Terima Kasih Telah Berkunjung Ke MAKALAH UBB

Friday, May 5, 2017

MAKALAH PERPAJAKAN - PENDAHULUAN, SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERPAJAKAN DI INDONESIA DAN HUKUM PAJAK DI INDONESIA



KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur Penulis panjatkan pada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Pendahuluan, Sejarah Dan Perkembangan Perpajakan Di Indonesia Dan Hukum Pajak Di Indonesia”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan.
Penulis berterima kasih kepada Bapak Rizki, S.Pd.,M.Akt., selaku dosen mata kuliah Perpajakan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Penulissangat berharap makalah ini dapat berguna untuk menambah wawasan serta menambah pengetahuan kita tentang Perpajakan.Penulisjuga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu Penulis berharap adanya saran dan kritikan yang membangun demi perbaikan makalah ini untuk masa yang akan datang.
Demikianlah kata pengantar dari Penulis, semoga makalah ini dapat berguna dan dapat dipahami bagi siapa pun yang membacanya. Penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata di dalam makalah ini. Sekian dan terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr.wb.





Balunijuk, 31 Januari 2017


Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ 1
DAFTAR ISI............................................................................................................ 2
I PENDAHULUAN................................................................................................. 3
1.1.   Latar Belakang....................................................................................... 3
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................   4
1.3. Tujuan..................................................................................................... 4
II PEMBAHASAN.................................................................................................. 5
2.1. Pengertian Pajak............................................................................................ 5
2.2. Pengertian Pungutan Lainnya....................................................................... 6
2.3. Fungsi Pajak.................................................................................................. 6
2.4. Pengertian PNPB(Penerimaan Negara Bukan Pajak)...................................   8
2.5. Sumber Hukum dan Perkembangan Hukum Pajak Indonesia......................   9
2.6. Pengertian Hukum Pajak............................................................................... 13
2.7. Sejarah dan Perubahan Hukum Pajak di Indonesia...................................... 14
2.8. Fungsi dan Tujuan Hukum Pajak.................................................................. 16
III PENUTUP.......................................................................................................... 20
1. Kesimpulan...................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 21










