MAKALAH PENGUKURAN KINERJA SEKTOR PUBLIK
AUDIT SIKLUS PENDAPATAN
DISUSUN OLEH:
RIZKY PURNOMO 310 14 11 097
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Secara
umum,pemeriksaan atau auditing merupakan proses Investigasi independen terhadap
beberapa aktivitas khusus. Mekanisme pemeriksaan.audit merupakan sebuah
mekanisme yang dapat menggerakkan makna akuntabilitas dalam pengelolaan sektor
Pemerintahan,Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ),atau instansi pengelola aktiva
negara lainnya. Pengujian atas laporan keuangan oleh auditor independen ini
bertujuan menyertakan suatu opini yang jujur mengenai posisi keuangan,hasil
operasi,dan arus kas yang disesuaikan dengan prinsip akuntansi berterima umum.
Menurut UU No.33
Tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah,Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai
penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. Pendapatan
aerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah,yang
menambah ekuitas dan lancar,yang merupakan hak daerah dalam satu tahun
anggaran.
Dalam menghitung
pendapatan daerah dibutuhan prosedur pemeriksaan siklus pendapatan,di harapkan
mampu memberikan arahan bagi pengguna dalam melakukan kegiatan pemeriksaan .
2.1
Rumusan Masalah
·
Apa pengertian Pendapatan
Daerah.
·
Apa tujuan Audit siklus
pendapatan.
·
Bagaimana Proes
Pemeriksaan
·
Materialiatas dan Resiko
Audit
·
Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam menyusun koreksi pembukuan pendapatan.
·
Bagaimana bagan Prosedur
Pemeriksaaan atas pos pendapatan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
PENGERTIAN PENDAPATAN DAERAH.
Didalam
keuangan daerah terdapat hak-hak daerah yang dapat dinilai dengan uang yang
tercermin dalam pendapatan daerag. Pendapatan daerah yang dipungut oleh
pemerintah daerah dimaksudkan untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah
yang berhubungan dengan tanggungjawab sebagai pelayanan publik ( public service). Pendapatan daerah pada
dasarnya merupakan penerimaan daerah dalam bentuk peningkatan aktiva atau
penurunan utang dari berbagai
sumber dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan . Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan SAP No.2 tentang Laporan
Realisasi Anggaran. Mendefinisikan : “Pendapatan sebagai semua penerimaan Rekening
Kas Umum Negara/Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun
anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayar
kembali oleh pemerintah”. Sedangkan menurut UU No. 32 tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah dan UU No.33 tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,yang dimaksud dengan pendapatan daerah
adalah Hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih
dalam periode tahun bersangkutan .
.
2.2.TUJUAN AUDIT SIKLUS
PENDAPATAN
Tujuan
adanya audit siklus pendapatan adalah mengungkapkan ada atau tidaknya salah
saji yang material dalam pos Pendapatan Asli Daerah, Dana perimbangan,dan
lain-lain pendapatan yang sah.
2.3.PROSES PEMERIKSAAAN
Proses pemeriksaan atas
siklus pendapatan yang mencakup pemeriksaan atas:
1. Pendapatan
Asli Daerah.
Pendapatan Asli Daerah ( PAD) Merupakan wujud
representasi kemampuan daerah dalam menggali potensi yang dimiliki. Semakin
besar PAD yang dihasilkan,semakin mandiri daerah tersebut secara finansial
dalam membiayai pemerintahannya dalam rangka memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Tingkat PAD juga merupakan korelasi tolak ukur keberhasilan dari
otonomi daerah. Namun demikian,kewenangan daerah dalam menggali PAD diharapkan
tidak membuat pemerintah daerah menjadi profit
oriented( lebih berorientasi pada keuntungan semata) dan meninggalkan
fungsi pelayanan masyarakat. Implementasi PAD harus berdasarkan Peraturan Daerah
( Perda) yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD berasal dari Pajak
Daerah , Retribusi Daerah , hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan ,dan
lain-lain PAD yang sah.
1.1 Pajak
Daerah.
