MAKALAH PEREKONOMIAN INDONESIA
“PERTUMBUHAN DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI”
Disusun
Oleh:
KELOMPOK
2
SANDI
IRAWAN 301 14 11 101
SITI
HARTINA 301 14 11 102
SITI
MAHYA 301 14 11 103
SUCI
WAHYUNI 301 14 11 104
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
BANGKA BELITUNG
2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan atas Kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah PEREKONOMIAN
INDONESIA tentang “ Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia”.
Kami,
selaku penulis ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan
oleh dosen pengampu matakuliah Perekonomian Indonesia Ibu Wenny Anggita,
S.E.,M.Si.
Kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya
kepada penulisan makalah ini. Kami menyadari bahwa laporan kegiatan ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat
diperlukan dari rekan-rekan yang membaca, demi kesempurnaan laporan kegiatan
ini.
Akhir
kata semoga laporan kegiatan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca
dan khususnya bagi penulis.
Pangkalpinang, 08 Maret 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang...............................................................................4
B. Rumusan
Masalah...........................................................................4
C. Tujuan
penulisan.............................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
PERTUMBUHAN DAN PERUBAHAN
STRUKTUR EKONOMI
A. Pertumbuhan
dan perubahan Struktur Ekonomi..................................7
B. Pertumbuhan
Ekonomi Selama Periode Orde Baru Hingga Era Megawati......18
C. Faktor
– faktor Penentu Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia...........26
D. Perubahan
Struktur Ekonomi............................................................31
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................37
B. Saran.........................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Para ekonomi dan politisi dari semua
negara, baik negara-negara kaya maupun miskin, yang menganut sistem kapitalis,
sosialis maupun campuran, semuanya sangat mendambakan dan menomorsatukan
pertumbuhan ekonomi (economic growth). Pada setiap akhir tahun, masing-masing
negara selalu mengumpulkan data-data statistiknya yang berkenaan dengan tingkat
pertumbuhan GNP relatifnya, dan dengan penuh harap mereka menantikan munculnya
angka-angka pertumbuhan yang membesarkan hati. “Pengejaran pertumbuhan”
merupakan tema sentral dalam kehidupan ekonomi semua negara di dunia dewasa
ini.
Seperti kita telah ketahui,
berhasil-tidaknya program-program pembangunan di negara-negara dunia ketiga
sering dinilai berdasarkan tinggi-rendahnya tingkat pertumbuhan output dan pendapatan nasional.
Mengingat konsep pertumbuhan ekonomi sebagai tolok ukur penilaian pertumbuhan ekonomi nasional sudah terlanjur diyakini serta diterapkan secara luas, maka kita tidak boleh ketinggalan dan mau tidak mau juga harus berusaha mempelajari hakekat dan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi tersebut. Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi memiliki definisi yang berbeda, yaitu pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output per kapita yang terus menerus dalam jangka panjang.
Mengingat konsep pertumbuhan ekonomi sebagai tolok ukur penilaian pertumbuhan ekonomi nasional sudah terlanjur diyakini serta diterapkan secara luas, maka kita tidak boleh ketinggalan dan mau tidak mau juga harus berusaha mempelajari hakekat dan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi tersebut. Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi memiliki definisi yang berbeda, yaitu pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output per kapita yang terus menerus dalam jangka panjang.
Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan
salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tingginya
pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat,
meskipun terdapat indikator yang lain yaitu distribusi pendapatan. Sedangkan
pembangunan ekonomi ialah usaha meningkatkan pendapatan per kapita dengan jalan
mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman
modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan ketrampilan,
penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen.
1.2
RUMUSAN
MASALAH
2. Bagaimana
pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi?
3. Apa
saja yang menjadi faktor – faktur penentu prospek pertumbuhan ekonomi
Indonesia?
4. Bagaimana
pertumbuhann ekonomi Indonesia terjadi selama Orde baru hingga saat ini?
5. Apa
saja yang terjadi pada perubahan struktur ekonomi Indonesia?
1.3
TUJUAN
PENULISAN
2. Agar
pembaca mengetahui bagaimana pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi
Indonesia.
3. Agar
pembaca mengetahui tentang pertumbuha ekonomi yang terjadi sejak Orde Baru
hingga saat ini.
4. Agar
pembaca mengetahui apa saja yang menjadi faktor – faktor penentu prospek
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
5. Agar
pembaca mengetahui apa saja yang terjadi pada perubahan struktur ekonomi
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
- PERTUMBUHAN EKONOMI
- Arti Pertumbuhan
Ekonomi
Pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu
keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Selain dari sisi permintaan
(konsumsi), dari sisi penawaran, pertumbuhan penduduk juga membutuhkan
pertumbuhan kesempatan kerja(sumber pendapatan). Pertumbuhan ekuonomi tanpa
dibarengi dengan penambahan kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan
dalam pembagian dari penambahan pendapatan tersebut (ceteris paribus), yang selanjutnya akann menciptakan suatu kondisi
pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan kemiskinan.
Menurut
Prasetyo (2012) Pertumbuhan ekonomi
merupakan sebagai pertambahan output atau pendapatan nasional keseluruhan dalam
kurun waktu tertentu.
- Konsep Pendapatan
Nasional
Ada
dua arti dari PN,yakni arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit, PN adalah
Pn. Sedangkan dalam arti luas, PN dapat merujuk ke PDB,atau merujuk ke PNB atau
ke produk nasional neto (PNN).
Sesuai metode yang standar,
perhitungan PN diawali dengan perhitungan PDB. Hubungan antara PDB dan PN dapat
dijelaskan melalui beberapa persamaa sederhana sebagai berikut.
PNB = PDB + F
PNN = PNB – D
PN = PNN – Ttl
Dimana
: F : pendapatan neto atas faktor luar negeri; D : penyusutan; Ttl : pajak tak
langsung neto (variabel – variabel lainnya telah dijelaskan didala teks). Jika
tiga persamaan tersebut digabungkan, akan didapat persamaan berikut.
PDB = PN + Ttl + D – Ttl
Atau
:
PN = PDB + F – D – Ttl
PDB
dapat diukur dengan tiga macam pendekatan, yaitu pendekatan produksi,
pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran. Dua pendekatan pertama
tersebut adalah pendekatan dari sisi penawaran agregat, sedangkan pengeluaran
adalah perhitungan PDB dari sisi permintaaan agregat.