I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Baru-baru ini pemerintah sedang berbenah diri dalam hal pengurusan perpajakan. Saat ini  dikenal istilah self assignment. Setiap wajib pajak dipercayakan untuk melaporkan kekayaannya sendiri, menghitung sendiri pajak yang dikenakan dan membayar sendiri pajak tersebut ke Bank. Dalam hal ini bisa kita lihat bahwa pemerintah mempercayakan segala sesuatu tentang pengrusan pembayaran pajak kepada wajib paajak itu sendiri, dan merupakan kewajiban kita untuk menjawab kepercayaan yang telah diberikan pemerintah dengan menyelesaikan pembayaran pajak dengan bersih, jujur, dan adil.
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatannegara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Uang yang dihasilkan dari perpajakan digunakan oleh negara dan institusi di dalamnya sepanjang sejarah untuk mengadakan berbagai macam fungsi. Beberapa fungsi tersebut antara lain untuk pembiataan perang, penegakan hukum, keamanan atas aset, infrastruktur ekonomi, pekerjaan publik , subsidi, dan operasional negara itu sendiri. Dana pajak juga digunakan untuk membayar utang negara dan bunga atas utang tersebut. Pemerintah juga menggunakan dana pajak untuk membiayai jaminan kesejahteraan dan pelayanan publik. Pelayanan ini termasuk pendidikan, kesehatan, pensiun, bantuan bagi yang belum mendapat pekerjaan, dan transportasi umum. Penyediaan listrik, air, dan penanganan sampah juga menggunakan dana pajak dalam porsi tertentu.
Pemerintah menggunakan berbagai jenis pajak dan menetapkan berbagai tarif pajak. Tindakan ini dilakukan untuk mendistribusikan beban pajak kepada individu atau kelas populasi yang terlibat dalam kegiatan kena pajak, seperti misalnya bisnis,atau untuk mendistribusi ulang sumber daya di antara individu dan kelas populasi. Pada masa lampau, kebangsawanan ditunjukkan dengan adanya pajak atas yang miskin; sistem jaminan kesejahteraan modern bersifat sebaliknya, ditujukan untuk membantu rakyat miskin, cacat, atau pensiun dengan memajaki rakyat yang masih bekerja. Pajak juga digunakan untuk membiayai bantuan ke negara lain dan ekpedisi militer, untuk mempengaruhi kondisi ekonomi makro (strategi pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan ini disebut kebijakan fiskal), atau untuk mengubah pola konsumsi dan tenaga kerja dalam sistem ekonomi, dengan menjadikan beberapa jenis transaksi kurang menarik.
Sistem perpajakan nasional merupakan refleksi dari nilai-nilai bangsa dan nilai yang dipegang oleh pihak yang memang kekuasaan politik. Untuk menciptakan sistem perpajakan, sebuah bangsa harus membuat pilihan terkait distribusi beban pajak – siapa yang akan membayar pajak dan seberapa banyak mereka harus membayar – dan bagaimana pajak yang telah dipungut kemudian dibelanjakan. Dalam sistem demokrasi di mana rakyat memilih orang-orang yang bertanggung jawab dalam menjalankan sistem perpajakan, pilihan rakyat menunjukkan jenis komunitas yang ingin diciptakan oleh rakyat. Pada negara yang rakyat tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sistem perpajakan, sistem perpajakan merupakan refleksi dari nilai-nilai dari pihak yang berkuasa.
1.2  Rumusan Masalah
a.       Apa definisi pajak?
b.      Apa yang dimaksud dengan pungutan lainnya?
c.       Apa saja fungsi pajak?
d.      Apa itu PNPB?
e.       Bagaimana sumber hukum dan perkembangan hukum pajak di Indonesia?
f.       Apa yang dimaksud dengan hukum pajak?
g.      Bagaimana sejarah dan perubahan hukum pajak?
h.      Apa fungsi dan tujuan hukum pajak?
1.3  Tujuan
a.       Mendeskripsikan pengertian pajak
b.      Menjelaskan yang dimaksud dengan pungutan lainnya
c.       Menyebutkan dan mendeskripsikan apa saja fungsi pajak
d.      Menjelaskan yang dimaksud dengan PNPB
e.       Menjelaskan bagaimana sumber hukum dan perkembangan hukum pajak di Indonesia
f.       Mendeskripsikan apa yang dimaksud dengan hukum pajak
g.      Menjelaskan bagaimana sejarah dan perubahan hukum pajak
h.      Menjelaskan fungsi dan tujuan hukum pajak




II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pajak

Definisi atau pengertian pajak menurut prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH:
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:
1.      Iuran dari rakyat kepada negara
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang(bukan barang).
2.      Berdasarkan undang-undang.
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
3.      Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat di tunjuk.
4.      Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Pajak Menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksakanan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.

Sedangkan  menurut pasal 1 angka 1 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh otang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2.2 Pengertian Pungutan Lainnya
Disamping pajak, ada beberapa pungutan lainnya yang serupa dengan pajak tetapi mempunyai perlakuan dan sifat yang berbeda dengan pajak, yang dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya. Pungutan tersebut antara lain:
a.       Bea Materai
Yaitu pungutan yang dikenakan atas dokumen dengan menggunakan benda materai ataupun benda lainnya.

