MAKALAH PERPAJAKAN
KETENTUAN UMUM
DAN TATA CARA DALAM PERPAJAKAN
Dosen Pengampu
Erita Rosalina,
S.E., M.Si
Disusun Oleh
:
Siti Hartina (301 14
11 102)
Suci Wahyuni (301 14
11 104)
Zainul Marom (301 14 11
124)
Tugas ini
disusun sebagai syarat untuk mengikuti Mata Kuliah Perpajakan
FAKULTAS
EKONOMI
JURUSAN
AKUNTANSI
UNIVERSITAS
BANGKA BELITUNG
TAHUN 2016
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahhi Wabarakatuh
Dengan menyebut nama Allah, yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan
nikmat serta karunia yang diberikan-Nya kepada penulis sehingga tugas dari mata
kuliah Perpajakan ini dapat
terselesaikan sesuai rencana.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas
dari mata kuliah “PERPAJAKAN” . Dalam penyelesaian makalah ini tentu banyak
pihak yang telah membantu baik berupa dukungan moril maupun materil. Oleh
karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Dosen
Mata Kuliah Perpajakan Ibu Erita Rosalina, M. Si
2.
Rekan-rekan
mahasiswa yang telah banyak membantu dalam memberikan masukan untuk proses penyelesaian makalah ini.
3.
Kepada
UPT Perpustakaan Universitas Bangka Belitung yang memberikan izin dalam
meminjam buku referensi yang digunakan penulis dalam mencari materi.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, saran dan
kritikan yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan
demi penyempurnaan selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat digunakan
sebagai mestinya dan dapat bermanfaat
bagi semua pihak, khusunya kepada penulis dan para pembaca pada umumnya.
Disusun,
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
JUDUL
.....................................................................................................................................i
KATA PENGANTAN
...........................................................................................................ii
DAFTAR ISI
..........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ..........................................................................................................4
B. Rumusan
Masalah
.................................................................................................4
C. Tujuan
........................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Dasar Hukum..............................................................................................................5
B. Pengertian Dalam Ketentuan Umum dan Tata
Cara Dalam Perpajakan..................................................................................................................6
C. Tahun Pajak..............................................................................................................10
D. Kewajiban dan Hak Pajak .......................................................................................10
E.
NPWP dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak......
...............................................13
F.
Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan,
dan
Pelaporan..........................................16
G. Surat Ketetapan Pajak..............................................................................................21
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
..............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau suatu badan, yang pembayarannya merupakan hal yang memaksa
berdasarkan Undang-Undang tentang perpajakan, dengan tidak mendapat imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi baik itu untuk
pembangunan infrastruktur, hingga fasilitas atau inventaris yang terkecil yang
ada dinegara dibiayai oleh pajak.
Undang-Undang Perpajakan memberikan kepercayaan kepada masyarakat
atau kepada setiap Wajib Pajak. Tujuan penagihan pajak adalah agar Wajib Pajak
atau Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. Agar
tujuan penagihan pajak tersebut tercapai, maka diperlukan serangkaian tindakan
yang dapat diambil oleh Jurusita Pajak mulai dari tindakan penerbitan Surat
Teguran atau sejenisnya, kemudian penyampaian surat paksa, penyampaian surat
perintah melakukan penyitaan dan pelaksanaan penyitaan, penjualan barang hasil
penyitaan, sampai dengan tindakan pencegahan bepergian ke luar negeri dan
penyaderaan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa dasar hukum
Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
2.
Apa pengertian
Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
3.
Bagaimana
Kewajiban dan Hak Wajib Pajak
4.
Apakah kegunaan dari NPWP dan Pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak
5.
Seperti apa
Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, dan Pelaporan
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
dasar hukum Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
2.
Mengetahui Apa
pengertian Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
3.
Mengetahui
Bagaimana Kewajiban dan Hak Wajib Pajak
4.
Mengetahui
Apakah kegunaan dari NPWP dan Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak
5.