Menurut
pendekatan produksi, PDB adalah jumlah nilai output (NO) dari semua
sektor ekonomi atau sektor lapangan usaha. Berdasarkan satu digit , Biro Pusat
Statistik (BPS) membagi ekonomi nasional ke dalam 9 sektor, yakni pertanian,
pertambangan dan penggalian, industri manufaktur, listrik, gas, dan air bersih,
bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi dan
keuangan, sewa, dan jasa perusahaan, dan
jasa – jasa. Jadi, PDBadalah jumlah NO
dari kesembilan sektor tersebut.
PDB=
∑ NO
i= 1,2,...9
Sedangkan melalui pendekatan pendapatan,
PDB adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh faktor – faktor produksi yang
digunakan dalam proses produksi dimasing – masing sektor, seperti tenaga kerja
(upah/gaji), pemilik modal(bunga/hasil investasi), pemilik tanah(hasil
jual/sewa tanah),dan pengusaha (keuntungan bisnis/perusahaan. Semua pendapatan
ini dihitung sebelum dipotong oleh pajak penghasilan dan pajak – pajak langsung
lainnya. Dalam pendekatan ini, penghitungan PDB juga mencakup penyusutandan
pajak – pajak tidak langsung neto. Oleh sebab itu, dalam pendekatan pendapatan
, PDB adalah jumlah dari nilai tambah bruto (NTB) dari kesembilan sektor
tersebut.
PDB
= NTB1 + NTB2 + ....NTB9
Adapun
menurut pendekatan pengeluaran, PDB adalah jumlah dari semua komponen dari
permintaan akhir, yakni pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta no
– profit oriented (c), pembentukan modal tetap domestik bruto, termasuk
perubahan stok,(I), pengeluaran konsumsi pemerintah(G), ekspor(X), dan impor
(M).
PDB = C + I + G +
X – M
- Sumber – sumber
Pertumbuhan
Pertumbuhn
ekonomi bisa bersumber dari pertumbuhan pada sisi permintaan agregat(AD) atau /
dan sisi penawaran agregat (AS). Seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.1,
titik perpotongan antara kurva AD dengan kurva AS adalah titik keseimbangan
ekonomi yang menghasilkan suatu jumlah output agregat (PDB) tertentu dengan
tingkat harga umum tertentu. Output agregat yang dihasilkan didalam suatu ekonomi(
atau negara) selanjutnya membentuk PN.
a.
Sisi
permintaan agregat
Dari
sisi AD, pergeseran kurvanya kekanan yang mencerminkan peningkatan permintaan
didalam ekonomi bisa terjadi karena PN, yang terdiri dari permintaan masyarakat
(konsumen), perusahaan, dan pemerintah meningkat. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya,, sisi AD (penggunaan PDB), terdiri dari empat komponen : konsumsi
rumah tangga, investasi ( termasuk perubahan stok), konsumsi/ pengeluaran
pemerintah, dan ekspor neto (ekspor barang dan jasa minus impor barang dan jasa
). Sisi AD dalam suatu ekonomi bisa dgambarkan dalam suatu model ekonomi makro
sederhana berikut.
Y
+ I + G + X – M
C
= Cy + Ca
I
= -ir + Ia
G
= Ga
X
= Xa
M
= mY + Ma
Persamaan
(2.8’) menggambarkan keseimbangan antara AS (total output/PDB) dan AD yang
terdiri dari empat komponen tersebut. Persamaan (2.9) adalah besarnya konsumsi
rumah tangga yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan faktor otonom (tidak
tergantung pada tingkat/perubahan pendapatan);c adalah koefisien konsumsi (marginal propensity to
consume;MPC)dengan nilai positif antara 0 dan 1, yang artinya, semakin tinggi
pendapatan semakin besar pengeluaran konsumsi rumah tangga. Persamaan (2.10)
menunjukkan nilai atau jumlah investasi misalnya dalam jumlah proyek) sangat
ditentukan oleh tingkat suku bunga (i) didalam negeri, selain itu juga oleh
sejumlah faktor – faktor yang bersifat
otonom. (Ia). Semakin tinggi i, dengan asumsi dengan faktor – faktor lain (tidak berubah), semakin
mahal biaya alternatif dari investasi, semakin jumlah investasi didalam ekonomi
yang dicerminkan oleh tanda negatif didepan koefisien r. Persamaan (2.11)
adalah pengeluaran pemerintah yang sifatnya otonom : besar kecilnya pengeluaran
pemerintah ditentukan oleh faktor – faktor lain (diantaranya faktor politik)
diluar model tersebut. Demikian juga dengan persamaan (2.12), karena Indonesia
adalah negara kecil, dilihat dari pangsa
perdagangan luar negerinya didalam jumlah
volume perdagangan dunia, maka pertumbuhan ekspor Indonesia lebih ditentukan
oleh faktor – faktor eksternal diluar pengaruh Indonesia, seperti permintaan di
negara – negara tujuan ekspor. Persamaan (2.13) menggambarkan bahwa impor
ditentukan oleh tingkat pendapatan didalam negeri, selain juga oleh faktor
otonom. Semakin tinggi pendapatan masyarakat di Indonesia, semakin besar
permintaan pasar dalam negeri terhadap impor, yang terdiri dari barang dan jasa
untuk keperluan konsumsi dan kegiatan proses produksi didalam negeri.
b.
Sisi
Penawaran Agregat
Dari
sisi AS, pertumbuhan output bisa disebabkn oleh peningkatan volume dari faktor
– faktor produksi yang digunakan, seperti Tenaga kerja(L), modal (K), dan
Tanah( Tn). Faktor produksi terakhir ini khususnya penting bagi sektor
pertanian dan energi (E). Pertumbuhan output juga bisa didorong oleh
peningkatan produktivitas dari faktor – faktor tersebut. Jadi, relasi antara
output dengan faktor - faktor produksi
dapat ditulis dalam suatu fungsi sederhana sebagai berikut.
Q
= f (X1, X2, X3, .....Xn)
+ + +
Dimana
Q mewakili volume output dan X1,X2,...Xn adalah volume dari faktor – faktor
produksi yang digunakan untuk menghasilkan output tersebut. Tanda – tanda
positif dibawah setiap X menandakan hubungan antara setiap faktor produksi
tersebut dengan output adalah positif : jika jumlah X1 meningkat, output juga
meningkat.
c.
Teori
– Teori dan Model – model Pertumbuhan
a.