b.      Bea Masuk dan Bea Keluar
Bea Masuk adalah pungutan atas barang-barang yang dimasukkan le dalam daerah pabean berdasarkan harga/nilai barang itu atau berdasarkan tarif yang sudah ditentukan. Bea Keluar adalah pungutan yang dilakukan atas barang yang dikeluarkan dari daerah pabean berdasarkan tarif yang sudah ditentukan bagi masing-masing golongan barang.
c.       Cukai
Yaitu pungutan yang dikenakan atas barang-barang tertentu yang sudah ditetapkan untuk masing-masing jenis barang tertentu. Contoh tembakau, gula, bensin, minuman keras, dan sebagainya.
d.      Retribusi
Yaitu pungutan yang dikenakan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang diberikan oleh pemerintah secara langsung dan nyata kepada pembayar. Contoh parkir, pasar, jalan tol, dan sebagainya.
e.       Iuran
Yaitu pungutan yang dikenakan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang diberikan pemerintah secara langsung dan nyata kepada kelompok atau golongan pembayar.
f.       Pungutan lain yang sah/legal berupa sumbangan wajib.
2.3 Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatannegara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Uang yang dihasilkan dari perpajakan digunakan oleh negara dan institusi di dalamnya sepanjang sejarah untuk mengadakan berbagai macam fungsi. Beberapa fungsi tersebut antara lain untuk pembiataan perang, penegakan hukum, keamanan atas aset, infrastruktur ekonomi, pekerjaan publik , subsidi, dan operasional negara itu sendiri. Dana pajak juga digunakan untuk membayar utang negara dan bunga atas utang tersebut. Pemerintah juga menggunakan dana pajak untuk membiayai jaminan kesejahteraan dan pelayanan publik. Pelayanan ini termasuk pendidikan, kesehatan, pensiun, bantuan bagi yang belum mendapat pekerjaan, dan transportasi umum. Penyediaan listrik, air, dan penanganan sampah juga menggunakan dana pajak dalam porsi tertentu. Negara masa kolonial maupun modern juga telah menggunakan mendorong produksi menjadi pergerakan ekonomi Berdasarkan hal tersebut, maka pajak mempunyai beberapa fungsi, diantaranya sebagai berikut:
1.      Fungsi Anggaran (Budgetair)
Yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Biaya tersebut diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin, seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah tersebut dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat, dan ini terutama diharapkan daeri sektor pajak.
Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas banrang mewah (PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB) dan lain-lain.
2.      Fungsi Mengatur
Yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
3.      Fungsi Stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga, sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan, antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, serta penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
4.      Fungsi Redistribusi Pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
2.4 Pengertian PNPB (Penerimaan Negara Bukan Pajak)
Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan pajak. PNBP merupakan lingkup keuangan negara yang dikelola dan dipertanggungjawabkan sehingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga audit yang bebas dan mandiri turut melakukan pemeriksaan atas komponen yang mempengaruhi pendapatan negara dan merupakan penerimaan negara sesuai dengan undang-undang. Laporan hasil pemeriksaan BPK kemudian diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). [1]
Menyadari pentingnya PNBP, maka kemudian dilakukan pengaturan dalam peraturan perundang-undangan, diantaranya melalui :
o   UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;
o   PP Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak;
o   PP Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tatacara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu;
o   PP Nomor 1 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyampaian Rencana dan Laporan Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak;
o   PP Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Terutang.

Kelompok Penerimaan Negara Bukan Pajak meliputi:
1.  penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah;
2.  penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
3.  penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan;
4.  penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah;
5.  penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi;
6.  penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah;
7.  penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri.
Pengelompokan PNBP ini kemudian ditetapkan dalam PP No. 22 Tahun 1997 yang telah diubah dengan PP No. 52 Tahun 1998 dengan menjabarkan jenis-jenis PNBP yang berlaku umum di semua Kementerian / Lembaga, sebagai berikut :
1.      Penerimaan kembali anggaran (sisa anggaran rutin dan sisa anggaran pembangunan);
2.      Penerimaan hasil penjualan barang/kekayaan Negara;
3.      Penerimaan hasil penyewaan barang/kekayaan Negara;
4.      Penerimaan hasil penyimpanan uang negara (jasa giro);
5.      Penerimaan ganti rugi atas kerugian negara (tuntutan ganti rugi dan
6.      tuntutan perbendaharaan);
7.      Penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah;
8.      Penerimaan dari hasil penjualan dokumen lelang.
9.      Apabila jenis PNBP belum tercakup dalam jenis-jenis PNBP ini, kecuali yang telah diatur dengan Undang-undang, dapat ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

2.5 Sumber Hukum Dan Perkembangan Hukum Pajak Di Indonesia
1. Sumber Hukum Material
Yaitu faktor-faktor yang membantu pembentukan hukum (hukum pajak), misalnya faktor-faktor yang berupa hubungan sosial, politik, ekonomi, maupun hubungan internasional.
2. Sumber Hukum Formal
Yaitu sumber dari mana suatu peraturan hukum memperoleh kekuatan hukum atau cara yang menyebabkan peraturan hukum tersebut berlaku secara formal. Misalnya, peraturan perundang-undangan (asas Pancasila, UUD 1945, dll), kebiasaan, traktat (Tax Treaty), Yurisprudensi, dan Doktrin. Namun, dalam hukum pajak tidak dikenal sumber hukum yang tidak tertulis karena bedasarkan pengertian hukum pajak, kaidah hukum pajak hanya lahir karena tertulis dan tidak dilakukan secara kebiasaan. Dengan demikian, kebiasaan sebagai sumber hukum pada umumnya tidak dikenal dalam hukum pajak.
Pancasila merupakan sumber hukum dasar nasional yang menjiwai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pancasila memiliki kedudukan sebgai alat penguji terhadap sumber hukum tertulis, apakah sudah sesuai atau malah bertentangan dengan Pancasila. Pancasila merupakan tolok ukur untuk menentukan kebenaran substansi hukum yang terkandung dalam setiap Undang-undang Pajak.
Sumber hukum pajak yang sifatnya tertulis, terdiri dari:

