Terima Kasih Telah Berkunjung Ke MAKALAH UBB

Thursday, May 11, 2017

MAKALAH PERPAJAKAN - PAJAK PENGHASILAN (PPh)

MAKALAH
Pajak Penghasilan (PPh)
Dosen Pembimbing : Rizki, S.Pd., M.Akt.



DI SUSUN OLEH:

-          Mutiara Agustin                    (3021411066)
-          Peni Rozalini                          (3021411080)
-          Riza Eka Saputri                   (3021411095)

5 MN 3
MATA KULIAH PERPAJAKAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
2016




i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala hidayah dan rahmat-Nya, sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan Makalah yang bertemakan Pajak Penghasilan (PPh). Makalah kami dapat kami tulis atas kerja sama para anggota dari kelompok kami. Dengan adanya Makalah ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan pemahaman para pembaca tentang masalah yang ditulis dalam Makalah kami ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Oleh karena itu, kami mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan Makalah ini. Dan semoga Makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.


                                                                                                   Balun Ijuk, 8 September 2016

                                                                                                                  Penulis









                                                                ii 
DAFTAR ISI
Halaman judul..........................................................................................................................i
Kata pengantar........................................................................................................................ii
Daftar isi.................................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1  Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2  Rumusan Masalah.............................................................................................................2
1.3  Tujuan Penulisan...............................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN.........................................................................................................3
2.1Sistematika UU PPh............................................................................................................5
2.2 Jiwa dan Landasan Utama Pajak Penghasilan....................................................................8
2.3 Subjek Pajak Penghasilan...................................................................................................9
BAB 3 PENUTUP.................................................................................................................11
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................12




                                                            

iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut kepada obyek pajak atas penghsilan yang diperolehnya. PPh akan selalu dikenakan terhadap orang atau badan usaha selaku wajib pajak yang memperoleh penghasilan. Setiap perusahaan jasa maupun non jasa sebagai wajib pajak diwajibkan untuk membayar pajak. Bagi perusahaan, pajak merupakan sumber pengeluaran(cash disbursment) tanpa adanya imbalan langsung untuk perusahaan tersebut. Sehingga biasanya banyak perusahaan melakukan upaya untuk membayar pajak terutangnya sekecil mungkin selama hal tersebut memungkinkanPada hakekatnya perpajakan di Indonesia di tetapkan berdasarkan undang-undang, hal ini merupakan pencerminan bagian dari pelaksanaan tonggak demokrasi dalam hidup berbangsa dan bernegara. Dalam hubungan ini merupakan suatu realita negara yang merdeka dan berdaulat. Sesuai perjalanan sejarah perpajakan nasional di Indonesia, tak dapat dipungkiri bahwa dalam penyusunan kerangka acuan perubahan undang-undang dan peraturan perpajakan sebagian besar bersumber dari sistem perpajakan warisan kolonial penjajah, terutama ketika negara Republik Indonesia baru terbentuk. Dalam beberapa dekade terakhir ini perubahan tersebut telah banyak mengalami perubahan yang bersumber dari sistem perpajakan negara lain.
Dalam teori ekonomi klasik yang kini masih relevan diterapkan di berbagai negara menyebutkan bahwa : “salah satu sumber penerimaan negara ialah dari sektor pajak.” Pernyataan ini tertuang di dalam naskah Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi sebagai berikut : “segala pajak dipungut berdasarkan undang-undang demi kepentingan negara dan ditunjukan kesejahteraan rakyat”.
Pajak adalah salah satu alat yang digunakan pemerintah didalam mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari masyarakat, untuk itu diperlukan adanya kesadaran dari masyarakat akan kewajiban pajaknya karena pajak yang dikumpul digunakan untuk kepentingan dan membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat.



