggalannya
3. Badan
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal
yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang
dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha dan melakukan
kegiatan di Indonesia.
Yang tidak termasuk subjek pajak adalah:
a. kantor perwakilan negara
asing;
b. pejabat-pejabat perwakilan
diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di
Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal
balik;
c. organisasi-organisasi
internasional dengan syarat:
1. Indonesia menjadi anggota
organisasi tersebut;dan
2. tidak menjalankan usaha
atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain
memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para
anggota;
d. pejabat-pejabat perwakilan
organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan syarat bukan
warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan
lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia sesuai PMK Nomor
215/PMK.03/2008
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pajak
Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang
dimaksud dengan penghasilan adlah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha,
gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
·
Mardiasmo. 2011, Perpajakan Edisi Revisi 2011, Andi,
Yogyakarta.
·
Munawir S. 2002, Perpajakan, Edisi Revisi, Liberty,
Yogyakarta.
·
Pohan, CA 2011, Optimazing Corporate Tax Management, Bumi
Aksara, Jakarta
·
Resmi, Sitti 2009, Perpajakan : Teori dan Kasus, Jakarta :
Salemba Empat.
·
Suandy, Erly, 2006, Perpajakan, Edisi Pertama, Salemba
Empat, Jakarta.
·
Rahayu, Siti Kurnia 2009, Perpajakan Indonesia, Graha Ilmu,
Yogyakarta Soemahamidjadja Soeparman, “Pengantar Ilmu Hukum Pajak”. (2002:5)
No comments:
Post a Comment