Teori
dan Model Pertumbuhan Neoklasik
Ada
dua aliran pemikiran mengenai pertumbuhan ekonomi (dilihat dari sisi
AS/produksi), yakni teori neoklasik dan teori modern. Dalam kelompok teori
neoklasik, faktor – faktor produksi yang dianggap berpengaruh terhadap
pertumbuhan output adalah jumlah L dan K ; yang terakhir ini bisa dalam bentuk
keuangan atau barang modal (seperti mesin). Penambahan jumlah L dan K, dengan
sumsi produktivitasdari masing – masing faktor produksi tersebut (productivity
parsial;PFP)atau produktivitas faktor total (TFP) tetap tidak berubah, menambah
output yang dihasilkan.
Dalam model pertumbuhan neoklasik,
peran teknologi dan ilmu pengetahuan serta peningkatan kualitas dari L dan dari
input produksi lainnya terhadap pertumbuhsn output tidak mendapat perhatian
secara eksplisit atau dianggap konstan (teknologi dianggap suatu koefisien yan
tetap tidak berubah);walaupun dalam literatur mengenai dampak positif dari
progres teknologi (T). Teori neoklasik lebih fokus pada efek akumulasi K
(investasi ) dan penambahan jumlah L terhadap output. Oleh karena itu, didalam
model neoklasik, tidak adanya yang namanya peningkatan produktivitas dari input
– input produksi.
Seperti telah dijelaskan diatas,
model pertumbuhan neoklasik hanya melihat pada satu sumber pertumbuhan
saja,yakni kontribusi dari penambahan jumlah dari faktor –faktor produksi.
Dalam Nafziger (1997), dibahas pengalaman dari kelompok negara – negara
industri aru (NICs) seperti Taiwan, Korea Selatan, Hongkong dan Singapura yang
menunjukkan bahwa kontribusi K per L terhadap pertumbuhan ekonomi memang sangat
dominan antara 50 % hingg a90 % tetapi T juga sangat berperan. Hal ini dicerminkan
oleh nilai ‘sisa’,yakni nilai T didalam fungsi produksi Cobb Douglas :
Y t= Tt
Ktα Ltβ
Dimana
Y = tingkat produksi (output) pada periode t, a dan b =masing – masing
produktivitas dari L dan K. Nilai sisa dianggap sebagai efek dari pertumbuhan
produktivitas dari K dan L Secara total antara 10 % hingga 50%. Ini artinya,
kemajuan T menyumbang sekitar 10 % - 50% terhadap pertumbuhan ekonomi .
b. Teori
Modern dan Model Pertumbuhan Endogen
Dalam
teori modern, faktor – faktor produksi yang krusial tidak hanya L dan K, tetapi
juga perubahan T (yang terkandung didalam barang modal atau mesin),E, kewirausahaan
(Kw), bahan baku (BB), dan material
(Mt). Selain itu, faktor – faktor lain yang oleh teori modern juga dianggap
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalah ketersediaan dan kondisi
infrastruktur, hukum serta peraturan, stabilitas politik, kebijakan pemerintah
(yang antara lain dicerminkan oleh besarnya pengeluaran pemerintah, birokrasi
dan dasar tukar internasional.
Dilihat
dari kerangka pemikiran kelompok teori modern tersebut, ada perbedaan yang
mendasar dengan kelompok teori neoklasik. Diantaranya adalah yang mencakup
L,K,dan Kw. Dalam kelompok teori modern, kualitas L lebih penting daripada
kuantitasnya. Kualitas L tidak hanya dilihat dari tingkat pendidikan ,tetapi
juga kondisi kesehatannya.
Model pertumbuhan Endogen
juga sangat relevan untuk menganalisis laju serta pola pertumbuhan ekonomi di
Indonesia, terutama karena dampak dari kemajuan iptek serta peningkatan
kualitas SDM terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi didalam negeri
semakin nampak jelas saat dibandingkan 30 tahun yang lalu. Salah Satu model
pertumbuhan neoklasik yang bisa diendogenkan adalah dari Harrod- Domar, yang
intinya adalah suatu relasi antara penambahan K dan pertumbuhan ekonomi (PDB).
Dua variabel fundamental dari model ini adalah
penambahan K dan rasio penambahan K terhadap pertumbuhan PDB (Y). Rasio ini disebut ICOR = ∆K/∆Y.
Sejak penambahan K adalah investasi (I) dalam definisi, maka ICOR = I/∆Y.
Model harrod Domar
iniadalah suatu modifkasi dari model –
model pertumbuhan dari Domar dan Harrod. Model dari Domar lebih memfokuskan
pada laju pertumbuhan investasi (∆I/I,
didalam modelnya, I ditetapkan harus tumbuh atas suatu persentase yang konstan,
sejak s (marginal propensity to save)yakni
rasio dari pertumbuhan tabungan nasional (S) terhadap peningkatan Y, dan ICOR
kedua- duanya konstan. Sedangkan penekanan dari model Harrod lebih pada pertumbuhan Y jangka panjang.
Didalam modelnya, laju pertumbuhan keseimbangan
(warranted growth) yang membuat besarnya S yang direncanakan ditetapkan
selalu sama denga besarnya Iyang direncanakan, yaitu :
sYt = ICOR (Yt- Yt-1)
(Yt- Yt-1)/Y = s/ICOR
Model
ini tidak saja menekankan pentingnya I bagi pertumbuhan ekonomi, tetapi juga
pentingnyaS sebagai sumber utama pembiayaan tersebut.
Setiap
ekonomi/negara membutuhkan I minimum untuk mempertahankan kapasitas produksi.
Kapasitas produksi/output potensial didefinisikan sebagai output maksimum yang dapat dihasilkan
dalam suatu negara pada waktu tertentu dalam keadaan normal. Tingkat kapasitas
produksi dipengaruhi oleh jumlah dan
TFP. Pada model ekonomi makro dari IBII (2000) diasumsikan bahwa faktor produksi yang
menentukan kapasitas produksi di Indonesia adalah jumlah K,karena faktor di Indonesia (terutama yang berasal dari
sektor pertanian) cukup melimpah.
Berdasarkan
asumsi ini, maka perubahan kapasitas
produksi tergantung pada perubahan kapital (IBII, 2000) :
∆cap = (1/k) x ∆K
Dimana
:
cap
= kapasita s produksi atau potensial
output
k
= rasio output modal (COR) yang mengukur tingkat efisiensi penggunaan K..
dilain pihak, dimodel makro ini
K pada tahun tertentu (t) didefinisikan
sebagai penjumlahan stok K tahun lalu (t-1) dan I bersih :
k(t)
= k(t-1) + (i-s)
dimana
:
i
=I kotor
s
= pengurangan K
pemotongan k adalah K yang sudah
tidak memiliki nilai ekonomis karena output yang dihasilkan lebih kecil daripada biaya produksinya. Dengan
melakukan substitusi persamaan (2.19) kedalam persamaan (2.18) diperoleh :
∆cap = (1/k) x (i-s)
Dengan
membagi persamaan (2.20) dengan k(t-1)
(= k x cap (t-1)) dan diasumsikan bahwa besarnya s = ᵟ k(t-1) diperoleh tingkat
pertumbuhan kapasitas produksi adalah sebagai berikut :
∆cap/cap (t-1) = (1/k) x (1/cap
(t-1)-ᵟ
c.