1.UUD 1945
Sebelum amandemen UUD 1945, ketentuan mengenai pajak diatur pada Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “ segala pajak untuk keperluan negara harus berdasarkan undang-undang.” Ketentuan ini mengandung asas legalitas yang meletakkan kewenangan pada negara untuk memungut pajak apabila negara membutuhkannya, tetapi dengan syarat harus berdasarkan undang-undang. Tidak ada pajak tanpa persetujuan antara rakyat melalui wakilnya di dalam Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah yang diatur dengan undang-undang atau “No taxation without representation”.
Setelah UUD 1945 diamandemen, ternyata ketentuan mengenai pajak mengalami perubahan yang sangat prinsipil. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 23A UUD 1945 yag berbunyi “pajak dan pugutan yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.” Terdapat perubahan yang prinsipil karena bukan hanya pajak, melainkan pungutan yang bersifat memaksa juga harus diatur dengan undang-undang. Hal ini merupakan suatu perkembangan positif agar tidak ada kesewenang-wenangan dalam pembebanan pungutan yang bersifat memaksa kepada warga negara.

2. Perjanjian Perpajakan
Tiap negara memiliki peraturan pajak yang berbeda dengan negara lain yang menyebabkan mudahnya terjadi pengenaan pajak ganda internasional sehingga menimbulkan beban yang tinggi terhadap Wajib Pajak. Untuk mengatasi hal tersebut, negara-negara yang berkepentingan mengadakan perjanjian penghindaran pajak internasional agar Wajib pajak dari tiap negara yang bersangkutan tidak dikenakan pajak ganda. Selain itu, perjanjian perpajakan juga dapat mencegah terjadinya penghindaran pajak (tax avoidance) dan penyelundupan pajak (tax evasion).
Wujud perjanjian perpajakan yang dilakukan Indonesia adalah dalam bentuk Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), baik perjanjian itu bersifat bilateral maupun multilateral, mengenai tarif atas bunga, deviden, royalti, dan sebagainya.

3. Yurisprudensi Perpajakan
Yurisprudensi perpajakan adalah putusan pengadilan mengenai perkara pajak yang meliputi sengketa pajak dan tindak pidana pajak yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap. Putusan pengadilan yang terkait dengan sengketa pajak adalah Putusan Pegadilan Pajak maupun Mahkamah Agung yang telah mempunyai kekuatan hukum mengikat para pihak yang bersengketa, sedangkan putusan pengadilan yang terkait dengan tindak pidana pajak adalah Putusan Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum maupun Mahkamah Agung yang telah mempunyai kekuatan hukum mengikat.