1.2  Rumusan Masalah
1.      Sistematika UU PPh
2.      Jiwa dan Landasan Utama Pajak Penghasilan
3.      Subjek Pajak

1.3  Tujuan Penulisan
Memberikan pemahaman tentang sistematika, landasan, serta subjek pajak penghasilan.
























BAB 2
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan adalah Pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak. Ditinjau dari segi sejarahnya, pajak sudah ada sejak jaman dahulu kala yang saat itu pemberiannya sukarela dari rakyat kepada rajanya. Pada mulanya pajak merupakan suatu upeti (pemberian secara cuma-cuma) namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat (masyarakat) kepada seorang raja atau penguasa. Saat itu, rakyat memberikan upetinya kepada raja atau penguasa berbentuk natura berupa padi, ternak, atau hasil tanaman lainnya seperti pisang, kelapa, dan lain-lain. Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu digunakan untuk keperluan atau kepentingan raja atau penguasa setempat dan tidak ada imbalan atau prestasi yang dikembalikan kepada rakyat karena memang sifatnya hanya untuk kepentingan sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara psikologis karena kedudukan raja yang lebih tinggi status sosialnya dibandingkan rakyat.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
B.     Sejarah Pajak Penghasilan
Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan di Indonesia dimulai dengan adanya tenement tax (huistaks) pada tahun 1816, yakni sejenis pajak yang dikenakan sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat berdirinya rumah atau bangunan. Pada periode sampai dengan tahun 1908 terdapat perbedaan perlakuan perpajakan antara penduduk pribumi dengan orang Asia dan Eropa, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat banyak perbedaan dan tidak ada uniformitas dalam perlakuan perpajakan Tercatat beberapa jenis pajak yang hanya diperlakukan kepada orang Eropa seperti "patent duty". Sebaliknya business tax atau bedrijfsbelasting untuk orang pribumi. Di samping itu, sejak tahun 1882 hingga 1916 dikenal adanya Poll Tax yang pengenaannya berdasarkan status pribadi, pemilikan rumah dan tanah.
Pada 1908 terdapat Ordonansi Pajak Pendapatan yang diperlakukan untuk orang Eropa, dan badan-badan yang melakukan usaha bisnis tanpa memperhatikan kebangsaan pemegang sahamnya. Dasar pengenaan pajaknya penghasilan yang berasal dari barang bergerak maupun barang tak gerak, penghasilan dari usaha, penghasilan pejabat pemerintah, pensiun dan pembayaran berkala. Tarifnya bersifat proporsional dari 1%, 2% dan 3% atas dasar kriteria tertentu. Selanjutnya, tahun 1920 dianggap sebagai tahun unifikasi, dimana dualistik yang selama ini ada, dihilangkan dengan diperkenalkannya General income tax yakni Ordonansi pajak pendapatan yang diperbaharui pada tahun 1920 (Ordonantie op de Herziene Inkomstenbelasting 1920, Staatsblad 1920 1921, No.312) yang berlaku baik bagi penduduk pribumi, orang Asia maupun orang Eropa. Dalam Ordonansi pajak pendapatan ini telah diterapkan asas-asas pajak penghasilan yakni asas keadilan domisili dan asas sumber.
Karena desakan kebutuhan dengan makin banyaknya perusahaan yang didirikan di Indonesia seperti perkebunan-perkebunan (on dememing), pada tahun 1925 ditetapkanlah Ordonasi pajak perseroan tahun 1925 (Ordonantie op de Vennootschapbelasting) yakni pajak yang dikenakan tethadap laba perseroan, yang terkenal dengan nama PPs (Pajak Perseroan). Ordonansi ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan antara lain dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan tahun 1925 yang dalam praktck lebih dikenal dengan UU MPO dan MPS. Perubahan penting lainnya adalah dengan UU No. 8 tahun 1970 dimana fungsi pajak mengatur/regulerend dimasukkan ke dalam Ordonansi PPs 1925., khususnya tentang ketentuan cuti pajak (tax holiday).
Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni pada saat diadakannya reformasi pajak, Pada awal tahun 1925-an yakni dengan mulai berlakunya Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan dengan perkembangan pajak pendapatan di Negeri Belanda, maka timbul kebutuhan untuk merevisi Ordonansi Pajak Pendapatan 1920, yakni dengan ditetapkannnya Ordonasi Pajak Pendapatan tahun 1932 (Ordonantie op de Incomstenbelasting 1932, Staatsblad 1932, No.111) yang dikenakan kepada orang pribadi (Personal Income Tax). Asas-asas pajak penghasilan telah diterapkan kepada penduduk Indonesia; kepada bukan penduduk Indonesia hanya dikenakan pajak atas penghasilan yang dihasilkannnya di Indonesia; Ordonansi ini juga telah mengenal asas sumber dan asas domisili.
Dengan makin banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia, maka kebutuhan akan mengenakan pajak terhadap pendapatan karyawan perusahaan muncul. Maka pada tahun 1935 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Pajak Upah (loonbelasting) yang memberi kewajiban kepada majikan untuk memotong Pajak Upah/gaji pegawai yang mempunyai tarif progresif dari 0% sampai dengan 15%. Pada zaman Perang Dunia II diberlakukan Oorlogsbelasting (Pajak perang) menggantikan ordonansi yang ada dan pada tahun 1946 diganti dengan nama Overgangsbelasting (Pajak Peralihan). Dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1957 nama Pajak Peralihan diganti dengan nama Pajak Pendapatan tahun 1944 yang disingkat dengan Ord. PPd. 1944. Pajak Pendapatan sendiri disingkat dengan PPd. saja.
Ord. PPd. 1944 setelah beberapa kali mengalami perubahan terutama dengan perubahan tahun 1968 yakni dengan adanya UU No. 8 tahun 1968 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan 1925, yang lebih terkenal dengan "UU MPO dan MPS". Perubahan lainnya adalah dengan UU No. 9 tahun 1970 yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni dengan diadakannya reformasi pajak di Indonesia.