Mengetahui
Seperti apa Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, dan Pelaporan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Dasar Hukum
Sistem, mekanisme, dan tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban
perpajakan yang sederhana menjadi ciri dan coarak dalam perubahan undang-undang
ini dengan tetap menganut sistem self assessment. Perubahan tersebut khususnya berkaitan dengan
peningkatan keseimbangan hak dan kewajiban bagi masyarakat Wajib Pajak sehingga
menjadi masyarakat Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya dengan lebih baik.
Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan
kesederhaan, arah dan tujuan undang-undang Tentang Ketentuan Tata Cara
Perpajakan ini mengacu pada kebijakan pokok sebagai berikut:
1.
Meningkatkan
efisiensi pemungutan pajak dalam rangka mendukung penerimaan negara.
2.
Meningkatkan
pelayanan, kepastian hukum, dan keadilan bagi masyarakat guna meningkatkan daya
saing dalam penanaman modal dengan tetap mendukung pengembangan Usaha Kecil dan
Menengah.
3.
Menyesuaikan
tuntutan perkembangan sosial ekonomi masyarakat serta perkembangan di bidang
teknologi informasi.
4.
Meningkatkan
keseimbangan antara hak dan kewajiban.
5.
Menyederhanakan
prosedur administrasi perpajakan.
6.
Meningkatkan
penerapan prinsip self assessment secara akutabel dan konsisten.
7.
Mendukung iklim
usaha ke arah lebih kondusif dan kompetitif.
Dalam pelaksanaan UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketetentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994, dan
UU No. 16 Tahun 2000 disadari masih terdapat hal-hal yang belum tertampung
sehingga menuntut perlunya penyempurnaan sejalan dengan perkembangan sosial
ekonomi dan kebijakan pemerintah. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan
perpajakan tentang Ketetentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tersebut terakhir
diatur dalam UU No. 28 Tahun 2007.
B.
Pengertian Dalam
Ketentuan Umum dan Tata Cara Dalam Perpajakan
Beberapa
istilah atau pengertian umum dalam membicarakan perpajakan sesuai dengan Pasal
1 UU No. 28 Tahun 2007 adalah sebagai berikut;
1.
Pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara oleh orang pribadi badan usaha yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2.
Wajib pajak
adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotung pajak, dan
pemungut pajak (fiskus) yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perpajakan.
3.
Badan adalah
sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha
maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komenditer dan perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha
milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi dan
pensiun, persekutuan, perkumpulan, lembaga atau badan lainya termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
4.
Pengusaha
adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang didalam kegiatan usaha
dan pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar
daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah
pabean.
5.
Pengusaha kena
pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai Tahun 1984 dan perubahannya.
6.
NPWP adalah
nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib
Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
7.
Masa pajak
adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung,
menyetor, dan melaporkan pajak yang terhutang dalam suatu jangka waktu tertentu
sebagaimana ditentukan dalam udang-undang ini. Masa Pajak sama dengan 1 (satu)
bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Menteri
Kuangan paling lam 3 (tiga) bulan kalender.
8.
Tahun Pajak
adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak
menggunakan
tahun buku yang tidak sama dengan
tahun kalender.
9.
Bagian Tahun
Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
10.
Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam
Bagian Tahun Pajak
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
11.
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau
bukan objek pajak, dan/atau
harta
dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan perpajakan.
12.
Surat Pemberitahuan Masa
adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa
Pajak.
13.
Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk
suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun
Pajak.
14.
Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang
telah dilakukan dengan menggunakan formulir
atau telah dilakukan dengan
cara
lain ke kas
negara melalui
tempat pembayaran
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
15.
Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan
Pajak
Kurang Bayar,
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
Surat
Ketetapan Pajak
Nihil, atau Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar.
16.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,
besarnya
sanksi administrasi, dan jumlah
pajak yang masih harus dibayar.
17.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan
pajak yang menentukan tambahan
atas jumlah
pajak yang telah
ditetapkan.
18.
Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
19.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena
jumlah kredit pajak
lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak
terutang.
20.