Pertumbuhan
TFP
Berdasarkan
studi – studi empiris mengenai pertumbuhan ekonomi dan sumber – sumbernya, Pack dan Page menyatakan bahwa terdapat dua sumber utama pertumbuhan, yakni pertumbuhan yang
bersumber dari peningkatan I (investment – driven growth) dan pertumbuhan yang
didorong oleh pertumbuhan produktivitas.
(productivity- driven growth).
Sumber
pertumbuhan output yang berasal dari peningkatan produktivitas dari input –
input produksi dapat dihitung secara parsial, yakni dari masing – masing
input (PFP), atau totalnya dari semua
input (TFP). Menghitung TFP bisa dengan menggunakan fungsi produksi Cobb – Douglas, yang selanjutnya
ditransformasi kedala bentuk linier logaritmatik sebagai berikut.
Ln Yt = Ln Tt + α
Ln Kt + β Ln Lt
Biasanya dalam penelitian empiris, fungsi
produksi diasumsikan memiliki skala hasil yang konstan,oleh karena itu,
persyaratan pokok yang harus dipenuhi adalah jumlah dari kedua koefisien
elastisitas sama dengan 1, atau α +β = 1. Dengan persyaratan ini, maka
persamaan tersebut dapat dimodifikasi menjadi dalam bentuk linear logaritmatik
di persamaan (2.16) dapat dirumuskan kembal sebagai berikut.
Ln
Yt = Ln Tt + (1 – β )Ln Kt +
β Ln Lt
= Ln Tt + Ln Kt + β (Ln
Lt – Ln Kt)
Ln
Yt – Ln Kt = Ln Tt + β (Ln Lt – Ln Kt)
Ln
(Yt/Kt) = Ln Tt + β Ln (Lt / Kt)
Yt
/ Kt = Tt (Lt / Kt)
Koefisien b yang diestimasi melalui
persamaan regresi diatas berfungsi sebagai alokator untuk mengestimasi peran
input K terhadap pertumbuhan output, sedangkan koefisien a yang didapat dari
1-b berfungsi sebagai alokator untuk mengestimasi peran L kerja terhadap
pertumbuhan output. Hasil estimasi nilai T memberikan perkiraan besarnya
kontribusi dari perubahan TFP terhadap perubahan output.
Sudah banyak studi empiris yang
mengukur peran dari pertumbuhan TFP terhadap
pertumbuhan ekonomi atau output dari sektor – sektor ekonomi. Sebagian
dari studi – studi yang ada juga mencakup sejumlah negara diAsia Tenggara dan
Timur. Diantaranya Kim danLau ( 1994) yang menemukan bahwa pertumbuhan TFP
bukann merupakan sumber utama bagi pertumbuhan ekonomi di NICs (kecuali Korea Selatan ), tetapi
akumulasi K (I) dengan kontribusinya sekitar
48% - 72 %, dibandingkan kontribusi dari pertumbuhan TFP sekitar 46 % -
71%. Di jepang juga diemikian, penambahan K adalah faktor penting utama,
sedangkan pertumbuhan TFP faktor penting kedua. Sebaliknya untuk negara –
negara OECD, pertumbuhan TFP merupakan sumber utama pertumbuhan PDB.
Untuk kasus Indonesia, studi – studi
empiris yang ada diantaranya adalah dari Hanson dkk,(1995),Karseno ( 1995),
Poot (1994), Abimanyu dan Xie (1994), Hill dan Aswicahyono (1994), dan
Suhariyanto ((2001).
Penelitian dari Suhariyanto (2001)
dapat dikatakan satu – satunya studi yang ada hingga saat ini mengenai
pertumbuhan TFP disektor pertanian diIndonesia yang mencakup periode sepanjang
Orde Baru. Dalam studinya ia membandingkan pertumbuhan TFP, output dan input
disektor pertanian di Indonesia dengan di sejumlah negara lainya di Asia(2.1).
laju pertumbuhan rata – rata per tahun TFP pertanian Indonesia rendah jika
dibandingkan dengan banyak negara lain seperti Cina, Jepang, dan Korea
Selatan;walaupun tingkat pertumbuhan outputnya rata – rata per tahun termasuk
tinggi. Kalau dilihat dar laju pertumbuhan rata – rata per tahun volume dari
masing – masing input yang relatif
tinggi, maka dapat disimpulkan bahwa di Indonesia peran TFP bagi pertumbuhan
output disektor pertanian masih relatif kecil.
Tabel 2.1
Laju Pertumbuhan Rata –
Rata Per tahun output,TFP,
Dan Input – Input : 1965-
1996 (%)
Negara
|
TFP
|
Output
|
Tanah
|
Tenaga kerja
|
Binatang
|
pupuk
|
Mesin
|
Cina
Jepang
Korea
Selatan
Kampuchea
Indonesia
Malaysia
Myanmar
Flipina
Thailand
Vietnam
Bangladesh
India
Nepal
Pakistan
Sri
Lanka
|
0,47
2,70
3,30
1,83
0,18
3,55
0,02
1,33
1,00
0,17
0,42
0,50
0,70
0,47
0,67
|
4,34
1,15
3,78
0,27
4,04
5,25
2,78
2,74
3,89
3,67
1,74
2,90
2,73
3,72
1,49
|
0,14
-0,92
-0,26
0,92
0,60
1,96
-0,07
1,29
1,87
0,33
0,06
0,15
1,17
0,54
0,19
|
1,77
-4,06
-1,71
1,07
1,65
-0,01
1,86
1,66
1,84
1,78
1,04
1,42
1,96
2,11
1,63
|
2,45
1,66
3,46
0,98
1,42
1,05
2,04
-0,42
0,37
1,51
0,37
0,81
2,13
2,27
0,19
|
10,64
-0,13
3,05
3,51
11,37
8,77
9,21
5,90
12,32
7,66
11,19
10,35
16,48
11,85
2,94
|
8,85
15,16
31,77
0,99
7,60
9,58
5,39
2,42
11,10
12,24
6,19
11,88
10,35
13,54
5,30
|
Sumber : tabel 1 dalam
Suhariyanto (2001)
Teori
Klasik
Beberapa
teori klasik antara lain sebagai berikut :
1)
Teori Pertumbuhan Adam Smith
Didalam
teori ini, ada 3 faktor penentu proses produksi atau pertumbuhan, yaitu :
a)
Sumber Daya Alam (SDA)
b)
Sumber Daya manusia (SDM)
c)
Barang Modal
2)
Teori Pertumbuhan David Ricardo
Menurut
teori ini, pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh SDA (dalam arti tanah) yang
terbatas jumlahnya, dan jumlah penduduk yang menghasilkan jumlah tenaga kerja
yang menyesuaikan diri dengan tingkat upah, diatas atau dibawah tingkat upah
alamiah (minimal). Perubahan Teknologi menyebabkan produktivitas tenaga kerja
meningkat. Pertanian sebagai sebagai sektor utama sebagai motor penggerak
pertumbuhan ekonomi.
