Terima Kasih Telah Berkunjung Ke MAKALAH UBB

Tuesday, May 16, 2017

MAKALAH PEREKONOMIAN INDONESIA - PERTUMBUHAN DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

MAKALAH PEREKONOMIAN INDONESIA

PERTUMBUHAN DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

Disusun Oleh:
KELOMPOK 2
SANDI IRAWAN      301 14 11 101
SITI HARTINA         301 14 11 102
SITI MAHYA             301 14 11 103
SUCI WAHYUNI      301 14 11 104

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
2015/2016









KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas Kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah PEREKONOMIAN INDONESIA tentang “ Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia”.
Kami, selaku penulis ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu matakuliah Perekonomian Indonesia Ibu Wenny Anggita, S.E.,M.Si.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya kepada penulisan makalah ini. Kami menyadari bahwa laporan kegiatan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan dari rekan-rekan yang membaca, demi kesempurnaan laporan kegiatan ini.
Akhir kata semoga laporan kegiatan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca dan khususnya bagi penulis.





Pangkalpinang,  08 Maret 2016

                                                                        Penulis


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang...............................................................................4
B.     Rumusan Masalah...........................................................................4
C.     Tujuan penulisan.............................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
PERTUMBUHAN DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
A.    Pertumbuhan dan perubahan Struktur Ekonomi..................................7
B.     Pertumbuhan Ekonomi Selama Periode Orde Baru Hingga Era Megawati......18
C.     Faktor – faktor Penentu Prospek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia...........26
D.    Perubahan Struktur Ekonomi............................................................31
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan................................................................................37
B.     Saran.........................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA








BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.   LATAR BELAKANG
Para ekonomi dan politisi dari semua negara, baik negara-negara kaya maupun miskin, yang menganut sistem kapitalis, sosialis maupun campuran, semuanya sangat mendambakan dan menomorsatukan pertumbuhan ekonomi (economic growth). Pada setiap akhir tahun, masing-masing negara selalu mengumpulkan data-data statistiknya yang berkenaan dengan tingkat pertumbuhan GNP relatifnya, dan dengan penuh harap mereka menantikan munculnya angka-angka pertumbuhan yang membesarkan hati. “Pengejaran pertumbuhan” merupakan tema sentral dalam kehidupan ekonomi semua negara di dunia dewasa ini.
Seperti kita telah ketahui, berhasil-tidaknya program-program pembangunan di negara-negara dunia ketiga sering dinilai berdasarkan tinggi-rendahnya tingkat pertumbuhan output dan          pendapatan      nasional.
Mengingat konsep pertumbuhan ekonomi sebagai tolok ukur penilaian pertumbuhan ekonomi nasional sudah terlanjur diyakini serta diterapkan secara luas, maka kita tidak boleh ketinggalan dan mau tidak mau juga harus berusaha mempelajari hakekat dan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi tersebut. Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi memiliki definisi yang berbeda, yaitu pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output per kapita yang terus menerus dalam jangka panjang.
Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator yang lain yaitu distribusi pendapatan. Sedangkan pembangunan ekonomi ialah usaha meningkatkan pendapatan per kapita dengan jalan mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan ketrampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen.

1.2  RUMUSAN MASALAH
2.      Bagaimana pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi?
3.      Apa saja yang menjadi faktor – faktur penentu prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia?
4.      Bagaimana pertumbuhann ekonomi Indonesia terjadi selama Orde baru hingga saat ini?
5.      Apa saja yang terjadi pada perubahan struktur ekonomi Indonesia?

1.3  TUJUAN PENULISAN
2.      Agar pembaca mengetahui bagaimana pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi Indonesia.
3.      Agar pembaca mengetahui tentang pertumbuha ekonomi yang terjadi sejak Orde Baru hingga saat ini.
4.      Agar pembaca mengetahui apa saja yang menjadi faktor – faktor penentu prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia.
5.      Agar pembaca mengetahui apa saja yang terjadi pada perubahan struktur ekonomi Indonesia.













BAB II
PEMBAHASAN

  1. PERTUMBUHAN EKONOMI
  1. Arti Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan.             Selain dari sisi permintaan (konsumsi), dari sisi penawaran, pertumbuhan penduduk juga membutuhkan pertumbuhan kesempatan kerja(sumber pendapatan). Pertumbuhan ekuonomi tanpa dibarengi dengan penambahan kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian dari penambahan pendapatan tersebut (ceteris paribus), yang selanjutnya akann menciptakan suatu kondisi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan kemiskinan.
Menurut Prasetyo (2012) Pertumbuhan ekonomi merupakan sebagai pertambahan output atau pendapatan nasional keseluruhan dalam kurun waktu tertentu.

  1. Konsep Pendapatan Nasional
Ada dua arti dari PN,yakni arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit, PN adalah Pn. Sedangkan dalam arti luas, PN dapat merujuk ke PDB,atau merujuk ke PNB atau ke produk nasional neto (PNN).
            Sesuai metode yang standar, perhitungan PN diawali dengan perhitungan PDB. Hubungan antara PDB dan PN dapat dijelaskan melalui beberapa persamaa sederhana sebagai berikut.
PNB = PDB + F
PNN = PNB – D
PN = PNN – Ttl
Dimana : F : pendapatan neto atas faktor luar negeri; D : penyusutan; Ttl : pajak tak langsung neto (variabel – variabel lainnya telah dijelaskan didala teks). Jika tiga persamaan tersebut digabungkan, akan didapat persamaan berikut.
PDB = PN + Ttl + D – Ttl
Atau :
PN = PDB + F – D – Ttl

PDB  dapat diukur dengan tiga macam pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran. Dua pendekatan pertama tersebut adalah pendekatan dari sisi penawaran agregat, sedangkan pengeluaran adalah perhitungan PDB dari sisi permintaaan agregat.
Menurut pendekatan produksi, PDB adalah jumlah nilai output  (NO) dari semua sektor ekonomi atau sektor lapangan usaha. Berdasarkan satu digit , Biro Pusat Statistik (BPS) membagi ekonomi nasional ke dalam 9 sektor, yakni pertanian, pertambangan dan penggalian, industri manufaktur, listrik, gas, dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi dan keuangan, sewa, dan  jasa perusahaan, dan jasa – jasa. Jadi, PDBadalah jumlah NO  dari kesembilan  sektor tersebut.
PDB= ∑ NO
            i= 1,2,...9

Sedangkan melalui pendekatan pendapatan, PDB adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh faktor – faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi dimasing – masing sektor, seperti tenaga kerja (upah/gaji), pemilik modal(bunga/hasil investasi), pemilik tanah(hasil jual/sewa tanah),dan pengusaha (keuntungan bisnis/perusahaan. Semua pendapatan ini dihitung sebelum dipotong oleh pajak penghasilan dan pajak – pajak langsung lainnya. Dalam pendekatan ini, penghitungan PDB juga mencakup penyusutandan pajak – pajak tidak langsung neto. Oleh sebab itu, dalam pendekatan pendapatan , PDB adalah jumlah dari nilai tambah bruto (NTB) dari kesembilan sektor tersebut.
PDB = NTB1 + NTB2 + ....NTB9

Adapun menurut pendekatan pengeluaran, PDB adalah jumlah dari semua komponen dari permintaan akhir, yakni pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta no – profit oriented (c), pembentukan modal tetap domestik bruto, termasuk perubahan stok,(I), pengeluaran konsumsi pemerintah(G), ekspor(X), dan impor (M).
PDB = C + I + G + X – M