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau
sanksi administrasi
berupa bunga dan/atau
denda.
21.
Surat Paksa
adalah surat perintah membayar
utang pajak
dan
biaya
penagihan pajak.
22.
Kredit
Pajak Untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri
oleh Wajib
Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak
karena Pajak Penghasilan
dalam tahun
berjalan tidak
atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong
atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang
dibayar atau terutang di luar
negeri,
dikurangi dengan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang
dikurangkan dari pajak yang terutang.
23.
Kredit
Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah
dikompensasikan, yang dikurangkan
dari pajak yang terutang.
24.
Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang
mempunyai keahlian khusus sebagai usaha
untuk memperoleh penghasilan
yang tidak
terikat oleh suatu hubungan kerja.
25.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara
objektif dan profesional
berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
26.
Bukti Permulaan
adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti
berupa keterangan, tulisan, atau benda yang
dapat memberikan petunjuk adanya
dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
27.
Pemeriksaan Bukti Permulaan
adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti
permulaan
tentang adanya dugaan telah terjadi
tindak
pidana di bidang perpajakan.
28.
Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab
atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi
kewajiban
Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
29.
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang
meliputi harta,
kewajiban,
modal, penghasilan
dan
biaya, serta jumlah
harga perolehan dan penyerahan
barang atau jasa,
yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak
tersebut.
30.
Penelitian adalah serangkaian
kegiatan
yang dilakukan untuk menilai
kelengkapan
pengisian Surat
Pemberitahuan
dan lampiran-lampirannya
termasuk penilaian tentang kebenaran
penulisan dan
penghitungannya.
31.
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan
yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang
terjadi serta menemukan tersangkanya.
32.
Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri
Sipil
tertentu di lingkungan
Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang
khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan
tindak
pidana
di
bidang perpajakan sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
33.
Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan
kesalahan tulis, kesalahan
hitung, dan/atau
kekeliruan penerapan ketentuan
tertentu dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan
yang terdapat
dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi
Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi,
Surat
Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau
Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
34.
Surat Keputusan Keberatan
adalah surat keputusan atas keberatan terhadap
surat ketetapan
pajak atau terhadap
pemotongan atau
pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib
Pajak.
35.
Putusan Banding adalah putusan
badan
peradilan pajak
atas banding terhadap
Surat Keputusan Keberatan yang diajukan
oleh Wajib Pajak.
36.
Putusan Gugatan adalah
putusan badan peradilan pajak
atas gugatan terhadap hal-hal yang
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.
37.
Putusan Peninjauan
Kembali
adalah
putusan
Mahkamah
Agung atas
permohonan peninjauan kembali yang
diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding
atau Putusan Gugatan dari
badan
peradilan pajak.
38.
Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah
surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak
untuk Wajib Pajak
tertentu.
39.
Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang
menentukan jumlah
imbalan
bunga yang diberikan kepada Wajib
Pajak.
40.
Tanggal Dikirim
adalah tanggal stempel pos pengiriman,
tanggal faksimili,
atau dalam hal disampaikan secara langsung
adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung.
41.
Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau
dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat,
keputusan, atau putusan diterima secara langsung.
C.
Tahun Pajak
Tahun pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) tahun kalender
kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun
kalender. Atau pada umumnya tahun pajak bisa disebut tahun takwin (tahun
kalender). Wajib Pajak dapat menggunakan tahun pajak tidak sama dengan tahun
takwin dengan syarat konsisten (taat asas) selama 12 bulan, dan lebih baih
kalau melapor/memberitahu kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat. Dapat
berubah bila disetujui oleh Direktur Jendral Pajak.
D.