4. Doktrin Perpajakan
Agar doktrin dapat menjadi sumber hukum pajak, substansinya harus berada dalam konteks di bidag perpajakan yang dikemukakan ahli hukum pajak, mengingat substansi hukum yang terkandung dalm hukum pajak memiliki perbedaan yang sangat prinsipil dengan hukum lainnya karena hukum pajak memiliki ciri khas tersendiri. Pendapat ahli hukum pajak, untuk saat ini, belum dapat diharapkan untuk menunjang pengembangan hukum pajak. Hal ini disebabkan karena kelangkaan ahli hukum pajak yang dapat memberi corak tersendiri dalam perkembangan hukum pajak
Kewenangan pemungutan pajak berada pada pemerintah. Di negara-negara hukum segala sesuatu harus ditetapkan dalam undang-undang. Seperti di Indonesia pemungutan pajak diatur dalam Pasal 23A Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Atas dasar undang-undang dimaksudkan bahwa pajak merupakan peralihan kekayaan dari masyarakat ke pemerintah untuk keperluan negara dengan tidak mendapatkan kontraprestasi yang langsung. Peralihan kekayaan dapat pula terjadi karena hibah atau kemungkinan peristiwa perampasan atau perampokan. Oleh karena itu, segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat sebagai contoh pajak harus ditetapkan dengan undang-undang yang telah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Selanjutnya, keseluruhan peraturan-peraturan yang meliputi kewenangan pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkan kembali kepada masyarakat melalui kas negara termasuk dalam ruang lingkup pengertian hukum pajak. Mengingat pengaturan ini menyangkut hubungan hukum antara negara dengan orang pribadi atau badan yang mempunyai kewajiban membayar pajak, hukum pajak merupakan hukum publik. Hukum pajak mengatur pula hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan hukum yang mempunyai ruang lingkup yang luas, tidak hanya menelaah keadaan-keadaan dalam masyarakat yang dihubungkan dengan pengenaan pajak dan merumuskan serta menafsirkan peraturan hukum dengan memerhatikan ekonomi dan keadaan masyarakat, hukum pajak memuat unsur hukum pidana dan peradilan seperti yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1998. Selanjutnya diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan pajak yang berlaku mulai tanggal diundangkan yaitu 12 April 2002. Secara global bahwa hukum terbagi dalam dua kelompok besar yaitu Hukum Publik dan Hukum Perdata. Hukum Publik mencakup Hukum Pidana, Hukum Tata Usaha Negara, dan Hukum Tata Negara. Hukum Perdata mencakup Hukum Perdata dalam arti sempit (BW = Burgelijke Wetboek) dan Hukum Dagang (WK = Wetboek Van Koophandel).
Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara pemerintah dengan warganya, sedangkan dalam Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang pribadi di dalam masyarakat.
Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum Administrasi Negara adalah serangkaian peraturan hukum yang mengatur semua cara kerja dan pelaksanaan wewenang yang langsung dari lembaga-lembaga negara serta aparatnya dalam melaksanakan tugas masing-masing.
Kedudukan Hukum Pajak merupakan bagian dari Hukum Tata Usaha Negara. Tetapi ahli hukum pajak seperti Prof. DR. P. J. A. Adriani menghendaki Hukum Pajak dapat berdiri sendiri yang merupakan ilmu pengetahuan terlepas dari Hukum Tata Usaha Negara dengan alasan bahwa Hukum Pajak mempunyai tugas yang bersifat lain dibandingkan dengan hukum administrasi. Namun pandangan lainnya bahwa kemandirian Hukum Pajak kurang tepat karena terlihat bahwa Hukum Pajak terlpeas dari hukum lainnya.
2.6 Pengertian Hukum Pajak
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH., Hukum Pajak mempunyai kedudukan diantara hukum-hukum sebagai berikut:
1.      Hukum perdata
Mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya.
2.      Hukum publik
Mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya. Hukum ini dapat di rinci lagi sebagai berikut:
·         Hukum tata negara
·         Hukum tata usaha
·         Hukum pajak
·         Hukum pidana
Dengan deikian kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik.
Hukum pajak menganut paham imperatif, yakni pelaksanaannya tidak dapat ditunda, misalnya alam pengajuan keberatan, sebelum ada keputusan dari Direktur Jendral Pajak bahwa keberatan tersebut diterima, maka Wajib Pajak yang mengajukan keberatan terlebih dahulu membayar pajak, sesuai dengan yang telah ditetapkan. Berbeda dengan hukum pidana yang menganut paham oportunitias, yaitu pelaksanaannya dapat ditunda setelah ada putusan lain.
Sementara itu Bohari menyatakan bahwa hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak. Dengan lain perkataan, hukum pajak menerangkan:
a.       Siapa-siapa wajib pajak (subjek pajak)
b.      Obyek-obyek apa yang dikenakan pajak (obyek pajak)
c.       Kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah
d.      Timbulnya dan hapusnya utang pajak
e.       Cara penagihan pajak, dan
f.       Cara mengajukan keberatan dan banding pada peradilan pajak
Seperti diketahui hukum pajak merupakan salah satu bagian dari hukum tata usaha negara (Hukum Administratif Negara). Tetapi dalam perkembangannya, ada aliran yang menghendaki supaya hukum pajak merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri terlepas dari hukum Administratif Negara. Sebagai pelopor dari aliran ini adalah Prof. P. J. A. Andriani. Alasannya:
a.       Hukum mempunyai tugas yang bersifat lain dari pada pajak dapat dipergunakan sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian.
b.      Hukum pajak mempunyai istilah-istilajh tersendiri.