3)
Teori Pertumbuhan dari Thomas Robert Malthus
Menurutnya,
ukuran keberhasilan pembangunan suatu perekonomian adalah kesejahteraan negara,
yakni jika PDB potensialnya meningkat. Sektor yang dominan adalah pertanian dan
industri. Ada 2 kelompok faktor yang sangat menentukan pertumbuhan, yakni
faktor-faktor ekonomi seperti, tanah, tenaga kerja, modal (yang paling
berpengaruh), dan organisasi; dan faktor-faktor nonekonomi, seperti keamanan
atas kekayaan, konstitusi dan hukum yang pasti, etos kerja dan disiplin pekerja
yang tinggi.
Menurut
Friendrich List, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat dibagi menjadi empat
tahap sebagai berikut:
- Masa berburu
dan pengembaraan
- Masa beternak
dan bertani
- Masa bertani
dan kerajinan
- Masa
kerajinan, industri, perdagangan
5.)Teori
Dependensi
Secara
historis, teori Dependensi lahir atas ketidakmampuan teori Modernisasi
membangkitkan ekonomi negara-negara terbelakang, terutama negara di bagian
Amerika Latin. Secara teoritik, teori Modernisasi melihat bahwa kemiskinan dan
keterbelakangan yang terjadi di negara Dunia Ketiga terjadi karena faktor
internal di negara tersebut. Karena faktor internal itulah kemudian negara
Dunia Ketiga tidak mampu mencapai kemajuan dan tetap berada dalam keterbelakangan.
B.
PERTUMBUHAN EKONOMI SELAMA PERIODE ORDE BARU HINGGA ERA MEGAWATI
Pembangunan ekonomi Indonesia selama
pemerintahan Orde Baru ( Sebelum krisis ekonomi 1997 ) dapat dikatan bahwa
Indonesia telah mengalami suatu proses pembangunan ekonomi yang sangat baik.
Keberhasilan ini dapat diukur dengan sejumlah indikator ekonomi makro. Dua
diantaranya yang umum digunakan adalah tingkat PN perkapita dan laju
pertumbuhan PDB pertahun. Sejak Pelita I dimulai , PN Indonesia perkapita
mengalami peningkatan yang relatif tinggi setiap tahun (Akhir tahun 1980
mendekati US$ 500). Hal ini disebabkan pertumbuhan PDB rata-rata pertahun yang
tinggi ( 7%-8% selama tahun 1970 dan turun 3%-4% selama 1980). Selama 70-an
sampai 80-an, proses pembangunan ekonomi di Indonesia tidak mengalami banyak
goncangan yang cukup serius, yang terutama disebabkan faktor-faktor eksternal
seperti merosotnya harga minyak mentah di pasar internasional menjelang
pertengahan tahun 1980, dan resesi ekonomi dunia pada dekade yang sama. Pada
pemerintahan Orde Baru menganut sistem ekonomi terbuka , maka
goncangan-goncagan eksternal seperti itu terasa dampaknya terhadap pertumbuhan
ekonomi. Perekonomian nasional pada saat itu tergantung pada pemasukan dollar
AS dan hasil ekspor komoditi-komoditi primer, khususnya minyak dan hasil
pertanian. Selain itu, faktor yang mempengaruhi perekonomian Indonesia juga
tergantung pada pertumbuhan ekonomi dunia, terutama di negara industri maju,
seperti AS,Jepang,dan Eropa Barat yang merupakan pasar peting bagi ekspor
Indoneisa .
Resesi ekonomi dunia yang terutama
disebabkan oleh rendahnya laju pertumbuhan PDB atau PN di negara industri maju
tersebut, yang secara bersama mendominasi perdagangan dunia, mengakibatkan
lemahnya permintaan dunia terhadap barang ekspor dari Indonesia yang
selanjutnya dapat menyebabkan defisit saldo neraca perdagangan, kekurangan
cadangan devisa(khususnya dolas AS), berkurangnya pembiayaan impor untuk
membiayai proses pembangunan ekonomi dan ketersediaan dolar AS. Berkurangnya
impor, dapat mengurangi kapasitas produksi didalam negeri, yang selanjutnya
bedampak negatif terhadap laju pertumbuhan ekonomi dan peningkatan PN
perkapita.
Gambar 2.2
Pengaruh Resesi Dunia
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia : Suatu Ilustrasi Teoretis
Dampak negatif dari resesi ekonomi
dunia tahun1982 terhadap perekonomian Indonesia terutama terasa dalam laju
pertumbuhan ekonomi yang selama 1982-1988 jauh lebih rendah dibandingkan
periode sebelumnya. Karena pengalaman menunjukkan bahwa biasanya resesi ekonomi
dunia lebih lebih mengakibatkan permintaan dunia berkurang terhadap bahan-bahan
baku (yang sebagian besar diekspor oleh LDCs) daripada permintaan terhadap
barang-barang konsumsi seperti alat-alat rumah tangga dari elektronik dan mobil
( yang pada umumnya adalah ekspor negara-negara maju).
Selama pertengahan pertama 1990-an,
rata-rata pertumbuhan per tahun antara 7,3% hingga 8,2% yang membuat Indonesia
termasuk negara di ASEAN dengan pertumbuhan yang tinggi. Dengan tingkat
pertumbuhan yang tinggi, rata-rata PN per kapita di Indonesia naik pesat setiap
tahun yang pada tahun 1993 dalam dollar AS sudah melewati angka 800. Namun,
akibat krisis, PN per kapita Indonesia menurun drastis ke 640 dolar tahun 1998
dan 580 dolar AS tahun1999.