  1. Sumber – sumber Pertumbuhan
Pertumbuhn ekonomi bisa bersumber dari pertumbuhan pada sisi permintaan agregat(AD) atau / dan sisi penawaran agregat (AS). Seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.1, titik perpotongan antara kurva AD dengan kurva AS adalah titik keseimbangan ekonomi yang menghasilkan suatu jumlah output agregat (PDB) tertentu dengan tingkat harga umum tertentu. Output agregat yang dihasilkan didalam suatu ekonomi( atau negara) selanjutnya membentuk PN.
a.      Sisi permintaan agregat
Dari sisi AD, pergeseran kurvanya kekanan yang mencerminkan peningkatan permintaan didalam ekonomi bisa terjadi karena PN, yang terdiri dari permintaan masyarakat (konsumen), perusahaan, dan pemerintah meningkat. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,, sisi AD (penggunaan PDB), terdiri dari empat komponen : konsumsi rumah tangga, investasi ( termasuk perubahan stok), konsumsi/ pengeluaran pemerintah, dan ekspor neto (ekspor barang dan jasa minus impor barang dan jasa ). Sisi AD dalam suatu ekonomi bisa dgambarkan dalam suatu model ekonomi makro sederhana berikut.
Y + I + G + X – M
C = Cy + Ca
I = -ir + Ia
G = Ga
X = Xa
M = mY + Ma
Persamaan (2.8’) menggambarkan keseimbangan antara AS (total output/PDB) dan AD yang terdiri dari empat komponen tersebut. Persamaan (2.9) adalah besarnya konsumsi rumah tangga yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan faktor otonom (tidak tergantung pada tingkat/perubahan pendapatan);c adalah  koefisien konsumsi (marginal propensity to consume;MPC)dengan nilai positif antara 0 dan 1, yang artinya, semakin tinggi pendapatan semakin besar pengeluaran konsumsi rumah tangga. Persamaan (2.10) menunjukkan nilai atau jumlah investasi misalnya dalam jumlah proyek) sangat ditentukan oleh tingkat suku bunga (i) didalam negeri, selain itu juga oleh sejumlah  faktor – faktor yang bersifat otonom. (Ia). Semakin tinggi i, dengan asumsi dengan  faktor – faktor lain (tidak berubah), semakin mahal biaya alternatif dari investasi, semakin jumlah investasi didalam ekonomi yang dicerminkan oleh tanda negatif didepan koefisien r. Persamaan (2.11) adalah pengeluaran pemerintah yang sifatnya otonom : besar kecilnya pengeluaran pemerintah ditentukan oleh faktor – faktor lain (diantaranya faktor politik) diluar model tersebut. Demikian juga dengan persamaan (2.12), karena Indonesia adalah negara kecil, dilihat  dari pangsa perdagangan  luar negerinya didalam jumlah volume perdagangan dunia, maka pertumbuhan ekspor Indonesia lebih ditentukan oleh faktor – faktor eksternal diluar pengaruh Indonesia, seperti permintaan di negara – negara tujuan ekspor. Persamaan (2.13) menggambarkan bahwa impor ditentukan oleh tingkat pendapatan didalam negeri, selain juga oleh faktor otonom. Semakin tinggi pendapatan masyarakat di Indonesia, semakin besar permintaan pasar dalam negeri terhadap impor, yang terdiri dari barang dan jasa untuk keperluan konsumsi dan kegiatan proses produksi didalam negeri.
b.      Sisi Penawaran Agregat
Dari sisi AS, pertumbuhan output bisa disebabkn oleh peningkatan volume dari faktor – faktor produksi yang digunakan, seperti Tenaga kerja(L), modal (K), dan Tanah( Tn). Faktor produksi terakhir ini khususnya penting bagi sektor pertanian dan energi (E). Pertumbuhan output juga bisa didorong oleh peningkatan produktivitas dari faktor – faktor tersebut. Jadi, relasi antara output dengan faktor  - faktor produksi dapat ditulis dalam suatu fungsi sederhana sebagai berikut.
Q = f (X1, X2, X3, .....Xn)
            +     +    +

Dimana Q mewakili volume output dan X1,X2,...Xn adalah volume dari faktor – faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan output tersebut. Tanda – tanda positif dibawah setiap X menandakan hubungan antara setiap faktor produksi tersebut dengan output adalah positif : jika jumlah X1 meningkat, output juga meningkat.

c.       Teori – Teori dan Model – model Pertumbuhan
a.      Teori dan Model Pertumbuhan Neoklasik
Ada dua aliran pemikiran mengenai pertumbuhan ekonomi (dilihat dari sisi AS/produksi), yakni teori neoklasik dan teori modern. Dalam kelompok teori neoklasik, faktor – faktor produksi yang dianggap berpengaruh terhadap pertumbuhan output adalah jumlah L dan K ; yang terakhir ini bisa dalam bentuk keuangan atau barang modal (seperti mesin). Penambahan jumlah L dan K, dengan sumsi produktivitasdari masing – masing faktor produksi tersebut (productivity parsial;PFP)atau produktivitas faktor total (TFP) tetap tidak berubah, menambah output yang dihasilkan.
            Dalam model pertumbuhan neoklasik, peran teknologi dan ilmu pengetahuan serta peningkatan kualitas dari L dan dari input produksi lainnya terhadap pertumbuhsn output tidak mendapat perhatian secara eksplisit atau dianggap konstan (teknologi dianggap suatu koefisien yan tetap tidak berubah);walaupun dalam literatur mengenai dampak positif dari progres teknologi (T). Teori neoklasik lebih fokus pada efek akumulasi K (investasi ) dan penambahan jumlah L terhadap output. Oleh karena itu, didalam model neoklasik, tidak adanya yang namanya peningkatan produktivitas dari input – input produksi.
            Seperti telah dijelaskan diatas, model pertumbuhan neoklasik hanya melihat pada satu sumber pertumbuhan saja,yakni kontribusi dari penambahan jumlah dari faktor –faktor produksi. Dalam Nafziger (1997), dibahas pengalaman dari kelompok negara – negara industri aru (NICs) seperti Taiwan, Korea Selatan, Hongkong dan Singapura yang menunjukkan bahwa kontribusi K per L terhadap pertumbuhan ekonomi memang sangat dominan antara 50 % hingg a90 % tetapi T juga sangat berperan. Hal ini dicerminkan oleh nilai ‘sisa’,yakni nilai T didalam fungsi produksi Cobb Douglas :
Y t= Tt Ktα Ltβ
Dimana Y = tingkat produksi (output) pada periode t, a dan b =masing – masing produktivitas dari L dan K. Nilai sisa dianggap sebagai efek dari pertumbuhan produktivitas dari K dan L Secara total antara 10 % hingga 50%. Ini artinya, kemajuan T menyumbang sekitar 10 % - 50% terhadap pertumbuhan ekonomi .