Kewajiban dan
Hak Pajak
1)
Kewajiban Wajib
Pajak
Kewajiban Wajib Pajak menurut Undang-Undang Nomor Tahun 2007 adalah
sebagai berikut;
a)
Mendaftar diri
pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok
Wajib Pajak, apabila telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.
b)
Melaporkan
usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjannya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha
dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
c)
Mengisi Surat
Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan
menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, serta
menandatangani dan menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat
Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak.
d)
Menyampaikan
Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan uang
selain rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
e)
Membayar atau
menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas
negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
f)
Membayar pajak
yang terutang sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan
tidak menggantungkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak.
g)
Menyelenggarakan
pembukuan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
perpajakan bebas dan Wajib Pajak Badan, dan melakukan pencatatan bagi Wajib
Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
h)
Pertama; Memperlihatkan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang
terutang pajak.
Kedua; Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat
atau ruang yang dipandang perlu dan diberi bantuan dana guna kelancaran
pemeriksaan.
Ketiga; Memberikan keterangan lain yang diperlukan
apabila diperiksa.
2)
Hak-Hak Wajib
Pajak
Hak-hak Wajib Pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
adalah sebagai berikut;
a)
Melaporkan
beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) Surat Pemberitahuan Masa.
b)
Mengajukan
surat keberatan dan banding bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu.
c)
Memperpanjang
jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk
paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara
tertulis atau dengan cara lain kepada Direktur Jenderal Pajak.
d)
Membetulkan
Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan
tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan
pemeriksaan.
e)
Mengajukan
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
f)
Menyajukan
keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas atau;
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
- Surat Ketetapan Pajak Nihil
- Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, atau
- Pemotongan atau pemungutan pajak oleh ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
g)
Mengajukan
permohonan banding kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan.
h)
Mengajukan
keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas atau;
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
- Surat Ketetapan Pajak Nihil
- Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, atau
- Pemotongan atau pemungutan pajak oleh ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
i)
Mengajukan
permohonan banding kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan.
j)
Menunjukan
seorang kuasa dengan khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
k)
Memperoleh
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas
keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak dalam hal Wajib Pajak
menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum
Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi
lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah
berlakunya UU No. 28 Tahun 2007.
E.
NPWP dan Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak
1)
Pengertian NPWP
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) merupakan suatu sarana dalam
administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau
identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiaban perpajakan.
2)
Fungsi Nomor
Pokok Wajib Pajak
Nomor Pokok Wajib Pajak yang dipergunakan untuk menjaga ketertiban
dalam pembayaran dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dengan memiliki
NPWP, Wajib Pajak memperoleh beberapa manfaat langsung lainnya, seperti sebagai
pembayaran pajak dimuka (angsuran/kredit pajak) atas Fiskal Luar Negeri yang
dibayar sewaktu Wajib Pajak bertolak ke Luar Negeri, sebagai persyaratan ketika
melakukan pengurusan Surat Izin Usaha Perdangan (SIUP), dan sebagai salah satu
syarat pembuatan Rekening Koran di bank-bank. Terhadap Wajib Pajak yang tidak
mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenakan sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Ringkasan dari penjelasan mengenai fungsi NPWP yang telah
dipaparkan diatas maka dapat di ambil unsur-unsur dari fungsi tersebut yakni
antara lain;
a)
NPWP sebagai
sarana administrasi Perpajakan:
b)
NPWP sebagai
pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dan;
c)
Untuk menjaga
ketertiban dalam pembayaran pajak dalam pengawasan administrasi.
Berdasarkan sistem self assessment yang dianut oleh
perpajakan di Indonesia, setiap pajak wajib mendaftarkan diri pada Direktorat
Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan wajib pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak dan sekaligus untuk
mendapatkan NPWP.
Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap;
a)
Wanita kawin
yang dikenakan pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan
keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian
pemisahan penghasilan dan harta;
b)
Setiap wajib
pajak sebagai pengusaha yang dikenakn pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai.
3)
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
a.
Setiap Wajib Pajak sebagai pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan UU
PPN
1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya
pada
kantor Direktorat Jendral Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan pengusaha, dan tempat kegiatan usaha
dilakukan untuk
dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak : KUP pasal 2 Ayat
(2).
b.