2.7 Sejarah dan Perubahan Hukum Pajak di Indonesia
Menurut Sjibren Cnossen, seorang guru besar Erasmus Universitiet Rotterdam  masalah perpajakan adalah masalah ‘’book keeping’’ dimana istilah book keeping lazim diterjemahkan  dengan pembukuan. apabila suatu negara secara nasional mempunyai  book keeping yang kurang baik, maka akibatnya negara akan mengalami kesulitan dalam menyusun system perpajakan yang baik. Dengan demikian, masalah pembukuan merupakan bagian yang sangat penting bagi negara yang menggunakan self assessment system dalam pemungutan pajak.
Menyimak sejarah perpajakan di Indonesia yang dimulai kurun waktu penjajahan Belanda, system perpajakan lebih menekankan pada fungsi budgeter yaitu pemasukan keuangan untuk keperluan pemerintah koloni. Sedangkan corak system pemungutan pajak berdasarkan pada official assessment. Pada system ini besarnya pajak yang terutang sangat bergantung pada aparat pajak ( fiskus ). Setelah merdeka tahun 1945, pemerintah Indonesia dalam masalah perpajakannya, yaitu ketentuan perundang-undangan perpajakan, masih tetap menggunakan perundang-undangan yang lama, walaupun telah dilakukan perubahan-perubahan. Namun sejak era tahun 1984 sampai sekarang dengan adanya pembaruan system pemungutan pajak, Indonesia memasuki era baru dengan menggunakan self assessment system.
Self assessment system ini selanjutnya memberikan kewenangan sepenuhnya kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang. Peran pembukuan atau akuntansi dalam perpajakan perlu ditingkatkan. Paket 27 maret 1979 dengan inpres No. 6 tahun 1979 dan keputusan menteri  keuangan No.108/KMK/077/1979 menyatakan bahwa wajib pajak diberikan keringanan dalam rangka penetapan pajaknya apabila laporan keuangan wajib pajak diperiksa oleh akuntan publik, sehingga pelaporan audit akuntan public digunakan sebagai dasar penetapan pajak, tanpa dilakukan koreksi, kecuali apabila laporan tersebut ternyata tidak benar. Sangat disayangkan dalam pelaksanaannya ternyata banyak akuntan public yang tidak dapat dipercaya dalam menyusun pelaporan audit sehingga paket 27 maret 1979 ini kemudian dicabut. Memasuki era baru perundang-undangan perpajakan, sejak tahun 1984 telah terjadi perubahan besar yang tidak lagi menggunakan official assessment tetapi menggunakan self assessment system dalam pemungutan pajak di Indonesia. Kewajiban menyelenggarakan pembukuan telah tegas diatr dalam pasal 28 undang-undang No.28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan ( KUP ) yang menyatakan:
1.      Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan di indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.
2.      Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, tetapi wajib melakukan pencatatan adalah wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto dan waib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Pengaturan kewajiban pembukuan sebenarnya juga diatur secara implicit di berbagai undang-undang seperti kitab undang-undang hukum dagang, undang-undang No.1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas sebagaimana telah dilakukan perubahan dengan undang-undang No.40 tahun 2007, dan undang-undang No.8 tahun 1995 tentang pasar modal  sebagaimana telah dilakukan perubahan. Pada prinsipnya, peraturan-peraturan tersebut mewajibkan setiap badan usaha untuk menyusun laporan keuangan, sehingga harus menyelenggarakan pembukuan. Cara menyelenggarakn pembukuan dan menyusun laporan keuangan haruslah berpedoman pada pernyataan standar akuntansi keuangan ( PSAK ) yang telah dilakukan pembaruan, terakhir dengan PSAK tahun 2009. Demikian pula dengan hubungannya dengan perpajakan bahwa kewajiban pembukuan merupakan bagian yang sangat esensial. Pembukuan menurut ketentuan perpajakan memiliki syarat- syarat sebagai berikut:
1.      Pembukuan atau  pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan ikhtikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya.
2.      Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenal asset, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
3.      Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing yang diizinkan menteri keuangan.
4.      Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan atau dokumen lainnya wajib disimpan di Indonesia selama 10 tahun, yaitu di tempat kegiatan atau di tempat tinggal bagi wajib orang pribadi, atau di tempat kedudukan bagi wajib pajak badan.
5.      Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan stelsel akrual atau stelsel kas. Apabila terjadi perubahan metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
Setiap wajib pajak seharusnya menyelenggarakan pembukuan, sehingga dapat diketahui besarnya pajak yang terutang. Apabila kewajiban pembukuan seperti yang telah diatur dalam pasal 28 dan pasal 29 Undang-Undang KUP tidak dipenuhi yang berakibat pajak yang terutang tidak dapat diketahui tiak menyampaikan SPT walaupun telah ditegur, dan dari hasil pemeriksaan PPN dan PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif  0% (nol persen) maka wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan (pasal 13 ayat 3 Undang-Undang KUP):
a.       50% (lima puluh persen) dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak
b.      100% (seratus persen) dari pajak pengahasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan dan dipotong, atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan atau
c.       100% (seratus persen) dari pajak pertambahan nilai barang dan jasa serta pajak penjualan atas barang mewah yang tidak atau kurang dibayar.