b.      Teori Modern dan Model Pertumbuhan Endogen
Dalam teori modern, faktor – faktor produksi yang krusial tidak hanya L dan K, tetapi juga perubahan T (yang terkandung didalam barang modal atau mesin),E, kewirausahaan (Kw), bahan baku (BB),  dan material (Mt). Selain itu, faktor – faktor lain yang oleh teori modern juga dianggap berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalah ketersediaan dan kondisi infrastruktur, hukum serta peraturan, stabilitas politik, kebijakan pemerintah (yang antara lain dicerminkan oleh besarnya pengeluaran pemerintah, birokrasi dan dasar tukar internasional.
Dilihat dari kerangka pemikiran kelompok teori modern tersebut, ada perbedaan yang mendasar dengan kelompok teori neoklasik. Diantaranya adalah yang mencakup L,K,dan Kw. Dalam kelompok teori modern, kualitas L lebih penting daripada kuantitasnya. Kualitas L tidak hanya dilihat dari tingkat pendidikan ,tetapi juga kondisi kesehatannya.
Model pertumbuhan Endogen juga sangat relevan untuk menganalisis laju serta pola pertumbuhan ekonomi di Indonesia, terutama karena dampak dari kemajuan iptek serta peningkatan kualitas SDM terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi didalam negeri semakin nampak jelas saat dibandingkan 30 tahun yang lalu. Salah Satu model pertumbuhan neoklasik yang bisa diendogenkan adalah dari Harrod- Domar, yang intinya adalah suatu relasi antara penambahan K dan pertumbuhan ekonomi (PDB). Dua variabel fundamental dari model ini adalah  penambahan K dan rasio penambahan K terhadap pertumbuhan  PDB (Y). Rasio ini disebut ICOR = ∆K/∆Y. Sejak penambahan K adalah investasi (I) dalam definisi, maka ICOR = I/∆Y.
Model harrod Domar iniadalah suatu modifkasi  dari model – model pertumbuhan dari Domar dan Harrod. Model dari Domar lebih memfokuskan pada laju  pertumbuhan investasi (∆I/I, didalam modelnya, I ditetapkan harus tumbuh atas suatu persentase yang konstan, sejak s  (marginal propensity to save)yakni rasio dari pertumbuhan tabungan nasional (S) terhadap peningkatan Y, dan ICOR kedua- duanya konstan. Sedangkan penekanan dari model Harrod  lebih pada pertumbuhan Y jangka panjang. Didalam modelnya, laju pertumbuhan keseimbangan  (warranted growth) yang membuat besarnya S yang direncanakan ditetapkan selalu sama denga besarnya Iyang direncanakan, yaitu :
sYt = ICOR (Yt- Yt-1)
(Yt- Yt-1)/Y = s/ICOR
Model ini tidak saja menekankan pentingnya I bagi pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pentingnyaS sebagai sumber utama pembiayaan tersebut.
Setiap ekonomi/negara membutuhkan I minimum untuk mempertahankan kapasitas produksi. Kapasitas produksi/output potensial didefinisikan  sebagai output maksimum yang dapat dihasilkan dalam suatu negara pada waktu tertentu dalam keadaan normal. Tingkat kapasitas produksi dipengaruhi oleh jumlah dan  TFP. Pada model ekonomi makro dari IBII (2000)  diasumsikan bahwa faktor produksi yang menentukan kapasitas produksi di Indonesia adalah jumlah K,karena faktor  di Indonesia (terutama yang berasal dari sektor pertanian) cukup melimpah.
Berdasarkan asumsi  ini, maka perubahan kapasitas produksi tergantung pada perubahan kapital (IBII, 2000) :
∆cap =  (1/k) x ∆K

Dimana :
cap = kapasita s produksi atau potensial output
k = rasio output modal (COR) yang mengukur tingkat efisiensi penggunaan K..
            dilain pihak, dimodel makro ini K  pada tahun tertentu (t) didefinisikan sebagai penjumlahan stok K tahun lalu (t-1) dan I bersih :
            k(t) = k(t-1) + (i-s)
dimana :
i =I kotor
s = pengurangan K

            pemotongan k adalah K yang sudah tidak memiliki nilai ekonomis karena output yang dihasilkan lebih  kecil daripada biaya produksinya. Dengan melakukan substitusi persamaan (2.19) kedalam persamaan (2.18) diperoleh :
∆cap = (1/k) x (i-s)
Dengan membagi persamaan  (2.20) dengan k(t-1) (= k x cap (t-1)) dan diasumsikan bahwa besarnya s = ᵟ k(t-1) diperoleh tingkat pertumbuhan kapasitas produksi adalah sebagai berikut :
            ∆cap/cap (t-1) = (1/k) x (1/cap (t-1)-ᵟ

c.       Pertumbuhan TFP
Berdasarkan studi – studi empiris mengenai pertumbuhan ekonomi dan sumber – sumbernya, Pack dan Page menyatakan bahwa terdapat dua sumber  utama pertumbuhan, yakni pertumbuhan yang bersumber dari peningkatan I (investment – driven growth) dan pertumbuhan yang didorong oleh pertumbuhan produktivitas.  (productivity- driven  growth).
Sumber pertumbuhan output yang berasal dari peningkatan produktivitas dari input – input produksi dapat dihitung secara parsial, yakni dari masing – masing input  (PFP), atau totalnya dari semua input (TFP). Menghitung TFP bisa dengan menggunakan fungsi produksi  Cobb – Douglas, yang selanjutnya ditransformasi kedala bentuk linier logaritmatik sebagai berikut.
Ln Yt = Ln Tt + α Ln Kt + β Ln Lt
Biasanya dalam penelitian empiris, fungsi produksi diasumsikan memiliki skala hasil yang konstan,oleh karena itu, persyaratan pokok yang harus dipenuhi adalah jumlah dari kedua koefisien elastisitas sama dengan 1, atau α +β = 1. Dengan persyaratan ini, maka persamaan tersebut dapat dimodifikasi menjadi dalam bentuk linear logaritmatik di persamaan (2.16) dapat dirumuskan kembal sebagai berikut.
Ln Yt              = Ln Tt + (1 – β )Ln Kt + β Ln Lt
                        = Ln Tt + Ln Kt + β (Ln Lt – Ln Kt)
Ln Yt – Ln Kt = Ln Tt + β (Ln Lt – Ln Kt)
Ln (Yt/Kt)       = Ln Tt + β Ln (Lt / Kt)
Yt / Kt             = Tt (Lt / Kt)

            Koefisien b yang diestimasi melalui persamaan regresi diatas berfungsi sebagai alokator untuk mengestimasi peran input K terhadap pertumbuhan output, sedangkan koefisien a yang didapat dari 1-b berfungsi sebagai alokator untuk mengestimasi peran L kerja terhadap pertumbuhan output. Hasil estimasi nilai T memberikan perkiraan besarnya kontribusi dari perubahan TFP terhadap perubahan output.
            Sudah banyak studi empiris yang mengukur peran dari pertumbuhan TFP terhadap  pertumbuhan ekonomi atau output dari sektor – sektor ekonomi. Sebagian dari studi – studi yang ada juga mencakup sejumlah negara diAsia Tenggara dan Timur. Diantaranya Kim danLau ( 1994) yang menemukan bahwa pertumbuhan TFP bukann merupakan sumber utama bagi pertumbuhan ekonomi  di NICs (kecuali Korea Selatan ), tetapi akumulasi K (I) dengan kontribusinya sekitar  48% - 72 %, dibandingkan kontribusi dari pertumbuhan TFP sekitar 46 % - 71%. Di jepang juga diemikian, penambahan K adalah faktor penting utama, sedangkan pertumbuhan TFP faktor penting kedua. Sebaliknya untuk negara – negara OECD, pertumbuhan TFP merupakan sumber utama pertumbuhan PDB.
            Untuk kasus Indonesia, studi – studi empiris yang ada diantaranya adalah dari Hanson dkk,(1995),Karseno ( 1995), Poot (1994), Abimanyu dan Xie (1994), Hill dan Aswicahyono (1994), dan Suhariyanto ((2001).
            Penelitian dari Suhariyanto (2001) dapat dikatakan satu – satunya studi yang ada hingga saat ini mengenai pertumbuhan TFP disektor pertanian diIndonesia yang mencakup periode sepanjang Orde Baru. Dalam studinya ia membandingkan pertumbuhan TFP, output dan input disektor pertanian di Indonesia dengan di sejumlah negara lainya di Asia(2.1). laju pertumbuhan rata – rata per tahun TFP pertanian Indonesia rendah jika dibandingkan dengan banyak negara lain seperti Cina, Jepang, dan Korea Selatan;walaupun tingkat pertumbuhan outputnya rata – rata per tahun termasuk tinggi. Kalau dilihat dar laju pertumbuhan rata – rata per tahun volume dari masing – masing input yang  relatif tinggi, maka dapat disimpulkan bahwa di Indonesia peran TFP bagi pertumbuhan output disektor pertanian masih relatif kecil.
Tabel  2.1
Laju Pertumbuhan Rata – Rata Per tahun output,TFP,
Dan Input – Input : 1965- 1996 (%)
Negara
TFP
Output
Tanah
Tenaga kerja
Binatang
pupuk
Mesin
Cina
Jepang
Korea Selatan
Kampuchea
Indonesia
Malaysia
Myanmar
Flipina
Thailand
Vietnam
Bangladesh
India
Nepal
Pakistan
Sri Lanka