Direktur Jendral
Pajak dapat menetapkan:
- Tempat pendaftaran dan/atau tempat
pelaporan
usaha selainyang ditetapkan
pada ayat
(1)
dan ayat (2);
dan/atau
- Tempat pendaftaran pada
kantor Direktorat Jendral
Pajak
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan atau kantor Direktorat
Jendral Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat usaha dilakukan,
bagi
wajib pajak
orang tertentu.
c.
Jangka waktu melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena
pajak adalah selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah saat usaha dimulai.
4)
Fungsi
pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Fungsi
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain dipergunakan untuk mengetahui identitas
Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya juga berguna untuk melaksanakan hak dan
kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah serta untuk pengawasan administrasi perpajakan. Terhadap pengusaha yang
telah memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Terhadap Wajib
Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban untuk
mendaftarkan diri atau melaporkan usahanya dapat diterbitkan Nomor Pokok Wajib
Pajak dan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan. Hal ini dapat
dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau memiliki oleh Direktorat
Jenderal Pajak ternyata orang pribadi atau badan atau Pengusaha tersebut telah
memenuhi syarat untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.
Kewajiban
perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan NPWP dan yang dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak secara jabatan, dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentua perundang-undangan
perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkan NPWP atau dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak.
5)
Tata Cara
Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP
Wajib pajak
(WP) mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikan secara langsung atau melalui
pos ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi
Perpajakan (KP4) setempat dengan melampirkan ketentua sebagai berikut;
a)
Untuk WP Orang
Pribadi Non-Usahawan
Fotokopy KTP bagi penduduk Indonesia atau Fotokopi paspor ditambah
surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal lurah atau
Kepala Desa bagi orang asing.
b)
Untuk WP orang
Pribadi Usahawan
- Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah
surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal lurah atau
Kepala Desa bagi orang asing.
- Surat Keterangan tempat tinggal kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa
c)
Untuk Wajib
Pajak Badan
- Fotokopi akta pendirian dan perubahan terakhir atau surat
keterangan penunjukkan dari kantor pusat bagi BUT.
- Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah
surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau
Kepala Desa bagi orang asing, dari salah satu pengurus aktif.
- Surat Keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang berwenang
minimal Lurah atau kepala desa.
d)
Untuk
bendaharawan sebagai Pemungut/Pemotong
-
Fotokopi KTP
bendaharawan
-
Fotokopi surat
penunjuk bagi bendaharawan
e)
Untuk Joint
Operation sebagai Wajib Pajak Pemotong/Pemungut
- Fotokopi perjanjian kerja sama sebagai joint operation
- Fotokopi NPWP masing-masing anggota joint operation
- Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah
surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau
Kepala Desa bagi orang asing, dari salah seorang pengurus joint operation.
f)
Wajib Pajak
dengan status cabang, orang pribadi pengusaha tertentu atau wanita kawin tidak
pisah harus melampirkan fotokopi surat keterangan terdaftar.
g)
Apabila
permohonan ditandatangani orang lain harus dilengkapi dengan surat kuasa
khusus.
5)
Penghapusan
Nomor Pokok Wajib Pajak
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan oleh Direktur
Jenderal Pajak apabila;
-
Diajukan
permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh Wajib Pajak atau ahli
warisnya apabila wajib pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif atau
objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
-
Wajib Pajak
badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha.
-
Wajib pajak
bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.
-
Dianggap perlu
oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomo Pokok Wajib Pajak yang
sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif ataupun objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Direktur Jenderal Perpajakan
setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan
penghapusan NPWP dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak badan,
sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
F.
Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan,
dan
Pelaporan
Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan
sistem self assessment wajib melakukan sendiri perhitungan, pembayaran, dan
pelaporan pajak terutang.
1)
Pembayaran dan
Surat Setoran Pajak
Mekanisme pembayaran pajak dilakukan dengan beberapa cara sebagai
berikut ini;
a)
Membayar
sendiri pajak yang terutang
- Pembayaran angsuran
setiap bulan
(PPh Pasal 25)
Pembayaran PPh
Pasal 25 yaitu
pembayaran pajak
penghasilan secara
angsuran. Hal ini dimaksudkan
untuk meringankan
beban Wajib
Pajak
dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan
untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir
tahun dengan
membayar sendiri angsuran pajak setiap
bulan.