2.8  Fungsi dan Tujuan Hukum Pajak
Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib pajak. Ada dua acam hukum Pajak, yaitu:
a.       Hukum Pajak Materil
Hukum Pajak Materill merupakan norma-norma yang menjelaskan keadaan, perbuatan, dan peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa yang harus dikenakan pajak dan berapa besar pajaknya. Dengan kata lain hukum pajak materiil mengatur tentang timbulnya, besarnya, dan hapusnya utang pajak beserta hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak. Termasuk dalam hukum pajak materiil adalah peraturan yang memuat kenaikan, denda, sanksi atau hukuman, dan cara-cara pembebasan dan pengembalian pajak, serta ketentuan yang memberi hak tagihan utama kepada fiskus. Peraturan tersebut ada yang bersifat sederhana dan ada yang bersifat berbelit-belit seperti pajak penghasilan.
Contoh :Undang-Undang Pajak Penghasilan.

b.      Hukum Pajak Formil
Hukum Pajak Formil merupakan peraturan-peraturan mengenai berbagai cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi suatu kenyataan. Bagian hukum ini memuat cara-cara penyelenggaraan mengenai penetapan suatu utang pajak, kontrol oleh pemerintah terhadap penyelenggaranya, kewajiban para wajib pajak (sebelum dan sesudah menerima surat ketetapan pajak), kewajiban pihak ketiga, dan prosedur dalam pemungutannya. Hukum pajak formil dimaksudkan untuk melindungi fiskus dan wajib pajak, serta memberi jaminan bahwa hukum materiilnya dapat diselenggarakan setepat mungkin. Hubungan hukum antara fiskus dan wajib pajak tidaklah selalu sama karena kompetensi aparatur fiskus yang terkadang ditambah atau dikurangi. Sebagai contoh, mula-mula tidak terdapat peraturan yang melindungi wajib pajak, melainkan yang bersifat melawannya. Akan tetapi, lama kelamaan ada perbaikan dalam hal terdapatnya hak-hak wajib pajak yang umumnya melindungi tindakan sewenang-wenang pihak fiskus.
Hukum pajak Formil memuat, antara lain:
a.       Tata cara penyelenggaraan penetapan suatu utang pajak.
b.      Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap Wajib Pajak terkait keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak.
c.       Kewajiban Wajib Pajak misalnya enyelenggarakan pembukuan/ pencatatan dan hak-hak Wajib Pajak misalnya mengajukan keberatan dan banding.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.