Pajak
Daerah menurut UU No.28 tahun 2009 adalah kontribusi wajib daerah yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang,dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
·
Berikut adalah
jenis-jenis Pajak Daerah ( tingkat ) provinsi:
a. Pajak
kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air
b. Bea
balik nama kendaraan bermotor dan kendaraam diatas air
c. Pajak
bahan bakar kendaraan bermotor
d. Pajak
pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah
·
Jenis-jenis pajak daerah
kebupaten/kota antara lain:
a. Pajak
hotel
b. Pajak
restoran
c. Pajak
hiburan
d. Pajak
reklame
e. Pajak
penerangan jalan,dll
1.2. Retribusi
Daerah
Menurut
UU No.28 Tahun 2009, Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran
atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
·
Berikut ini adalah jenis-jenis
retribusi daerah:
a. Retribusi
jasa umum.
b. Ritribusi
jasa usaha.
c. Retribusi
perizinan tertentu.
1.3. Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan.
Merupakan hasil atas pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan dari pengelolaan APBD. Jika ada laba BUMD yang
kemudian dibagi hasilkan kepada pemerintah daerah sebagai hasil dari penyertaan
modal pemerintah daerah,hal tersebut merupakan PAD yang diperoleh dari
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pernyataan modal pemerintah daerah
tidak terbatas pada badan usaha milik daerah ( BUMD ) saja,tetapi dapat pada
badan usaha milik negara ( BUMN ),persahaan milik swasta,atau kelompok usaha
masyarakat.
·
Bagian laba atas
penyertaan modal pada peusahaan milik daerah/BUMD.
·
Bagian laba atas
penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN.
·
Bagian laba atas
penyertaan modal pada perushaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.
1.4. Lain-lain PAD
yang Sah.
PAD juga dapat berasal dari sumber lain-lain
yang sah,sebagai berikut:
·
Hasl penjualan kekayaan
daerah yang tidak dapat dipisahkan.
·
Jasa giro.
·
Pendapatan bunga.
·
Penerimaan atau tuntutan
ganti rugi daerah.
·
Penerimaan
komisi,potongan,ataupun bentuk lain sebagai akibat dar penjualan dan/atau
pengadaan barang dan/atau jasa giro,dll.
2.
Dana
Perimbangan
Dana
perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada daerah utuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. Pada intinya,dana perimbangan merupakan dan alokasi dari
pemerintah pusat yang berfungsi untuk
mendorong otonomi daerah. Untuk beberapa daerah yang memiliki PAD relatif
kecil,jalannya roda pemerintahaan akan bergantung pada tersedianya Dana
perimbangan. Berikut ini jelaskan bentuk dari Dana Perimbangan.
2.1.Dana
Bagi Hasi.
Dana
Bagi Hasil ( DBH ) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Pendapatan APBN yang
menjadi sumber DBH merupakan himpunan atas hasil setoran pendapatan pajak dan
nonpajak dari daerah yang kemudian dibagikan kembali ke daerah melalui
persentase.
Berdasarakan
persentase tersebut dibagikan untuk pemerintah daerah provinsi dan pemerintah
daerah kabupaten/kota. DBH bersifat proporsional untuk setiap daerah,dalam arti
penerimaan DBH setiap daerah tidaklah sama. Hal tersebut tergantung pada
kontribusi setiap daerah dalam meningkatkan pendapatan negara.
a. Bagi
Hasil Pajak
Seperti
dijelaskan pada UU No.33 Tahun 2004 Pasal 11 Ayat(2),DBH pajak berasal dari
bagi hasil atas penerimaan Pajak Bumi Bangunan ( PBB ),Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan ( BPHTB ),Pajak Penghasilan ( PPH) 25,PPh 29 Wajib Pajak
Pribadi dalam Negeri,PPh 21.
b. Bagi
Hasil Bukan Pajak.
DBH
bukan Pajak berasal dari sumber daya alam baik dari kehutanan,pertambangan
umum,perikanan,pertambangan minyak dan gas bumi,serta pertambangan panas bumu.
Oleh karena itu,jika suatu daerah memiliki sumber daya alam lebih besar
daripada daerah-daerah lain,DBH dari pemerintah pusat untuk daerah yang kaya
akan lebih banyak daripada daerah lain. Secara prinsip,daerah yang kaya akan
hasil alam,mineral,dan pertambangan] seperti halnya di Kalimantan akan menerima
DBH yang lebih besar daripada daerah Jawa.