Perkembangan PN Per
Kapita Indonesia: 1968-1999 (dalam dolar AS)
Pada krisis ekonomi
mencapai klimaksnya, yakni tahun1998, laju pertumbuhan PDB jatuh drastis hingga
13,1%. Namun pada tahun1999 kembali positif, walaupun sangat kecil, sekitar
0,8% dan tahun 2000 ekonomi Indonesia sempat mengalami laju pertumbuhan yang
tinggi, hampir mencapai 5%. Pada tahun tersebut para pelaku-pelaku bisnis
sempat optimis mengenai prospek perekonomian Indonesia. Akan tetapi, tahun 2001
laju pertumbuhan ekonomi kembali merosot hingga 3,3% akibat gejolak politik
yang sempat memanas kembali, dan pada tahun 2002 pertumbuhan mengalami sedikit
perbaikan menjadi 3,66%.
Laju Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia: 1998-2002(%)
Sementara BPS dari
publikasi tahunan Statistik Indonesia, memberikan bukti empiris mengenai
pertumbuhan dari sejumlah indikator PN dan PN per kapita selama 1998-2001. Laju
pertumbuhan PDB yang positif tahun itu lebih rendah daripada laju pertumbuhan
penduduk pada tahun yang sama, sehingga mengakibatkan tingkat kesejahteraan
masyarakat menurun.
Laju Pertumbuhan Beberapa
Pendapatan Agregat dan Per Kapita Atas Dasar Harga konstan 1993(%)
Dibandingkan dengan
negara-negara lain di Asia Tenggara, termasuk negara-negara yang juga mengalami
krisis ekonomi, Indonesia adalah negara terburuk. Berdasarkan laporan tahunan
dasi Asian Development Bank 2002(ADB,2002), Thailand yang mengalami krisis sama
parahnya seperti yang dialami Indonesia ternyata mampu menggenjot pertumbuhan
sebesar 4,4% tahun1999. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun yang
sama hanya 0,9% (menurut BPS 0,8%), walaupun perkiraan pertumbuhan ekonomi
Thailand 2002 akan sedikit dibawah pertumbuhan PDB Indonesia. Pada tahun 1999
Vietnam merupakan negara yang paling baik pertumbuhan ekonominya di kawasan
Asia Tenggara.
Pertumbuhan Ekonomi di
Kawasan Asia Tenggara: 1999-2002(%)
Negara/Kawasan
|
1999
|
2000
|
2001
|
2001
|
Asia
Tenggara
|
3,8
|
5,9
|
1,9
|
3,4
|
Filipina
|
3,4
|
4
|
3,4
|
4
|
Indonesia
|
0,9*/0,8*
|
4,8/4,9
|
3,3/3,3
|
3/3,7
|
Kampuchea
|
6,9
|
5,4
|
5,3
|
4,5
|
Laos
|
7,3
|
5,9
|
5,5
|
5,8
|
Malaysia
|
6,1
|
8,3
|
0,4
|
4,2
|
Myanmar
|
10,9
|
6,2
|
Tad
|
Tad
|
Singapura
|
6,9
|
10,3
|
2
|
3,7
|
Thailand
|
4,4
|
4,6
|
1,8
|
2,5
|
Vietnam
|
4,7
|
6,1
|
5,8
|
6,2
|
Keterangan: *=
data ADB/**=data BPS
PNB Per Kapita Indonesia
dan Sejumlah Negara Lainnya di Asia(US$ atas Harga Berlaku): 1997-2001
Negara
|
1997
|
1998
|
1999
|
2000
|
2001
|
Bangladesh
|
340
|
340
|
350
|
370
|
370
|
Cina
|
710
|
740
|
780
|
840
|
890
|
India
|
420
|
420
|
440
|
450
|
460
|
Indonesia
|
1.088
|
640
|
580
|
570
|
680
|
Jepang
|
39.190
|
33.720
|
33.350
|
35.620
|
33.990
|
Korea
Selatan
|
11.390
|
8.470
|
8.480
|
8.960
|
9.400
|
Malaysia
|
4.600
|
3.630
|
3.370
|
3.370
|
3.640
|
Nepal
|
230
|
220
|
230
|
240
|
250
|
Pakistan
|
480
|
460
|
450
|
440
|
420
|
Papua
Nugini
|
980
|
840
|
770
|
670
|
580
|
Filipina
|
1.240
|
1.090
|
1.050
|
1.040
|
1.050
|
Sri
Langka
|
790
|
810
|
820
|
850
|
830
|
Thailand
|
2.780
|
2.110
|
2.000
|
2.010
|
1.970
|
Vietnam
|
340
|
350
|
370
|
390
|
410
|
Krisis
ekonomi yang melanda Indonesia membuat sektor keuangan/perbankan yang pada masa
Orde Baru berkembang sangat pesat hancur sama sekali, terutama karena Krisis
ekonomi yang melanda Indonesia membuat sektor keuangan/perbankan yang pada masa
Orde Baru berkembang sangat pesat hancur sama sekali, terutama karena kredit
macet antarbank. Dari sisi AS, sektor industri manufaktur dan sektor
konstruksi(bangunan) juga mengalami penurunan produksi yang signifikan. Dalam
nilai nominal, sektor-sektor yang mengalami pertumbuhan positif selama 1998
hanya sektor pertanian dengan 1,31%, listrik, gas, dan air bersih 3,11%, dan
pengangkutan dan komunikasi 16,23%. Pertumbuhan positif sektor pertanian
terutama karena dukungan subsektor perkebunan, kehutanan, dan perikanan yang
produksinya terus meningkat. Jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS
membuat harga komoditas-komoditas pertanian dalam dolar AS menjadi lebih murah,
yang membuat daya saing harga dari sektor pertanian meningkat.
Industri manufaktur yang merupakan
andalan ekonomi Indonesia sebagai sumber pertumbuhan juga terkena dampak oleh
krisis ekonomi. Hal ini disebabkan, turunnya kemampuan belanja dari masyarakat
dan lesunya kegiatan-kegiatan ekonomi domestik yang membuat menurunnya jumlah
AD, yang terdiri dari permintaan akhir dari masyarakat dan permintaan perantara
dari sektor-sektor ekonomi terhadap produk-produk manufaktur. Sedangkan,
dampaknya melalui AS terutama karena tingginya suku bunga pinjaman, terbatasnya
kredit dari bank, mahalnya bahan-bahan baku impor, dan akibat ditolaknya L/C
yang dikeluarkan oleh bank-bank di luar negeri.