2.1 Sistematika UU PPh
            Secara umum Sistematika Peraturan Perpajakan adalah sebagai berikut:
– Peraturan Pemerintah (biasa disingkat dengan PP)
Peraturan ini merupakan peraturan pelaksana setelah UU. Contoh formatnya adalah PP No. 80 Tahun 2007 tentang …
– Peraturan Menteri Keuangan (biasa disingkat dalam bahasa praktisi Perpajakan adalah PMK)
Contoh format: Peraturan Menteri Keuangan No. 20/PMK.03/2008 tentang “…”. Sebelumnya (sebelum ada perubahan dalam Sistematika Perundangan RI) ketentuan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan adalah Keputusan Menteri Keuangan (biasa digunakan istilah KMK). Pada saat ini KMK lebih banyak dikeluarkan untuk hal-hal yang bersifat internal Departemen Keuangan.
– Peraturan Dirjen Pajak (biasa disingkat dengan PER-)
Contoh format PER-9/PJ/2008 tentang “…”. Sebelum digunakan PER, ketentuan yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak adalah Keputusan Dirjen Pajak (KEP). Pada saat ini KEP dikeluarkan untuk hal-hal menyangkut ketentuan-ketentuan yang lebih bersifat internal dalam tubh Dirjen Pajak.
– Surat Edaran Dirjen Pajak (biasa disingkat dengan SE-)
Dalam Undang-undang Perpajakan, peraturan pelaksana terendah yang dinyatakan di dalam pasal dan ayatnya adalah Peraturan/Keputusan Dirjen Pajak. Namun dalam rangka menjelaskan, mengatur, mempersepsikan dan melaksanakan ketentuan-ketentuan perpajakan, Dirjen Pajak juga dapat menerbitkan Surat Edaran. Surat Edaran sifatnya lebih bersifat internal Dirjen Pajak, namun juga dijadikan acuan bagi para WP dalam melaksanakan ketentuan perpajakan.
– Surat-surat Dirjen Pajak
Walaupun sudah sistematikan ketentuan perpajakan, namun tidak semua kasus-kasus yang terkait dengan perpajakan telah diatur secara detail dan lengkap. Banyak kasus-kasus tertentu yang memerlukan penjelasan lebih jauh dan persepsi yang lebih pasti. Oleh karena itu banyak WP yang menanyakan langsung kasus yang mereka hadapi terkait dengan perpajakan kepada Dirjen Pajak. Atas pertanyaan tersebut, Dirjen Pajak memberikan jawaban. Bagi WP yang memiliki kasus yang sama, Surat-surat Dirjen Pajak seperti itu dapat juga dijadikan acuan.
Disamping itu, untuk hal-hal tertentu, diterbitkan juga Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) atau Peraturan-peraturan/Keputusan-keputusan barsama antar instansi/departemen. Ketentuan-ketentuan tersebut juga menjadi landasan bagai pelaksanaan ketentuan perpajakan.
Pada intinya, sistematika ketentuan perpajakan mengacu kepada sistematika peraturan perundanga yang berlaku di negara kita ini. Dan seharusnya ketentuan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi. Namun, pada kenyataannya beberapa peraturan bertentangan dengan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, untuk selanjutnya, seiring dengan modernisasi Dirjen Pajak, marilah kita berharap jangan ada lagi suatu peraturan yang lebih rendah bertentangan dengan peraturan di atasnya