0,47
2,70
3,30

1,83
0,18
3,55
0,02
1,33
1,00
0,17
0,42
0,50
0,70
0,47
0,67
4,34
1,15
3,78

0,27
4,04
5,25
2,78
2,74
3,89
3,67
1,74
2,90
2,73
3,72
1,49
0,14
-0,92
-0,26

0,92
0,60
1,96
-0,07
1,29
1,87
0,33
0,06
0,15
1,17
0,54
0,19
1,77
-4,06
-1,71

1,07
1,65
-0,01
1,86
1,66
1,84
1,78
1,04
1,42
1,96
2,11
1,63
2,45
1,66
3,46

0,98
1,42
1,05
2,04
-0,42
0,37
1,51
0,37
0,81
2,13
2,27
0,19
10,64
-0,13
3,05

3,51
11,37
8,77
9,21
5,90
12,32
7,66
11,19
10,35
16,48
11,85
2,94
8,85
15,16
31,77

0,99
7,60
9,58
5,39
2,42
11,10
12,24
6,19
11,88
10,35
13,54
5,30
Sumber : tabel 1 dalam Suhariyanto (2001)
Teori Klasik
Beberapa teori klasik antara lain sebagai berikut :
1)      Teori Pertumbuhan Adam Smith
Didalam teori ini, ada 3 faktor penentu proses produksi atau pertumbuhan, yaitu :
a)      Sumber Daya Alam (SDA)
b)      Sumber Daya manusia (SDM)
c)      Barang Modal
2)   Teori Pertumbuhan David Ricardo
Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh SDA (dalam arti tanah) yang terbatas jumlahnya, dan jumlah penduduk yang menghasilkan jumlah tenaga kerja yang menyesuaikan diri dengan tingkat upah, diatas atau dibawah tingkat upah alamiah (minimal). Perubahan Teknologi menyebabkan produktivitas tenaga kerja meningkat. Pertanian sebagai sebagai sektor utama sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi. 
3) Teori Pertumbuhan dari Thomas Robert Malthus
Menurutnya, ukuran keberhasilan pembangunan suatu perekonomian adalah kesejahteraan negara, yakni jika PDB potensialnya meningkat. Sektor yang dominan adalah pertanian dan industri. Ada 2 kelompok faktor yang sangat menentukan pertumbuhan, yakni faktor-faktor ekonomi seperti, tanah, tenaga kerja, modal (yang paling berpengaruh), dan organisasi; dan faktor-faktor nonekonomi, seperti keamanan atas kekayaan, konstitusi dan hukum yang pasti, etos kerja dan disiplin pekerja yang tinggi.
4)      Friedrich List (1789-1846)
Menurut Friendrich List, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat dibagi menjadi empat tahap sebagai berikut:
  1. Masa berburu dan pengembaraan
  2. Masa beternak dan bertani
  3. Masa bertani dan kerajinan
  4. Masa kerajinan, industri, perdagangan
5.)Teori Dependensi
Secara historis, teori Dependensi lahir atas ketidakmampuan teori Modernisasi membangkitkan ekonomi negara-negara terbelakang, terutama negara di bagian Amerika Latin. Secara teoritik, teori Modernisasi melihat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di negara Dunia Ketiga terjadi karena faktor internal di negara tersebut. Karena faktor internal itulah kemudian negara Dunia Ketiga tidak mampu mencapai kemajuan dan tetap berada dalam keterbelakangan.



B. PERTUMBUHAN EKONOMI SELAMA PERIODE ORDE BARU HINGGA ERA MEGAWATI
            Pembangunan ekonomi Indonesia selama pemerintahan Orde Baru ( Sebelum krisis ekonomi 1997 ) dapat dikatan bahwa Indonesia telah mengalami suatu proses pembangunan ekonomi yang sangat baik. Keberhasilan ini dapat diukur dengan sejumlah indikator ekonomi makro. Dua diantaranya yang umum digunakan adalah tingkat PN perkapita dan laju pertumbuhan PDB pertahun. Sejak Pelita I dimulai , PN Indonesia perkapita mengalami peningkatan yang relatif tinggi setiap tahun (Akhir tahun 1980 mendekati US$ 500). Hal ini disebabkan pertumbuhan PDB rata-rata pertahun yang tinggi ( 7%-8% selama tahun 1970 dan turun 3%-4% selama 1980). Selama 70-an sampai 80-an, proses pembangunan ekonomi di Indonesia tidak mengalami banyak goncangan yang cukup serius, yang terutama disebabkan faktor-faktor eksternal seperti merosotnya harga minyak mentah di pasar internasional menjelang pertengahan tahun 1980, dan resesi ekonomi dunia pada dekade yang sama. Pada pemerintahan Orde Baru menganut sistem ekonomi terbuka , maka goncangan-goncagan eksternal seperti itu terasa dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi. Perekonomian nasional pada saat itu tergantung pada pemasukan dollar AS dan hasil ekspor komoditi-komoditi primer, khususnya minyak dan hasil pertanian. Selain itu, faktor yang mempengaruhi perekonomian Indonesia juga tergantung pada pertumbuhan ekonomi dunia, terutama di negara industri maju, seperti AS,Jepang,dan Eropa Barat yang merupakan pasar peting bagi ekspor Indoneisa .
            Resesi ekonomi dunia yang terutama disebabkan oleh rendahnya laju pertumbuhan PDB atau PN di negara industri maju tersebut, yang secara bersama mendominasi perdagangan dunia, mengakibatkan lemahnya permintaan dunia terhadap barang ekspor dari Indonesia yang selanjutnya dapat menyebabkan defisit saldo neraca perdagangan, kekurangan cadangan devisa(khususnya dolas AS), berkurangnya pembiayaan impor untuk membiayai proses pembangunan ekonomi dan ketersediaan dolar AS. Berkurangnya impor, dapat mengurangi kapasitas produksi didalam negeri, yang selanjutnya bedampak negatif terhadap laju pertumbuhan ekonomi dan peningkatan PN perkapita.
Gambar 2.2
Pengaruh Resesi Dunia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia : Suatu Ilustrasi Teoretis



            Dampak negatif dari resesi ekonomi dunia tahun1982 terhadap perekonomian Indonesia terutama terasa dalam laju pertumbuhan ekonomi yang selama 1982-1988 jauh lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Karena pengalaman menunjukkan bahwa biasanya resesi ekonomi dunia lebih lebih mengakibatkan permintaan dunia berkurang terhadap bahan-bahan baku (yang sebagian besar diekspor oleh LDCs) daripada permintaan terhadap barang-barang konsumsi seperti alat-alat rumah tangga dari elektronik dan mobil ( yang pada umumnya adalah ekspor negara-negara maju).
            Selama pertengahan pertama 1990-an, rata-rata pertumbuhan per tahun antara 7,3% hingga 8,2% yang membuat Indonesia termasuk negara di ASEAN dengan pertumbuhan yang tinggi. Dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, rata-rata PN per kapita di Indonesia naik pesat setiap tahun yang pada tahun 1993 dalam dollar AS sudah melewati angka 800. Namun, akibat krisis, PN per kapita Indonesia menurun drastis ke 640 dolar tahun 1998 dan 580 dolar AS tahun1999.
Perkembangan PN Per Kapita Indonesia: 1968-1999 (dalam dolar AS)
            Pada krisis ekonomi mencapai klimaksnya, yakni tahun1998, laju pertumbuhan PDB jatuh drastis hingga 13,1%. Namun pada tahun1999 kembali positif, walaupun sangat kecil, sekitar 0,8% dan tahun 2000 ekonomi Indonesia sempat mengalami laju pertumbuhan yang tinggi, hampir mencapai 5%. Pada tahun tersebut para pelaku-pelaku bisnis sempat optimis mengenai prospek perekonomian Indonesia. Akan tetapi, tahun 2001 laju pertumbuhan ekonomi kembali merosot hingga 3,3% akibat gejolak politik yang sempat memanas kembali, dan pada tahun 2002 pertumbuhan mengalami sedikit perbaikan menjadi 3,66%.






Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: 1998-2002(%)
            Sementara BPS dari publikasi tahunan Statistik Indonesia, memberikan bukti empiris mengenai pertumbuhan dari sejumlah indikator PN dan PN per kapita selama 1998-2001. Laju pertumbuhan PDB yang positif tahun itu lebih rendah daripada laju pertumbuhan penduduk pada tahun yang sama, sehingga mengakibatkan tingkat kesejahteraan masyarakat menurun.
Laju Pertumbuhan Beberapa Pendapatan Agregat dan Per Kapita Atas Dasar Harga konstan 1993(%)
            Dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara, termasuk negara-negara yang juga mengalami krisis ekonomi, Indonesia adalah negara terburuk. Berdasarkan laporan tahunan dasi Asian Development Bank 2002(ADB,2002), Thailand yang mengalami krisis sama parahnya seperti yang dialami Indonesia ternyata mampu menggenjot pertumbuhan sebesar 4,4% tahun1999. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun yang sama hanya 0,9% (menurut BPS 0,8%), walaupun perkiraan pertumbuhan ekonomi Thailand 2002 akan sedikit dibawah pertumbuhan PDB Indonesia. Pada tahun 1999 Vietnam merupakan negara yang paling baik pertumbuhan ekonominya di kawasan Asia Tenggara.


Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan Asia Tenggara: 1999-2002(%)
Negara/Kawasan
1999
2000
2001
2001
Asia Tenggara
3,8
5,9
1,9
3,4
Filipina
3,4
4
3,4
4
Indonesia
0,9*/0,8*
4,8/4,9
3,3/3,3
3/3,7
Kampuchea
6,9
5,4
5,3
4,5
Laos
7,3
5,9
5,5
5,8
Malaysia
6,1
8,3
0,4
4,2
Myanmar
10,9
6,2
Tad
Tad
Singapura
6,9
10,3
2
3,7
Thailand
4,4
4,6
1,8
2,5
Vietnam
4,7
6,1
5,8
6,2
Keterangan: *= data ADB/**=data BPS
PNB Per Kapita Indonesia dan Sejumlah Negara Lainnya di Asia(US$ atas Harga Berlaku): 1997-2001
Negara
1997
1998
1999
2000
2001
Bangladesh
340
340
350
370
370
Cina
710
740
780
840
890
India
420
420
440
450
460
Indonesia
1.088
640
580
570
680
Jepang
39.190
33.720
33.350
35.620
33.990
Korea Selatan
11.390
8.470
8.480
8.960
9.400
Malaysia
4.600
3.630
3.370
3.370
3.640
Nepal
230
220
230
240
250
Pakistan
480
460
450
440
420
Papua Nugini
980
840
770
670
580
Filipina
1.240
1.090
1.050
1.040
1.050
Sri Langka
790
810
820
850
830
Thailand
2.780
2.110
2.000
2.010
1.970
Vietnam
340
350
370
390
410
           
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia membuat sektor keuangan/perbankan yang pada masa Orde Baru berkembang sangat pesat hancur sama sekali, terutama karena Krisis ekonomi yang melanda Indonesia membuat sektor keuangan/perbankan yang pada masa Orde Baru berkembang sangat pesat hancur sama sekali, terutama karena kredit macet antarbank. Dari sisi AS, sektor industri manufaktur dan sektor konstruksi(bangunan) juga mengalami penurunan produksi yang signifikan. Dalam nilai nominal, sektor-sektor yang mengalami pertumbuhan positif selama 1998 hanya sektor pertanian dengan 1,31%, listrik, gas, dan air bersih 3,11%, dan pengangkutan dan komunikasi 16,23%. Pertumbuhan positif sektor pertanian terutama karena dukungan subsektor perkebunan, kehutanan, dan perikanan yang produksinya terus meningkat. Jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS membuat harga komoditas-komoditas pertanian dalam dolar AS menjadi lebih murah, yang membuat daya saing harga dari sektor pertanian meningkat.
            Industri manufaktur yang merupakan andalan ekonomi Indonesia sebagai sumber pertumbuhan juga terkena dampak oleh krisis ekonomi. Hal ini disebabkan, turunnya kemampuan belanja dari masyarakat dan lesunya kegiatan-kegiatan ekonomi domestik yang membuat menurunnya jumlah AD, yang terdiri dari permintaan akhir dari masyarakat dan permintaan perantara dari sektor-sektor ekonomi terhadap produk-produk manufaktur. Sedangkan, dampaknya melalui AS terutama karena tingginya suku bunga pinjaman, terbatasnya kredit dari bank, mahalnya bahan-bahan baku impor, dan akibat ditolaknya L/C yang dikeluarkan oleh bank-bank di luar negeri.
            Namun dalam nilai riil(harga konstan), semua sektor mengalami pertumbuhan negatif, kecuali listrik, gas, dan air minum dengan 2,6%. Sedangkan sektor pertanian mengalami pertumbuhan -0,7%, dan sektor industri manufaktur -11,4%. Tahun 1999 beberapa sektor mengalami perbaikan terutama listrik, gas, dan air minum yang pertumbuhannya mencapai 8% lebih. Tahun 2000, semua sektor dapat dikatakan telah mengalami recovery, walaupun belum mencapai tingkat 1995. Data triwulan III 2002 maupun data selama 2002 juga menunjukkan pertumbuhan yang positif di semua sektor.
Perkembangan PDB Menurut Sektor, 1995-2002 (%)

Sektor


1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002
Triw.III
Pertanian
4,4
3,1
1,0
-0,7
2,1
1,7
2,2
4,01
Pertambangan & penggalian
6,7
6,3
2,1
-2,8
-1,7
2,3
2,5
Tad
Industri manufaktur
10,9
11,6
5,3
-11,4
2,6
6,2
6,3
3,2
Listrik, gas, & air bersih
15,9
13,6
12,4
2,6
8,2
8,8
5,8
6,17*
Bangunan
12,9
12,8
7,4
-36,5
-1,6
6,8
5,5
2,98
Perdagangan, hotel, & restoran
7,9
8,2
5,8
-18,0
-0,4
5,7
3,4
2,9
Pengangkutan & komunikasi
8,5
8,7
7,0
-15,1
-0,7
9,4
3,8
7,83*
Keuangan, sewa, & jasa
11,0
6,0
5,9
-26,6
-8,1
4,7
3,6
5,55*
Perusahaan
jasa-jasa