Namun dalam nilai riil(harga
konstan), semua sektor mengalami pertumbuhan negatif, kecuali listrik, gas, dan
air minum dengan 2,6%. Sedangkan sektor pertanian mengalami pertumbuhan -0,7%,
dan sektor industri manufaktur -11,4%. Tahun 1999 beberapa sektor mengalami
perbaikan terutama listrik, gas, dan air minum yang pertumbuhannya mencapai 8%
lebih. Tahun 2000, semua sektor dapat dikatakan telah mengalami recovery, walaupun belum mencapai
tingkat 1995. Data triwulan III 2002 maupun data selama 2002 juga menunjukkan
pertumbuhan yang positif di semua sektor.
Perkembangan PDB Menurut
Sektor, 1995-2002 (%)
Sektor
|
1995
|
1996
|
1997
|
1998
|
1999
|
2000
|
2001
|
2002
Triw.III
|
Pertanian
|
4,4
|
3,1
|
1,0
|
-0,7
|
2,1
|
1,7
|
2,2
|
4,01
|
Pertambangan
& penggalian
|
6,7
|
6,3
|
2,1
|
-2,8
|
-1,7
|
2,3
|
2,5
|
Tad
|
Industri
manufaktur
|
10,9
|
11,6
|
5,3
|
-11,4
|
2,6
|
6,2
|
6,3
|
3,2
|
Listrik,
gas, & air bersih
|
15,9
|
13,6
|
12,4
|
2,6
|
8,2
|
8,8
|
5,8
|
6,17*
|
Bangunan
|
12,9
|
12,8
|
7,4
|
-36,5
|
-1,6
|
6,8
|
5,5
|
2,98
|
Perdagangan,
hotel, & restoran
|
7,9
|
8,2
|
5,8
|
-18,0
|
-0,4
|
5,7
|
3,4
|
2,9
|
Pengangkutan
& komunikasi
|
8,5
|
8,7
|
7,0
|
-15,1
|
-0,7
|
9,4
|
3,8
|
7,83*
|
Keuangan,
sewa, & jasa
|
11,0
|
6,0
|
5,9
|
-26,6
|
-8,1
|
4,7
|
3,6
|
5,55*
|
Perusahaan
jasa-jasa
|
3,3
|
3,4
|
3,6
|
-3,8
|
1,8
|
2,2
|
2,7
|
0,5
|
PDB
|
8,2
|
7,8
|
4,7
|
-13,1
|
0,8
|
4,9
|
3,3
|
3,9
|
Keterangan: *=
pertumbuhan tahun 2002 terhadap tahun 2001
Seperti telah dibahas
sebelumnya, sumber pertumbuhan ekonomi dari sisi AD dapat diestimasi dengan
menganalisis pertumbuhan atau pembentukan PDB menurut pengeluaran. Setiap
tahunnya kontribusi dari C,I dan ekspor X, atau ekspor neto (X-M) terhadap
pertumbuhan PDB di Indonesia selama periode yang diteliti sangat besar.
Masing-msing komponen pengeluaran tersebut memiliki nilai absolut paling besar
dibandingkan G dan perubahan stok di dalam total penggunaan PDB. Tahun1998,
sebagai akibat dari krisis ekonomi, semua komponen pengeluaran mengalami
penerunan, terkecuali X bisa bertahan positif selama masa krisis, terutama
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, karena adanya keuntungan harga saing
internasional dalam dolar AS yang dinikmati oleh komoditas-komoditas pertanian
dan sejumlah produk-produk manufaktur yang menggunakan komponen atau bahan baku
lokal, seperti misalnya kerajinan, sebagai akibat dari melemahna nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS.
Komponen AD yang pling besar
penurunannya selama 1998 adalah I yang merosot sekitar 33,01%, dibandingkan
kontraksi C sebesar 6,40% dan G 15,37%. Pada tahun 2000 pertumbuhan I sempat
mencapai hampir 18%, namun setelah itu merosot terus hingga negatif tahun 2002.
Pada awalnya, salah satu faktor penting yang menyebabkan merosotnya kegiatan
investasi didalam negeri selama masa krisis, seperti juga di negara-negara Asia
lain yang terkena krisis (Korea Selatan dan Thailand) adalah karena kerugian
besar yang dialami oleh banyak perusahaan swata akibat depresiasi rupiah yang
besar, sementara utang luar negeri (ULN)-nya dalam mata uang dolar AS tidak
dilindungi (hedging) sebelumnya
dengan kurs tertentu di pasar berjangka waktu kedepan (forward). Faktor-faktor lain yang membuat lesunya I di antaranya
adalah jatuhnya harga saham, pelarian K keluar lebih banyak daripada arus
masuk, dan resiko premium yang meningkat drastis (Lane,dkk.,1999). Dua faktor terakhir ini didorong terutama oleh
kondisi politik, sosial, keamanan, dan penegakan hukum yang buruk.
Pertumbuhan Riil Komponen
AD (%)
Komponen
|
1995
|
1996
|
1997
|
1998
|
1999
|
2000
|
2001
|
2002
|
C
|
16,86
|
9,72
|
8,09
|
-6,40
|
2,97
|
3,63
|
5,94
|
4,72
|
G
|
1,34
|
2,69
|
0,06
|
-15,37
|
0,69
|
6,49
|
8,24
|
12,79
|
I
|
13,99
|
14,51
|
8,57
|
-33,01
|
-19,94
|
17,91
|
3,96
|
-0,19
|
X
|
9,64
|
7,56
|
7,80
|
11,18
|
-31,61
|
16,06
|
1,88
|
-1,24
|
M
|
27,06
|
6,86
|
14,72
|
-5,29
|
-40,68
|
18,18
|
8,05
|
-16,50*
|
Keterangan: *=
trw 1.-III 2002 terhadap trw 1.III 2001
C. Faktor-Faktor Penentu
Prospek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Di
dalam teori-teori konvensional, pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh
ketersediaan dan kualitas dari input-input produksi seperti L, K, T, BB, Kw,
dan E. Akan tetapi, faktor-faktor ini lebih krusial dalam menentukan prospek
pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Sedengkan pertanyaaan apakah ekonomi
Indonesia 2004 akan tumbuh lebih baik, lebih buruk atau relatif sama dengan
pertumbuhan 2003, adalah bicara soal prospek pertumbuhan ekonomi jangka pendek,
yang berarti lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor jangka pendek.