2.2.Dana
Alokasi Umum.
Dana
Alokasi Umum( DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan dengan tujuam pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Definisi
tersebut menjelaskan bahwa DAU memiliki tujuan pemerataan. Dengan kata lain,DAU
merupakan semacam subsidi silang antarapemerintah daerah. Hal tersebut untuk
mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antardaerah dengan mempertimbangkan
kebutuhan dan potensi daerah. Untuk daerah yang dalam proses pengembangan atau
hasil pemekaran baru,kebutuhan dan potensinya akan bergantung pada keberadaan
DAU.
Daerah yang dalam tahap pengembangan
umumnya memiliki PAD yang lebih kecil jika dibandingakan dengan kebutuhan
pendanaan untuk melaksanakan fungsi
layanan dasar. Memepertimbangkan kondisi tersebut,pemerintah pusat dalam
mengalokasikan DAU memperhitungkan kebutuhan fiskal daerah yang dimiliki.
2.3.Dana
Alokasi Khusus.
Dana alokasi khusus ( DAK ) adalah
dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah
tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
DAK merupakan perwujudan tugas
kepemerintahan dalam bidang tertentu,khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan
dan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat ( Ahmad Yani,2008 ) .
Pelayanan dasar masyarakat meliputi pendidikan , kesehatan , infrastrukur , dan
prasarana pemerintah daerah. Sementara itu , bidang teknis tertentu tersebut ,
seperti bidang kelautan dan perikanan , bidang pertanian , bidang lingkukangan
hidup , dan lain-lain. Sesuai Pasal 41 UU No. 33 Tahun 2004,pemerintah daerah
penerima DAK wajib menganggarkan dan menyadiakan dan sekurang-kurangnya 10%
dari alokasi DAK.
3.
Lain-lain
pendapatan Daerah yang sah.
Pendpatan
yang tidak termasuk dalam kategori PAD dan Dana perimbangan yang merupakan
lain-lain PAD yang sah adalah sebagai berikut:
a. Hibah
dari Pemerintah, pemerintah daerah lainnya,badan/lembaga/organisasi swasta
dalam negeri,kelompok masyarakat,perorangan, dan lembagaluar negeri yang tidak
mengikat.
b. Dana
darurat dari pemerintah dalam rangka penanggualangan korban/kerusakan akibat
bencana alam.
c. Dana
bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota.
d. Dana
penyesuian dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah.
e. Bantuan
keuangan dari pemerintah Provinsi atau dari pemerintah Daerah.
2.3.MATERIALITAS DAN RISIKO
AUDIT
Tansaksi-transaksi
dalam siklus pendapapan ini sangat berpengaruh terhadap laporan keuangan.
Kesalahan dalam membedakan antara pendapatan yang diterima secara tunai dengan
pendapatan yang diterima secara kredit (piutang) akan menimbukan laporan
keuangan .
Resiko
bawaan siklus pendapatan pada banyak entitas adalah tinggi. Ada berbagai faktor
yang menyebabkan tingginya faktor bawaan dari siklus pendapatan ini,diantaranya
:
1. Volume
transaksi yang tinggi
2. Masalah
akuntansi yang berkembang.
Tingginya
volume transaksi akan memperbesar kemungkinan terjadinya salah saji. Semakin
tinggi volume transaksi maka semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya
kesalahan dalam pencatatan transaks tersebut. Disamping itu,masalah akuntansi
yang sedang berkembang juga perlu dipertimbangkan.
2.4.JENIS KOREKSI ATAS
PEMBUKUAAN PENDAPATAN
Jenis
koreksi atas pembukuan pendapatan adalah sebagai berikut:
1. Kesalahan
pembukuan dan/atau penyajian saldo awal tahun anggaran perhitungan anggaran
tahun lalu.
2. Kesalahan
pembukuan dan/atau penyajian pendapatan daerah.
3. Kesalahan
pembukuan dan/atau penyajian saldo akhir tahun anggaran/sisa perhitungan anggaran
tahun anggarn perhitungan.