3,3

3,4

3,6

-3,8

1,8

2,2

2,7

0,5
PDB
8,2
7,8
4,7
-13,1
0,8
4,9
3,3
3,9
Keterangan: *= pertumbuhan tahun 2002 terhadap tahun 2001
            Seperti telah dibahas sebelumnya, sumber pertumbuhan ekonomi dari sisi AD dapat diestimasi dengan menganalisis pertumbuhan atau pembentukan PDB menurut pengeluaran. Setiap tahunnya kontribusi dari C,I dan ekspor X, atau ekspor neto (X-M) terhadap pertumbuhan PDB di Indonesia selama periode yang diteliti sangat besar. Masing-msing komponen pengeluaran tersebut memiliki nilai absolut paling besar dibandingkan G dan perubahan stok di dalam total penggunaan PDB. Tahun1998, sebagai akibat dari krisis ekonomi, semua komponen pengeluaran mengalami penerunan, terkecuali X bisa bertahan positif selama masa krisis, terutama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, karena adanya keuntungan harga saing internasional dalam dolar AS yang dinikmati oleh komoditas-komoditas pertanian dan sejumlah produk-produk manufaktur yang menggunakan komponen atau bahan baku lokal, seperti misalnya kerajinan, sebagai akibat dari melemahna nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
            Komponen AD yang pling besar penurunannya selama 1998 adalah I yang merosot sekitar 33,01%, dibandingkan kontraksi C sebesar 6,40% dan G 15,37%. Pada tahun 2000 pertumbuhan I sempat mencapai hampir 18%, namun setelah itu merosot terus hingga negatif tahun 2002. Pada awalnya, salah satu faktor penting yang menyebabkan merosotnya kegiatan investasi didalam negeri selama masa krisis, seperti juga di negara-negara Asia lain yang terkena krisis (Korea Selatan dan Thailand) adalah karena kerugian besar yang dialami oleh banyak perusahaan swata akibat depresiasi rupiah yang besar, sementara utang luar negeri (ULN)-nya dalam mata uang dolar AS tidak dilindungi (hedging) sebelumnya dengan kurs tertentu di pasar berjangka waktu kedepan (forward). Faktor-faktor lain yang membuat lesunya I di antaranya adalah jatuhnya harga saham, pelarian K keluar lebih banyak daripada arus masuk, dan resiko premium yang meningkat drastis (Lane,dkk.,1999). Dua faktor terakhir ini didorong terutama oleh kondisi politik, sosial, keamanan, dan penegakan hukum yang buruk.
Pertumbuhan Riil Komponen AD (%)
Komponen
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
C
16,86
9,72
8,09
-6,40
2,97
3,63
5,94
4,72
G
1,34
2,69
0,06
-15,37
0,69
6,49
8,24
12,79
I
13,99
14,51
8,57
-33,01
-19,94
17,91
3,96
-0,19
X
9,64
7,56
7,80
11,18
-31,61
16,06
1,88
-1,24
M
27,06
6,86
14,72
-5,29
-40,68
18,18
8,05
-16,50*
Keterangan: *= trw 1.-III 2002 terhadap trw 1.III 2001

C. Faktor-Faktor Penentu Prospek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Di dalam teori-teori konvensional, pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh ketersediaan dan kualitas dari input-input produksi seperti L, K, T, BB, Kw, dan E. Akan tetapi, faktor-faktor ini lebih krusial dalam menentukan prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Sedengkan pertanyaaan apakah ekonomi Indonesia 2004 akan tumbuh lebih baik, lebih buruk atau relatif sama dengan pertumbuhan 2003, adalah bicara soal prospek pertumbuhan ekonomi jangka pendek, yang berarti lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor jangka pendek.
Menurut perkiraan IMF, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia jangka pendek (2003) cukup optimis, sekitar 4,5% (naik dari realisasi pertumbuhan 2002 3,75%). Namun, dibandingkan negara-negara lainnya di Asia, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak termasuk yang paling tinggi (tabel 2.7). Perkiraan tersebut dibuat awal tahun 2002, jadi sebelum terjadinya tragedi Bali pada Oktober 2002 yang sempat membuat pesimis para pelaku bisnis mengenai prospek perekonomian Indonesia pasca tragedi tersebut. Jika peristiwa tersebut diperhitungkan sebagai suatu faktor jangka pendek yang berpengaruh, hasil prediksi IMF tersebut tentu akan berbeda, karena memang dalam kenyataannya peristiwa tersebut sempat mempengaruhi roda perekonomian nasional yang dapat dilihat dari jatuhnya indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Pemerintah Indonesia sendiri merevisi target pertumbuhan ekonomi 2003 dari semula 5% (dalam RAPBN 2003) menjadi 4% setelah bom Bali. Menurut BPS, pada triwulan I dan II 2003 dampak peledakan bom di Bali masih akan terasa. Namun, kalau pemerintah melakukan banyak stimulus (termasuk penambahan anggaran pembangunan dalam RAPBN 2003 pasca bom Bali) untuk meningkatkan kegiatan-kegiatan ekonomi domestik dan ekspor, ditambah lagi dengan situasi dalam negeri bisa benar-benar kondusif, aman, dan ada kepastian hukum/usaha yang membuat iklim investasi baik, dan lingkungan eksternal mendukung sepenuhnya, maka bukan tidak mungkin target tersebut bisa tercapai. BPS sendiri memprediksi perekonomian Indonesia tahun 2003 bisa tumbuh antara 4%-5%.

Tabel 2.7
Realisasi Pertumbuhan PDB Riil Tahun 2001
dan Perkiraannya Tahun 2002 dan 2003:
 Indonesia dan Beberapa Negara Asia Lainnya
Negara

2001
Pertumbuhan(%)
2002
2003
Cina
Hongkong
Korea Selatan
Taiwan
Singapura
Indonesia
Filipina
Thailand
Malaysia
Vietnam
7,3
0,2
3,0
-1,9
-2,0
3,3
3,2
1,8
0,5
5,0
7,5
1,5
6,3
3,3
3,6
3,7
4,0
3,5
3,5
5,3
7,2
3,4
5,9
4,0
4,2
4,5
3,8
3,5
5,3
6,5