- Pembayaran PPh Pasal 29 setelah
akhir tahun; Pembayaran PPh Pasal 29 yaitu pelunasan pajak
penghasilan yang
dilakukn sendiri oleh Wajib Pajak
pada akhir tahun pajak apabila
pajak
terutang untuk suatu tahun pajak lebih besar dari jumlah total pajak yang
dibayar sendiri dan pajak yang dipotong atau dipungut pihak lain
sebagai
kredit pajak yang
b)
Melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh
Pasal 4 (2),
PPh Pasal
15, PPh Pasal
21, 22, dan 23, serta PPh
Pasal 26).
-
Pihak lain disini berupa :
1)
Pemberi penghasilan;
2)
Pemberi kerja; atau
3)
3) Pihak
lain yang ditunjuk atau
ditetapkan oleh pemerintah.
c)
Pemungutan PPN oleh
pihak penjual atau oleh pihak yang ditunjuk
pemerintah.
d)
Melalui
pembayaran pajak diluar negeri (PPh
Pasal 24).
e)
Pembayaran
Pajak-pajak lainnya.
-
Pembayaran
PBB
yaitu pelunasan
berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Untuk
daerah Jakarta, pembayaran
PBB sudah dapat dilakukan dengan menggunakan ATM
di Bank-bank tertentu.
-
Pembayaran
BPHTB yaitu
pelunasan pajak atas perolehan hak atas
tanah dan bangunan.
-
Pembayaran
Bea
Materai yaitu
pelunasan pajak atas dokumen yang dapat dilakukan dengan cara menggunakan benda materai
berupa materai tempel
atau kertas bermaterai
atau dengan cara lain
seperti menggunakan
mesin teraan.
2)
Pelaksanaan
Pembayaran
Pembayaran
pajak
dapat dilakukan di bank-bank
pemerintah maupun swasta dan kantor
pos dengan menggunakan
Surat Setoran
Pajak
(SSP)
yang dapat diambil
di KPP atau KP4
terdekat, atau dengan cara lain
melalui
pembayaran pajak secara
elektronik (e-payment).
Surat Setoran Pajak adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan
untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara
melalui Kantor Penerima Pembayaran. Kantor Penerima pembayaran atau setoran
pajak. Surat Setoran pajak dapat berupa;
-
SSP Standar
merupakan bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara
melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
-
SSP Khusus
merupakan merupakan bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke Kantor
Penerima Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran dengan
menggunakan mesin transaksi atau alat lainya yang isinya sesuai dengan yang
ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, sesuai dengan yang
ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dan mempunyai fungsi
yang sama SPP Khusus dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran yang telah
mengadakan kerja sama Monitor Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) dengan Direktorat
Jenderal Pajak.
-
SSPCP (Surat
Setoran Pabean Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor)
3)
Pemotongan/Pemungutan
Selain pembayaran
bulanan yang dilakukan
sendiri, ada pembayaran
bulanan
yang dilakukan
dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan
oleh pihak ketiga. Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah
PPh Pasal
21, PPh Pasal 22, PPh Pasal
23, PPh Pasal 26, dan PPN dan PPn BM.
Adapun definisi
dari masing-masing pajak
penghasilan
tersebut adalah sebagai berikut
:
-
PPh Pasal 21 adalah
pemotongan
pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3
sehubungan dengan
penghasilan yang diterima oleh
Wajib Pajak Orang Pribadi dalam
negeri sehubungan dengan
pekerjaan
atau kegiatan yang dilakukan
(seperti gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh
perusahaan dimana dia
bekerja).
-
PPh Pasal 22 adalah
pemungutan pajak yang dilakukan
oleh pihak ke-3 sehubungan dengan
pembayaran atas
penyerahan barang,
impor barang dan
kegiatan
usaha di bidang-bidang tertentu
(seperti penyerahan barang oleh rekanan
kepada bendaharawan
pemerintah).