4. Kesalahan
penyajian dalam Daftar Lampitan Perhitungan Anggran Tahun Anggaran Perhitungan.
5. Kesalahan
yang wajib dikoreksi oleh auditor,yang trediri atas:
a. Kesalahan
pembukuan (kekeliruan dalam pencatatan)
b. Kesalahan
pembebanan
c. Kesalhan
penjumlahan dan pengurangan Angka( aritmatika)
2.5.HAL-HAL YANG PERLU
DIPERHATIKAN DALAM MENYUSUN KOREKSI PEMBUKUAN PENDAPATAN
1. Bahwa
sistem pembukuan keuangan Daerah sebagaimana diatur dalam Kepmendagri No 29
Tahun 2002 ( yang belum mengikuti perubahan sesuai dengan Permendagri N0 13
Tahun 2006) adalah pembukuan yang masih menggunakan sistem pencatatan tunggal (
single entry).
2. Perbedaan
antara perkiraan dengan penerimaan yang sebenarnya,serta perbedaan antara
perkiraan dengan pengeluaran sebenarnya,dengan menyebutkan selisih kurang atau
lebih.
2.6.PETUNJUK PEMERIKSAAN POS
KE POS
2.6.1
Pemeriksaan atas Pos Pendapatan Asli Daerah.
1) Pengujian
untuk menentukan apakah nilai realisasi Pos Pendapatan Pajak Daerah yang dibukukan telah mencakup seluruh hak
daerah yang telah diterima oleh Kas Daerah pada tahun Anggaran Perhitungan.
Untuk itu,salinan Rekening Koran yang diperoleh kemudian diteliti untuk menentukan
apakah terdapat setoran melalui transfer atas Pajak dan Retribusi Daerah yang
dilakukan pada Tahun Anggaran perhitungan dan telah diterima oleh Kas
Daerah,tercantum pada sisi Kredit Rekening Koran Kas Daerah,dan telah dibukukan
pada sisi Debit,tetapi belum dibukukan pada ayat yang bersangkutan dan belum
disajikan dalam Lampiran Perhitungan Anggaran Pendapatan. Apabila terjadi hal
demikian,dilakukan koreksi tambah sejumlah setoran yang belum dibukukan dan
belum disajikan dalam lampiran tersebut. Lakukan koreksi kurang apabila tejadi
hal sebaliknya,yaitu setoran pajak dan Retribusi Daerah yang diterima oleh Kas
Daerah pada tahun Anggaran yang lalu tetapi baru dibukukan dan disajikan dalam
Lampiran Tahunan Anggaran perhitungan.
2) Lakukan
verifikasi atas bukti-bukti penerimaan berupa Surat Tanda Setoran (STS) untuk
menentukan apakah postingan atas penerimaan Pajak dan Retribusi Daerah tersebut
telah selesai dengan Ayat Pendapatan yang bersangkutan dan telah disajikan
sesuai dengan ayat tersebut. Apabia tejadi kesalahan pembebanan dilakukan
koreksi tambah dan koreksi kurang pada
masing-masing ayat yang dimaksud.
3) Dilakukan
konfirmasi kepada instansi yang terkait dengan pemungutan Pajak Daerah,seperti
PT PLN atas pemungutan PPJU,untuk menentukan apakah jumlah PPJU yang disetorkan
ke Kas Daerah dan telah dibukukan dengan Ayat Pendapatan PPJU adalah Pendapatan
Bruto ysng belum dipotong upah pungut dan belum dikompensasikan dengan
pembayaran rekening pemda. Apabila pendapatan PPJU yang dibukukan dan disajikan
dalam lampiran tersebut adalah Pendapatan Neto,maka koreksi tambah pada ayat
Pendapatan PPJU dilakukan sebesar upah pungut pemda,sekaligus dilakukan pula
koreksi tambah pada Pasal Biaya Upah Pungut dan Pasal Belanja Ongkos Kantor
untuk Langganan Listrik.