Apakah perkiraan-perkiraan jangka pendek tersebut di atas akan terealisasi? Ini sangat tergantung pada banyak faktor, yang menurut sumbernya masing-masing dapat dikelompokkan dalam faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal. Selanjutnya, faktor-faktor determinan internal dapat dibedakan lagi antara faktor-faktor ekonomi dan faktor-faktor nonekonomi, khususnya politik dan sosial. Sedangkan faktor-faktor eksternal didominasi oleh faktor-faktor ekonomi, seperti perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi kawasan atau dunia.
1.      Faktor-Faktor internal
Penyebab utama berubahnya krisis rupiah menjadi suatu krisis ekonomi paling besar yang pernah dialami Indonesia tahun 1998 adalah karena buruknya fundamental ekonomi nasional. Sedangkan lambatnya proses pemulihan ekonomi nasional lebih disebabkan oleh kondisi politik, sosial, dan keamanan di dalam negeri yang kenyataannya sejak reformasi dicetuskan pada Mei 1998 hingga saat ini belum juga pulih sepenuhnya, bahkan cenderung memburuk menjelang pemilihan presiden 2004.
Sejak krisis dari dulu hingga saat ini, fundamental ekonomi sudah menunjukkan adanya perbaikan, walaupun prosesnya berlangsung lambat dan oleh karena itu masih jauh dari kondisi yang baik atau kuat. Misalnya, perkembangan tingkat inflasi selama 1998-2001 menunjukkan adanya perbaikan, walaupun cenderung memburuk kembali akhir 2002 dan diperkirakan akan relatif sama pada 2003. Laju pertumbuhan ekonomi sudah kembali positifwalaupun masih lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan rata-rata per tahun selama 1980-an hingga 1997. Cadangan devisa meningkat terus, yang sebagian kecil bersumber dari hasil ekspor dan sisanya dari pinjaman luar negeri. Namun, rasio ULN terhadap PDB dan ketergantungan ekonomi nasional terhadap impor masih tinggi, bahkan cenderung meningkat. Juga sektor perbankan dan sektor riil, khususnya industri manufaktur dan konstruksi masih belum pulih.
Selain itu, faktor-faktor internal ekonomi lainnya yang sangat menentukan prospek perekonomian nasional2003 antara lain adalah kondisi perbankan, realisasi RAPBN 2003, terutama yang menyangkut beban pembayaran bunga utang pemerintah dan pengeluaran stimulus tragedi Bali, hasil pertemuan CGI yang sempat ditunda akibat tragedi Bali, kebijakan ekonomi pemerintah terutama dalam bidang fiskal dan moneter, serta perkembangan ekspor nasional.
Kesiapan dunia usaha Indonesia dalam menghadapi AFTA 2003 juga akan sangat berpengaruh terhadap prospek pertumbuhan ekonomi nasional lewat pengaruhnya terhadap prospek perkembangan neraca perdagangan yang berarti juga saldo transaksi berjalan Indonesia. Dapat diharapkan (secara hipotesis) bahwa semakin siap dunia usaha nasional, semakin besar kemungkinan Indonesia akan mendapatkan surplus dari perdagangan AFTA, dan ini berarti, di satu sisi, semakin besar pertumbuhan ekonomi Indonesia (lewat pertumbuhan ekspor), dan di sisi lain, semakin besar kemampuan perekonomian nasional untuk mengurangi beban ULN. Ada tanda-tanda bahwa Indonesia semakin terpuruk dalam persaingan di pasar global, yaitu:
1)      Global Competitiveness Report 2002-2003 ini menunjukkan bahwa peringkat daya saing perekonomian Indonesia melorot lagi tahun ini, dengan indeks daya saing pertumbuhan turun tiga tingkat dari urutan ke-64 tahun lalu ke urutan 67 (dari 80 negara), dan indeks daya saing ekonomi mikro turun sembilan tingkat 55 ke 64.
2)      Sejak tragedi WTC tahun 2001, laju pertumbuhan ekspor Indonesia cenderung menurun, dan doperkirakan pada 2003 ini kecenderungan tersebut akan terus berlangsung (walaupun pemerintah optimis bahwa tahun 2003 ekspor akan naik 5%, atau menjadi sekitar 47 miliar dolar AS) dikarenakan berbagai alasan, seperti pasar dunia untuk beberapa komoditi ekspor Indonesia direbut atau semakin dikuasai oleh negara-negara pesaing lainnya, seperti Cina dan Vietnam, serta akibat diberlakukannya tarif baru angkutan peti kemas dan kebijakan antiterorisme bio, dan ditambah lagi akibat merebaknya virus SARS di Cina, Hongkong, Taiwan, dan Singapura,
Faktor-faktor internal nonekonomi yang sangat krusial adalah terutama politik dan sosial, keamanan (terutama menyangkut apa yang akan dilakukakn pemerintah untuk mencegah tidak terulangnya lagi tragedi Bali), dan hukum (terutama yang berkaitan langsung dengan kegiatan bisnis dan pelaksanaan otonomi daerah). Harus diakui bahwa pemulihan ekonomi Indonesia yang berjalan lambat selam ini, sejak krisis, karena proses perbaikan fundamental ekonomi tidak disertai dengan kestabilan politik dan keamanan yang memadai, penyelesaian konflik sosial termasuk di Aceh, serta kepastian hukum. Faktor-faktor nonekonomi ini merupakan aspek-aspek penting di dalam menentukan tingkat resiko dari suatu negara yang menjadi dasar keputusan bagi pelaku-pelaku bisnis, khususnya investor-investor asing untuk melakukan usaha di negara tersebut. Ketidakstabilan politik dan tingkat keamanan yang rendah, serta tidak ada tanda-tanda akan membaik hingga 2003 ini membuat tingkat country risk Indonesia selalu tinggi sejak krisis sekarang. Tingginya tingkat resiko Indonesia, selain menghambat arus K masuk, juga mengurangi kunjungan wisatawan asing ke dalam negeri dan pesanan ekspor.
2.      Faktor-Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang sangat berpengaruh terhadap prospek perekonomian Indonesia adalah prospek perekonomian dan perdagangan dunia 2003. IMF dalam laporannya bulan September 2002 memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi dan peningkatan volume perdagangan dunia 2003 akan masing-masing sekitar 3,7% dan 6,1%. Prospek perekonomian dan perdagangan dunia sangat dipengaruhi oleh prospek perekonomian di AS, Jepang, dan masyarakat Eropa (EU). Menurut prediksi IMF (WEO), sebelum intervensi AS ke Irak, PDB riil AS 2003 akan tumbuh 2,6%, sedikit di atas perkiraan 2002, yakni 2,2% (ini jauh lebih baik dibandingkan realisasi pertumbuhan 2001 yang hanya 0,3% akibat tragedi WTC). Sedangkan ekonomi Jepang dan ME akn tumbuh masing-masing hanya 1,1% (angka ini jauh lebih baik daripada perkiraan pertumbuhan ekonomi Jepang 2002 – 0,5% dan realisasi 2001 – 0,3%) dan 2,3% tahun 2003 (sedikit meningkat dibandingkan perkiraan 2002 1,1%). Sementara, BPS memprediksi perekonomian AS dan Jepang 2003 bisa tumbuh antara 1% hingga 3%.
Faktor eksternal lainnya yang juga harus diperhitungkan dalam memprediksi prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia 2003 adalah kondisi politik global, terutam efek-efek dari perang AS – Irak dan krisis senjata nuklir Korea Utara. Jika pembentukan pemerintahan baru di Irak berjalan mulus dan Irak bisa kembali berfungsi secara normal (termasuk bisa kembali melakukan ekspor minyaknya), maka perkiraan sebelumnya bahwa perang AS – Irak tersebut akan berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia, terutama lewat efek harga minyak dan penurunan ekspor serta penundaan pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke wilayah Timur Tengah tidak akan terjadi. Sedangkan, efek dari krisis Korea Utara jika berubah menjadi perang besar jelas akan mengganggu arus perdagangan dan investasi di Asia Tenggara dan Timur khususnya dan dunia pada umumnya.
Kurva Lorenz

Kurva Lorenz menggambarkan distribusi komulatif pendapatan nasional dikalangan lapisan – lapisan penduduk, secara kumulatif pula. Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal ( semakin lurus) menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang semakin merata. Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal ( semakin lengkung), maka ia mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusi pendapatan nasional semakin timpang atau tidak merata.

D. PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
Perubahan struktur ekonomi, umum disebut transformasi stryktural, dapat didefisinikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang  saling tekait satu dengan yang lainnya dalam komposisi AD, perdagangan luar negri (ekspor dan inpor), AS ( produksi dan menggunakan faktor-faktor produksi yang diperlukan mendukung proses pembanggunan ekonomi yang berkelanjutan) ( chenery, 1979).
1. Teori dan Bukti Empiris
Teori perubahan struktural menitik beratkan pembahasan pada mekanisme transformasi ekonomi yang dialami oleh NSB, yang semula lebih bersifat subsistens yang lebih modern, yang didominasi oleh sektor-sektor nonprime. Teori Arthus Lewis pada dasarnya  membahas proses pembangunan ekonomi yang terjadi di perdesaan dan perkotaan.
Perekonomian Negara terbagi menjadi dua, yaitu perekonomiaan tradisioanal dipedesaan yang didominasi oleh sektor pertaniaan dan perekonomiaan modern diperkotaan dengan industry sebagai sektor utama. Dipedesaan, karena pertumbuhan penduduknya tinggi maka terjadi kelebihan suplai tenaga kerja, dan tingkat hidup masyaraktnya berbeda pada kondisi subsistens akibat perekonomian yang sifatnya juga subsistens.
Kerangka pemikiran teori chenery pada dasarnya sama seperti di model Lewis. Teori chenery, dikenal dengan teori pattern of development, menfokuskanpada perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi di NSB, yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional (subsistens) ke sector industri sebagai mesin utama penggerak pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian empiris yang dilakukan oleh chenery dan syrquin (1975) mengindentifikasi bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat perkapita yang membawa perubahan dalam pola dalam permintaan konsumen daripenekanan pada makanan dan barang-barang manufaktur dan jasa.
Perubahan struktur ekonomi berbarengan dengan pertumbuhan PDB yang merupahkan total pertumbuhan nilai tambah bruto (NTB) dari semua sector ekonomi dapat dijelaskan sebagai berikut. Dengan memakai persamaan (3,7),misalkan disatu ekonomi hanya ada dua sector, yakni industry dan pertanian dengan NTB masing-masing, yakni NTBi dan NTBp yang membentuk PDB: atau, PDB= NTBi + NTBp, 1=[a(t)I + a(t)p]PDB.
Berdasarkan model ini, kenaikan produksi sector industri manufaktur dinyatakan sama besarnya dengan jumlah dari empat factor berikut.
a.       Kenaikan permintaan domestic, yang memuat permintaan langsung untuk produk industry manufaktur plus efek tidak langsung dari kenaikan permintaan domestic untuk produk sector-sektor lainnya terhadap sector industry manufaktur.
b.      Perluasan exspor (pertumbuhan dan diversifikasi) atau efek total dari kenaikan jumlah ekspor terhadap produk industri manufaktur.
c.       Substitusi impor atau efek total dari kenaikan proporsi permintaan ditiap sector yang dipenuhi lewat produksi domestic terhadap output industry manufaktur.
d.      Perubahan teknologi atau efek total dari perubahan koefisien input-output (aij) didalam perekonomian akibat kenaikan upah dan tingkat pendapatan terhadap sector industri manufaktur.
Indikator penting kedua yang sering digunakan didalam studi-studi empiris untuk mengukur pola perubahan struktur ekonomi adalah distribusi kesempatan kerja menurut sector. Sebagi suatu ilustrasi empirisberdasrkan data bank dunia, pada tahun 1980,NTB yang dihasilkan sector pertanian rata-rata sekitar 7% dari PDB dunia; sedangkan dari sector industry yang terdiri atas industry primer (pengilangan minyak) dan industry sekunder (manufaktur) sebesar 38%.
Didalam-kelompok-Negara-negara-sedang-berkembang-(NSB), banyaknegara yang juga tejadi transisi ekonomi yang pesat dalam tiga decade terakhir ini, walaupun pola dan prosesnya berbeda antara Negara. Variasi ini disebabkan oleh perbedaan antara Negara dalam sejumlah factor internalseperti berikut.
a.  Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri (basis ekonomi)
Suatu.Negara.yang.pada.awal.pembangunan.ekonomi/industrialisasinya sudah memiliki industri-industri dasar.
b.  Besarnya pasar dalam negeri
Besarnya pasar domestic ditentukan oleh kombinasi antara jumlah populasi dan tingkat pendapatan riil perkapita.
c.  Pola distribusi pendapatan
Factor ini sangat mendukung factor pasar dan tingkat pendapatan rata-rata perkapita naik pesat.
d.Karakteristik dari industrialisasi
Pelaksanaan atau strategi pengembangan industry yang ditetapkan, jenis industry yang diunggulkan, pola pembangunan industry, dan insentif yang diberikan.
e.Keberadaan SDA
Negara yang kaya SDA mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah atau terlambat melakukan industrialisasi.
f.  Kebijakan perdagangan luar negeri
Negara yang menerapkan kebijakan ekonomi tertutup (inward looking), pola dan hasil industrialisasi berbeda dibandingkan di Negara-negara yang menerapkan kebijakan ekonomi terbuka (outward looking).
2. Kasus Indonesia
Sejak awal pemerintahaan orde baru hingga sekarang, proses pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup pesat. Nilai pertumbuhan bruto (NTB) dari sector pertanian, perternakaan, kehutanan, dan perikanan menyumbang sekitar 45% terhadap pembentukan PDB, dan pada decade 1990-an hanya tinggal 16% hingga 20%, dan tahun 2006 tinggal sekitar 12,9%. Namun penurunan rasio output pertanian terhadap PDB tersebut tidak berarti bahwa volume produksi di sector tersebut berkurang selama periode tersebut (atau pertumbuhan rata-rata pertahun negative). Pertumbuhan tersebut disebabka oleh lain pertumbuhan output (rata-rata pertahun pertumbuhan total)disektor tersebut relative lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan output dari sektor industri.

Annex
Metode Perhitungan Pertumbuhan

Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari:
a.    Nilai absolute
b.   Nilai relative (persentase)

Pertumbuhan dalam % dihitung:
PDBt = [PDB(t)PDB(t-1)]/PDB( t-1)] x 100%                                (1)
Dimana :
t-1 = tahun sebelumnya

Laju pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun selama tahun tertentu digunakan rumus:

r = [ (n-1√ tn/ t0) – 1]x 100%                                                                (2)
atau dengan faktor penggabungan

tn = t0 (1+r)n-1,                                                             (3)
dimana
 r=laju pertumbuhan GDP rata-rata pertahun
 n=jumlah tahun
 tn =tahun terakhir
 t0=tahun awal
 (1+r)n-1 = factor penggabungan


Pertumbuhan ekonomi dengan nilai absolute dapat dinyatakan dalam nilai nominal berdasarkan harga berlaku dan nilai riil (nyata) berdasarkan harga konstan. Menurut harga berlaku,artinya nilai barang dan jasa yang dihasilkan (yang totalnya membentuk PDB)dihitung berdasarkan harga pasar pada tahun bersangkutan, yang berarti kenaikan harga – harga( inflasi) turut dihitung. Sedangkan menurut harga konstan,nilai barang dan jasa dihiting berdasarkan harga pada tahun dasar (IHK = 100). Ada tiga metode ntuk mengubah angka menurut harga berlakumenjadi angka menurut harga konstan, yakni metode revaluasi,metode ekstrapolasi dan metode deflasi.
            Metode revaluasi dilakukan dengan cara menilai produksi masing – masing tahun dengan memakai tahun tertentu yang dijadikan tahun dasar. Metode ekstrapolasi dilakukan dengan cara memperbarui nilai tahun dasar sesuai dengan indeks produksi atau tingkat pertumbuhan riil dari tahun sebelumnya. Sedangkan metode deflasi dilakukan dengan cara membagi nilai produksi masing – masing tahun dengan harga relatif yang sesuai (indeks harga x 1/100) (Dumairy,1996)
            Jadi, secara sederhana, cara menghitung PDB menurut harga konstan dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut.
PDBHK(t) = [100/IHKt]PDBHB(t)                                             (4)
dan cara menghitung PDB menurut harga berlaku :
PDBHK(t) = [PDBHK(t) x IHKt]/100                              (5)
Dimana :
HKt= harga konstan
HBt= harga berlaku
IHKt= Indeks harga konsumen
100=IHK tahun dasar
t=tahun tertentu















BAB III
PENUTUP


A.Kesimpulan
Pertumbuhan Ekonomi di setiap negara berbeda – beda tergantung dari tingkat pendapatan per kapita suatu negara tersebut dan tergantung dari berapa besar pendapatan / penghasilan dari penduudknya. Jika pendapatan Negara itu tinggi maka pertumbuhan ekonominya juga cepat tetapi sebaliknya jika pendapatan suatu negara itu di bawah rata – rata maka pertumbuhan ekonominya juga rendah.
B. Saran
Dengan demikian dapat kita sarankan kepada pemerintah dengan penjelasan sebagai                     berikut :
Beberapa negara sedang berkembang mengalami ketidak stabilan sosial, politik, dan ekonomi. Ini merupakan sumber yang menghalangi pertumbuhan ekonomi. Adanya pemerintah yang kuat dan berwibawa menjamin terciptanya keamanan dan ketertiban hukum serta persatuan dan perdamaian di dalam negeri. Ini sangat diperlukan bagi terciptanya iklim bekerja dan berusaha yang merupakan motor pertumbuhan ekonomi.









DAFTAR PUSTAKA
Dr. Tulus T.H. Tambunan.2009. Perekonomian Indonesia. Jakarta :Ghalia Indonesia








No comments:

Judul Diunggulkan

JURNAL PENELITIAN PEMERIKSAAN AKUNTANSI - PEMERIKSAAN TERHADAP PIUTANG DAGANG

Pemeriksaaan Terhadap Piutang Dagang ( Account Receivable) Pada PT Bintang Baru Terus Jaya Oleh: Riza Marveni 1 Ri z ky Purnom...