2.2 Jiwa dan Landasan Utama Pajak Penghasilan
Ketentuan Hukum Formal (mengatur mengenai tata cara dan prosedur, serta sanksi):
*     Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983, Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994, dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Ketentuan Hukum Material (antara lain mengatur mengenai subjek pajak,objek pajak, tarif pajak, dan penghitungan pajak ):
*     Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
*     Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
*     Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
*     Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

Kronologi perubahan undang-undang
Sesuai dengan amendemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 23A, pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Pajak Penghasilan (disingkat PPh) di Indonesia diatur pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 dengan penjelasan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50. Selanjutnya berturut-turut peraturan ini diamendemen oleh
Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) telah disesuaikan juga beberapa kali dalam:
1.         Peraturan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004, berlaku untuk tahun pajak 2005 (sekaligus meniadakan pajak yang ditanggung pemerintah).
2.         Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005, berlaku untuk tahun pajak 2006.
3.         Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015[1] berlaku untuk tahun pajak 2015.
4.         Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 berlaku mulai 27 Juni 2016

2.3 Subjek Pajak Penghasilan
 Subyek pajak Penghasilan
Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, subyek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
     a.       Subyek pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b.
      Subyek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.
c.
       Subyek pajak badan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
·         pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
·         pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
·         penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
·         pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
     d.      Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia
Yang menjadi subjek pajak adalah:


Jenis-jenis Subjek Pajak sebagaima diatur dalam Pasal 2 Undang-undang Pajak Penghasilan
1.    Orang Pribadi
Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Pengertian orang pribadi menurut Rochmat Soemitro adalah manusia dari daging, tulang, dan darah.
2.    Warisan belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris, maksud warisan disini adalah warisan yang menghasilkan atau masih ada pajak terutang yang ditinggalkan. Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya, warisan yang belum terbagi bisa diwakili oleh:
a.    Salah seorang ahli warisnya
b.    Pelaksana wasiatnya
c.    Pihak yang mengurus harta peninggalannya
3.    Badan
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
4.    Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha dan melakukan kegiatan di Indonesia.


Yang tidak termasuk subjek pajak adalah:
a.    kantor perwakilan negara asing;
b.    pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
c.    organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
1.    Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;dan
2.    tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
d.    pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia sesuai PMK Nomor 215/PMK.03/2008













BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adlah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
















DAFTAR PUSTAKA
·      Mardiasmo. 2011, Perpajakan Edisi Revisi 2011, Andi, Yogyakarta.
·      Munawir S. 2002, Perpajakan, Edisi Revisi, Liberty, Yogyakarta.
·      Pohan, CA 2011, Optimazing Corporate Tax Management, Bumi Aksara, Jakarta
·      Resmi, Sitti 2009, Perpajakan : Teori dan Kasus, Jakarta : Salemba Empat.
·      Suandy, Erly, 2006, Perpajakan, Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta.
·      Rahayu, Siti Kurnia 2009, Perpajakan Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta Soemahamidjadja Soeparman, “Pengantar Ilmu Hukum Pajak”. (2002:5)


No comments:

Judul Diunggulkan

JURNAL PENELITIAN PEMERIKSAAN AKUNTANSI - PEMERIKSAAN TERHADAP PIUTANG DAGANG

Pemeriksaaan Terhadap Piutang Dagang ( Account Receivable) Pada PT Bintang Baru Terus Jaya Oleh: Riza Marveni 1 Ri z ky Purnom...