4) Dari
hasil konfirmasi tersebut diatas,kesalahan penyetoran atas pendapatan PPJU oleh
PT PLN dapat diketahui. Misalnya,PPJU yang semestinya merupakan hak pemerintah
Daerah”X” tetapi oleh PT PLN disetorkan ke Kas Pemerinah Daerah “Y”. Hal ini
berarti bahwa bagi Pemerintah Daerah
‘”Y”,ada bagian pendapatan PPJU yang bukan haknya. Atas kejadian ini,apabila
sampai akhir tahun anggaran pendapatan PPJU tersebut belum disetorkan kembali
dan tidak disajikan sebagai pendapatan dalam perhitungan UKP Tahun Anggaran
perhitungan pemerintah daerah”Y”,maka lakukan koreksi kurang Lampiran Ayat
Pendapatan PPJU sebesar pendapatan PPJU yang bukan haknya,dan lakukan pula
koreksi tambah sebesar PPJU yang bukan haknya tersebut.
5) Apabila
terjadi sebagaimana disebutkan diatas (butir 4) dan oleh pemerintah Daerah “Y”
pada Tahun Anggaran Perhitungan Pendapatan PPJU yang bukan haknya tersebut
telah dikembalikan kepada Pemerintah daerah “X”,tetapi niainya lebih dari
jumlah yang menjadi haknya,dan ternyata kelebihan pengeluaran tersebut tidak
dimuat dalam bagian,pos,dan Pasal Belanja,maka koreksi tambah sebesar kelebihan
tersebut dilakukan atas Belanja dan dilakukan pula koreksi pada sisi pendapatan
sejumlah PPJU yang menjadi hak pemerintah Daerah “X”dan pada sisi belanja
sejumlah yag dikembalikan (termasuk kembaliannya).
6) Lakukan
pengujian untuk menentukan apakah pengembalian Pajak Daerah kepada Wajib Pajak
dilkukan dengan penerbitan SPMU pada Tahun Anggaran Perhitungan telah
dPerhitungakan dengan mengurangi nilai realisasi penerimaan Pajak daerah yang
disajikan dalam lampiran pada ayat yang bersangkutan. Bila belum
dikurangkan,maka lakukan koreksi kurang sebesar pengembalian pejak tersebut.
2.7.Pemeriksaan atas Pos Dana
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
1) Lakukan
pengujian untuk menentukan apakah nilai realisasi Pendapatan Pos Bagi Hasil
Pajak yang terdiri atas Bagi Hasil PBB,BPHTB,PPh Pasal 21,dan Pos Bagi Hasil
bukan Pajak Sumber Alam yang antara lain terdiri dari atas IHH,IHPH, Iuran
tetap ( Landrent),Iuran Kuasa Usaha Pertambangan,Pungutan Hasil
Perikanan,Minyak Bumi,dan Gas Alam serta Pos Dana Alokasi Umum ( DAU), Pos Dana
Alokasi khusus( DAK),dan Pos Dana Darurat untuk Bencana Alam yang dibukukan
pada masing-masing Ayat Pendapatan bersangkutan telah mencakup seluruh hak
daerah yang telah diterima oleh Kas Daerah Pada Tahun Anggaran Perhitungan. Untuk
itu,salinan Rekening Koran Kas Daerah yang diperoleh kemudian diteliti untuk
menentukan apakah terdapat transfer Bagi Hasil , DAU ,DAK ,dan Dana Darurat
yang dilakukan pada Tahun Anggaran Perhitungan dan telah diterima oleh Kas
Daerah,tercantum pada sisi kredit Rekening Koran Kas Daerah, serta telah
dibukukan dan belum disajikan dalam Lampiran tersebut. Lakukan koreksi kurang
apabila terjadi hal yang sebaliknya,yaitu Transfer Bagi Hasil, DAU, DAK, dan
Dana Darurat yang telah diterima oleh Kas Daerah pada Tahun Anggaran yang lalu
tetapi dibukukan dan disajikan dalam Lampiran Tahun Anggaran Perhitungan.
2) Lakukan
verifikasi atas bukti-bukti penerimaan Bagi Hasil,DAU,DAK,dan Dana Darurat
berupa bukti transfer untuk menentukan apakah posting atas penerimaan transfer
telah sesuai dengan Ayat Pendapatan yang bersangkutan dan apakah telah
disajikan pada Lampiran sesuai dengan Ayat tersebut. Apabila terjadi kesalahan
pembebanan,lakukan koreksi tambah dan koreksi kurang pada masing-masing Ayat
dimaksud.