-
PPh Pasal 23 adalah
pemotongan
pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3
sehubungan dengan
penghasilan tertentu
seperti
: deviden, bunga, royalty,
sewa,
dan jasa yang diterima oleh WP badan dalam negeri,
dan
BUT.
-
PPh Pasal 26 adalah
pemotongan
pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3
sehubungan denan penghasilan yang diterima oleh WP luar negeri.
-
PPh Final Pasal
4 ayat (2)
Ada beberapa penghasilan yang dikenakan
PPh Final.
Yang dimaksud final
disini bahwa pajak yang dipotong, dipungut
oleh pihak ketiga atau
dibayar sendiri
tidak dapat dikreditkan (bukan
pembayaran di muka) terhadap utang
pajak pada akhir tahun dalam penghitungan
pajak penghasilan pada SPT
Tahunan. Beberapa contoh penghasilan yang dikenakan PPh
final : bunga deposito, penjualan tanah dan bangunan, persewaan tanah
dan bangunan, hadiah
undian, bunga obligasi dan lain-lain.
-
PPh Pasal 15 adalah
pemotongan
pajak penghasilan yang dilakukan
oleh Wajib Pajak
tertentu yang menggunakan norma
penghitungan khusus, antara lain perusahaan pelayaran atau
penerbangan
international, perushaan
asuransi luar
negeri, perusahaan
pengeboran
minyak, gas
dan
panas
bumi, perusahaan
dagang asing, perusahaan yang melakukan
investasi dalam bentuk bangun guna serah.
-
Pajak Pertambahan nilai
(PPN) adalah pajak yang dikenakan atas
nilai tambah suatu barang dan jasa.
-
Pajak penjualan atas barang mewah
(PPnBM) adalah
pajak khusus untuk barang
barang mewah.
Seperti halnya PPh Pasal 25, pemotongan atau pemungutan tersebut merupakan angsuran pajak. Untuk
PPh
dikreditkan pada akhir tahun,
sedangkan PPN dikreditkan pada masa diberlakukannya pemungutan dengan
mekanisme Pajak Keluaran (PK)
dan
Pajak
Masukan
(PM).
Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh DJP untuk melakukan pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai
dengan
ketentuan yang
berlaku, maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga
2% dan kenaikan 100%.
4)
Pelaporan
Sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang
Perpajakan, Surat Pemberitahuan (SPT) mempunyai
fungsi
sebagai suatu
sarana bagi
Wajib Pajak di
dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan
jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan
untuk melaporkan tentang :
-
Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau
melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain
dalam 1 (satu) Tahun
Pajak
atau Bagian Tahun Pajak;
-
Penghasilan yang merupakan
Objek Pajak dan/atau bukan
Objek Pajak;
-
Harta dan kewajiban;
dan/atau
-
Pembayaran dari pemotong atau
pemungut
tentang
pemotongan atau
pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Surat pemberitahuan (SPT) dapat dibedakan
sebagai berikut:
a.
SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaraan pajak
bulanan.
SPT Masa terdiri atas :
1)
SPT Masa PPh Pasal
21 dan
Pasal 26;
2)
SPT Masa PPh Pasal
22;
3)
SPT Masa PPh Pasal 23 dan Pasal
26;
4)
SPT Masa PPh Pasal
4 ayat (2);
5)
SPT Masa PPh Pasal
15;
6)
SPT Masa PPN dan
PPnBM;
7)
SPT Masa PPN dan
PPnBM
bagi
Pemungut.
b.
Surat Pemberitahuan Tahunan adalah SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan.