1.      fungsi Hukum Pajak
Hukum pajak memiliki berbagai fungsi yang mendasar pada asas-asas yang bertujuan utama mensejahterakan penduduknya. Fungsi-fungsi tersebut adalah:
·         Dalam hukum pajak yaitu sebagai acuan dalam menciptakan sistem pemungutan pajak yang harus memenuhi syarat keadilan, efisien, dan sederhana sejelas-jelasnya dalam undang-undang hukum pajak itu sendiri.
·         Sebagai sumber yang menerangkan tentang mana dan siapa subjek maupun objek yang perlu dan tidak perlu dijadikan sumber pemungutan pajak yang berfungsi untuk meningkatkan potensi pajak di negara tersebut.
·         Sebagai acuan dalam pembagian beban pajak kepada rakyat yang didasarkan pada kepentingan masing-masing orang.
·         Sebagai penjelas tentang penggunaan/ pemanfaatan dari hasil pemungutan pajak, baik dalam memenuhi anggaran APBN serta APBD maupun memenuhi target perolehan pajak yang akan digunakan untuk kepentingan sosial dan kesejahteraan umum.
·         Menetapkan kepastian yang berupa sanksi administrasi maupun sanksi tata usaha, maupun sanksi pidana berupa penjara ataupun kurungan. Adapun sanksi administrasi berupa:
a.       Denda
Sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pelaporan berupa denda berupa uang atau harta yang telah ditetapkan dalam undang-undang.
b.      Bunga
Sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran/ penyetoran pajak, yang terdiri dari bunga pembayaran, bunga ketetapan, dan bunga penagihan.
c.       Kenaikan
Sanksi administrasi yang beurpa kenaikan jumlah pajak yang harus dibayar, terhadap pelanggaran berkaitan dengan kewajiban yang diatur dalam ketentuan material.
·         Penetapan hak dan kewajiban bagi seorang fiskus maupun wajib pajak. Hak dan kewajiban wajib pajak.
·         Menghindari timbulnya hambatan-hambatan atau perlawanan dari pembayar pajak yang dapat merugikan negara (pemerintah).
·         Sebagai acuan dalam pemungutan pajak sehingga tidak menganggu kegiatan atau kelancaran perekonomian dalam segala bidang.
·         Sebagai sumber bahan pertimbangan dalam menerapkan kebijakan-kebijakan pajak yang dapat digunakan sebagai alat pengatur keadaan sosial maupun ekonomi serta untuk mencapai tujuan berlainan.

2.      Tujuan Hukum Pajak
Tujuan utama dari sebuah hukum pajak adalah menegakkan keadilan yang terdiri dari keadilan dalam pembuatan peraturan-peraturan yang telah tertuang di dalam undang-undang maupun dari segi peraturan yang digunakan dalam pelaksanaan pemungutan pajak itu sendiri. Selain itu Tujuan dari hukum pajak adalah sebagai berikut :
1.    Memberikan jaminan dalam bentuk perlindungan keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyat yang lainnya.
2.    Untuk mendidik dan mendewasakan wajib pajak serta meningkatkan kesadaran wajib pajak untuk memahami pentingnya pajak bagi negara maupun bagi masyarakat/ penduduk itu sendiri.









III
PENUTUP

Kesimpulan
        Dari uraian diatas dapat kami simpulkan pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh otang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatannegara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Uang yang dihasilkan dari perpajakan digunakan oleh negara dan institusi di dalamnya sepanjang sejarah untuk mengadakan berbagai macam fungsi. Beberapa fungsi tersebut antara lain untuk pembiataan perang, penegakan hukum, keamanan atas aset, infrastruktur ekonomi, pekerjaan publik , subsidi, dan operasional negara itu sendiri. Dana pajak juga digunakan untuk membayar utang negara dan bunga atas utang tersebut. Pemerintah juga menggunakan dana pajak untuk membiayai jaminan kesejahteraan dan pelayanan publik. Pelayanan ini termasuk pendidikan, kesehatan, pensiun, bantuan bagi yang belum mendapat pekerjaan, dan transportasi umum. Penyediaan listrik, air, dan penanganan sampah juga menggunakan dana pajak dalam porsi tertentu. Pajak juga memiliki humum yang mengaturnya. Hukum pajak merupakan hukum yang telah disusun dalam undang-undang yang memiliki tujuan dan fungsi sebagaimana telah dirancang dalam undang-undang itu sendiri. Hukum Pajak dibagi menjadi 2, yaitu hukum pajak materiil dan hukum pajak formil.









Daftar Pustaka
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA.,Ak, . 2011. Perpajakan. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Wahyuningsih , Tiesnawati.(2015).Administrasi Perpajakan.Banten:Universitas terbuka.


1 comment:

Kresna KS said...

Ketika mendapat hadiah dari undian ataupun penghargaan atas prestasi, kita perlu mengetahui pajak yang dikenakan atas hadiah yang diterima. Pada pembahasan kali ini akan dibahas mengenai perlakuan pajak untuk hadiah undian dan penghargaan. Selengkapnya di https://www.krishandsoftware.com/blog/1149/beda-pajak-hadiah-dan-penghargaan/

Judul Diunggulkan

JURNAL PENELITIAN PEMERIKSAAN AKUNTANSI - PEMERIKSAAN TERHADAP PIUTANG DAGANG

Pemeriksaaan Terhadap Piutang Dagang ( Account Receivable) Pada PT Bintang Baru Terus Jaya Oleh: Riza Marveni 1 Ri z ky Purnom...