3) Lakukan
konfirmasi kepada instansi yang terkait dengan penyaluran Bagi Hasil PBB,seperti
kantor Pelayanan PBB dan Kantor Cabang Bank Indonesia setempat,untuk menentukan
apakah jumlah Bagi Hasil PBB yang diterima oleh Kas Daerah dan dibukukan pada
Ayat Pendapatan Bagi Hasil adalah pendapatan Bruto termasuk upah pungut PBByang
menjadi Hak Daerah.
4) Dari
hasil konfirmasi tersebut dapat diketahui adanya kesalahan penyaluran atas bagi
hasil PBB. Misalnya bagi hasil PBB yang seharusnya merupakan hak pemerintah
daerah ‘X’,tetapi disalurkan ke Kas Pemerintah daerah “Y”. Hal tersebut berarti
bahwa bagi Pemerintah Daerah “Y” terdapat Pendapatan Bagi Hasil PBB yang bukan
haknya. Hasil PBB sebesar Pendapatan Bagi Hasil yang bukan menjadi hak nya,dan
lakukan pula koreksi tambah pada Pendapatan UKP sebesar Bagi Hasil PBB yang
bukan haknya tersebut.
5) Apabila
terjadi sebagaiman disebutkan diatas (butir 4) dan oleh pemerintah Daerah “Y”
pada Tahun Anggaran Perhitungan Bagi Hasil PBB tersebut telah dikembalikan
kepada Pemerintah Daerah “X” tetapi nilainya lebih jauh dari jumalah yang
menjadi haknya,dan ternyata kelebihan pengeluaran tersebut tidak dimuat dalam
Belanja,maka lakukan koreksi tambah sebesar kelebihan tersebut atas Belanja dan
lakukan pada koreksi pada sisi pendapatan sejumlah Bagi Hasil PBB yang menjadi
hak Pemerintah Daerah “X” dan pada sisi belanja sejumlah yang dikembalikan
(termasuk kelebihannya.
2.8.BAGAN
ALUR PROSEDUR PEMERIKSAAN ATAS POS PENDPATAN
2.8.1
Bagan Alur Prosedur
Pemeriksaan atas Pos PendapatanAsli Daerah

2.8.2
Bagan Alur Prosedur Pemeriksaan
atas Pos Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
![]() |
|||
![]() |
2.8.3. Bagan Alur Prosedur Pemeriksaan Piutang .


|















KESIMPULAN
Pendapatan
daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah dimaksudkan untuk membiayai
berbagai pengeluaran pemerintah yang berhubungan dengan tanggungjawab sebagai
pelayanan publik ( public service).
Pendapatan daerah pada dasarnya merupakan penerimaan daerah dalam bentuk
peningkatan aktiva atau penurunan utang
dari berbagai sumber dalam
periode tahun anggaran yang bersangkutan . Menurut Standar Akuntansi
pmerintahan SAP No.2 tentang Laporan Realisasi Anggaran. Mendefinisikan :
“Pendapatan sebagai semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang
menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan
yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah”.
Sedangkan menurut UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan UU No.33
tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah,yang dimaksud dengan pendapatan daerah adalah Hak Pemerintah Daerah yang
diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan .
Sesuai UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan UU No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah,sumber-sumber pendapatan bagi daerah terdiri dari:
PAD,Dana Perimabangan, Lain-lain Pendapatan yang Sah,Piutang Pajak dan
Retribusi .
Tujuan adanya audit siklus pendapatan adalah
mengungkapkan ada atau tidaknya salah saji yang material dalam pos Pendapatan
Asli Daerah, Dana perimbangan,dan lain-lain pendapatan yang sah
Resiko
bawaan dari siklus bawaan dapat disebabkan oleh tingkat volume transaksi.
Tingginya volume transaksi akan memperbesar kemungkinan terjadinya salah saji.
Semakin tinggi volume transaksi maka
semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pencatatan transaksi
tersebut.
No comments:
Post a Comment