SPT Tahunan meliputi:
1)
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak
Badan
(1771-Rupiah);
2)
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan yang diizinkan
menyelenggarakan pembukuan
dalam bahasa Inggris
dan mata
uang dolar Amerika Serikat
(1771-US);
3)
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai
penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas yang menyelenggarakan pembukuan atau norma
penghitungan penghasilan neto;dari
satu tu
lebih pemberi kerja;yang dikenakan PPh
final dan/atau bersifat final; dan
dari penghasilan
lain (1770);
4)
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai
penghasilan
dari satu atau lebih pemberi kerja;dalam negeri
lainnya;dan
yang dikenakan
PPh final dan/atau bersifat final
(1770 S);
5)
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai
penghasilan dari satu pemberi kerja dan tidak mempunyai penghasilan lainnya kecuali bunga bank dan/atau bunga koperasi
(1770 SS).
G. Surat Ketetapan Pajak
Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan
pajak
kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak
nihil, surat ketetapan pajak
lebih bayar.
1)
Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar diterbitkan oleh Dirjen Pajak
dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, apabila terjadi
hal-hal sebagai berikut;
-
Apabila
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak
atau kurang bayar.
-
Apabila Surat
Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dan
setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana
ditentukan dalam Surat Teguran.
-
Apabila
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya
dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol
persen).
-
Apabila
kewajiban pembukuan dan pemeriksaan (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau
Pasal 29) tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang
terutang.
-
Apabila
kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak atau dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar sebagaimana dimaksud huruf a atau huruf e ditambah dengan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya atau berkaitannya Masa
Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
2)
Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKTPBT)
Dirjen Pajak dapat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data
baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak terutang setelah dilakukan
tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tidak mungkin
diterbitkan sebelum didahului dengan penerbitan surat ketetapan pajak.
Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dilakukan dengan syarat
adanya data baru termasuk data yang semula belum terungkap yang menyebabkan
penambahan pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak yang sebelumnya.
Apabila masih ditemukan lagi data baru termasuk data yang semula
belum terungkap pada saat apabila diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan dan data baru termasuk data yang semula belum terungkap yang
diketahui kemudian oleh Dirjen Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan masih dapat diterbitkan lagi.
3)
Surat
Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Surat Ketetapan Pajak Nihil diterbitkan apabila setelah dilakukan
pemeriksaan, ditemukan adanya jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang
dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan
tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak. Untuk masing-masing
jenis pajak, Surat Ketetapan Pajak Nihil diterbitkan untuk;
-
Pajak
Penghasilan, apabila jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang terutang atau
tidak pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
-
Pajak
Pertambahan Nihil, apabila jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang
terutang, atau tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Jika terdapat pajak
yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang
dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut
oleh pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
-
Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan
jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran
pajak.
4)
Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan untuk.
-
Pajak
Penghasilan, apabila jumlah kredit pajak (jumlah pajak yang dibayar) lebih
besar daripada jumlah pajak yang terutang.
-
Pertambahan
pajak Nilai, apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang
terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan
Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara Pajak Keluaran dikurangi
dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut.
-
Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah, apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari
pada jumlah pajak yang terutang.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ketentuan umum dan tata cara
perpajakan dalam istilah atau pengertian umum yang membicarakan tentang
perpajakan serta dasar hukum untuk penyempurnaan
perundang-undang perpajakan terakhir diatur dalam Pasal 1 UU No. 28 Tahun 2007.
Ketentuan umum dan tata cara perpajakan memiliki kewajiban dan hak wajib pajak
dalam Undang-Undang. Seseorang yang wajib pajak harus mempunyai NPWP yang
dimana Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) merupakan suatu sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib
Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.
Wajib Pajak
dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan sistem self assessment
wajib melakukan sendiri perhitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.
Dalam pembayaran wajib pajak membayar dan menggunakan surat setoran pajak (SSP)
ke kantor pos atau dengan cara lain
melalui
pembayaran pajak secara
elektronik (e-payment).
Setelah itu wajib pajak akan melaporkan ke dalam surat pemberitahuan (SPT).
DAFTAR PUSTAKA
Resmi, Siti. 2004.
Perpajakan
Teori
dan Kasus. Yogyakarta:
Salemba Empat.
No comments:
Post a Comment