Menurut
perkiraan IMF, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia jangka pendek (2003) cukup
optimis, sekitar 4,5% (naik dari realisasi pertumbuhan 2002 3,75%). Namun,
dibandingkan negara-negara lainnya di Asia, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia
tidak termasuk yang paling tinggi (tabel 2.7). Perkiraan tersebut dibuat awal
tahun 2002, jadi sebelum terjadinya tragedi Bali pada Oktober 2002 yang sempat
membuat pesimis para pelaku bisnis mengenai prospek perekonomian Indonesia
pasca tragedi tersebut. Jika peristiwa tersebut diperhitungkan sebagai suatu
faktor jangka pendek yang berpengaruh, hasil prediksi IMF tersebut tentu akan
berbeda, karena memang dalam kenyataannya peristiwa tersebut sempat
mempengaruhi roda perekonomian nasional yang dapat dilihat dari jatuhnya indeks
harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan nilai tukar rupiah
terhadap dolar AS.
Pemerintah
Indonesia sendiri merevisi target pertumbuhan ekonomi 2003 dari semula 5%
(dalam RAPBN 2003) menjadi 4% setelah bom Bali. Menurut BPS, pada triwulan I
dan II 2003 dampak peledakan bom di Bali masih akan terasa. Namun, kalau
pemerintah melakukan banyak stimulus (termasuk penambahan anggaran pembangunan
dalam RAPBN 2003 pasca bom Bali) untuk meningkatkan kegiatan-kegiatan ekonomi
domestik dan ekspor, ditambah lagi dengan situasi dalam negeri bisa benar-benar
kondusif, aman, dan ada kepastian hukum/usaha yang membuat iklim investasi
baik, dan lingkungan eksternal mendukung sepenuhnya, maka bukan tidak mungkin
target tersebut bisa tercapai. BPS sendiri memprediksi perekonomian Indonesia
tahun 2003 bisa tumbuh antara 4%-5%.
Tabel 2.7
Realisasi Pertumbuhan PDB
Riil Tahun 2001
dan Perkiraannya Tahun
2002 dan 2003:
Indonesia dan Beberapa Negara Asia Lainnya
Negara
|
2001
|
2002
|
2003
|
Cina
Hongkong
Korea
Selatan
Taiwan
Singapura
Indonesia
Filipina
Thailand
Malaysia
Vietnam
|
7,3
0,2
3,0
-1,9
-2,0
3,3
3,2
1,8
0,5
5,0
|
7,5
1,5
6,3
3,3
3,6
3,7
4,0
3,5
3,5
5,3
|
7,2
3,4
5,9
4,0
4,2
4,5
3,8
3,5
5,3
6,5
|
Apakah
perkiraan-perkiraan jangka pendek tersebut di atas akan terealisasi? Ini sangat
tergantung pada banyak faktor, yang menurut sumbernya masing-masing dapat
dikelompokkan dalam faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal.
Selanjutnya, faktor-faktor determinan internal dapat dibedakan lagi antara
faktor-faktor ekonomi dan faktor-faktor nonekonomi, khususnya politik dan
sosial. Sedangkan faktor-faktor eksternal didominasi oleh faktor-faktor
ekonomi, seperti perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi kawasan atau
dunia.
1.
Faktor-Faktor
internal
Penyebab
utama berubahnya krisis rupiah menjadi suatu krisis ekonomi paling besar yang
pernah dialami Indonesia tahun 1998 adalah karena buruknya fundamental ekonomi
nasional. Sedangkan lambatnya proses pemulihan ekonomi nasional lebih
disebabkan oleh kondisi politik, sosial, dan keamanan di dalam negeri yang kenyataannya
sejak reformasi dicetuskan pada Mei 1998 hingga saat ini belum juga pulih
sepenuhnya, bahkan cenderung memburuk menjelang pemilihan presiden 2004.
Sejak krisis dari dulu hingga saat ini,
fundamental ekonomi sudah menunjukkan adanya perbaikan, walaupun prosesnya
berlangsung lambat dan oleh karena itu masih jauh dari kondisi yang baik atau
kuat. Misalnya, perkembangan tingkat inflasi selama 1998-2001 menunjukkan
adanya perbaikan, walaupun cenderung memburuk kembali akhir 2002 dan
diperkirakan akan relatif sama pada 2003. Laju pertumbuhan ekonomi sudah
kembali positifwalaupun masih lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan
rata-rata per tahun selama 1980-an hingga 1997. Cadangan devisa meningkat
terus, yang sebagian kecil bersumber dari hasil ekspor dan sisanya dari
pinjaman luar negeri. Namun, rasio ULN terhadap PDB dan ketergantungan ekonomi
nasional terhadap impor masih tinggi, bahkan cenderung meningkat. Juga sektor
perbankan dan sektor riil, khususnya industri manufaktur dan konstruksi masih
belum pulih.
Selain itu, faktor-faktor internal ekonomi
lainnya yang sangat menentukan prospek perekonomian nasional2003 antara lain
adalah kondisi perbankan, realisasi RAPBN 2003, terutama yang menyangkut beban
pembayaran bunga utang pemerintah dan pengeluaran stimulus tragedi Bali, hasil
pertemuan CGI yang sempat ditunda akibat tragedi Bali, kebijakan ekonomi
pemerintah terutama dalam bidang fiskal dan moneter, serta perkembangan ekspor
nasional.
Kesiapan dunia usaha Indonesia dalam
menghadapi AFTA 2003 juga akan sangat berpengaruh terhadap prospek pertumbuhan
ekonomi nasional lewat pengaruhnya terhadap prospek perkembangan neraca
perdagangan yang berarti juga saldo transaksi berjalan Indonesia. Dapat
diharapkan (secara hipotesis) bahwa semakin siap dunia usaha nasional, semakin
besar kemungkinan Indonesia akan mendapatkan surplus dari perdagangan AFTA, dan
ini berarti, di satu sisi, semakin besar pertumbuhan ekonomi Indonesia (lewat
pertumbuhan ekspor), dan di sisi lain, semakin besar kemampuan perekonomian nasional
untuk mengurangi beban ULN. Ada tanda-tanda bahwa Indonesia semakin terpuruk
dalam persaingan di pasar global, yaitu:
1) Global
Competitiveness Report 2002-2003 ini menunjukkan bahwa peringkat daya saing
perekonomian Indonesia melorot lagi tahun ini, dengan indeks daya saing
pertumbuhan turun tiga tingkat dari urutan ke-64 tahun lalu ke urutan 67 (dari
80 negara), dan indeks daya saing ekonomi mikro turun sembilan tingkat 55 ke
64.
2) Sejak
tragedi WTC tahun 2001, laju pertumbuhan ekspor Indonesia cenderung menurun,
dan doperkirakan pada 2003 ini kecenderungan tersebut akan terus berlangsung
(walaupun pemerintah optimis bahwa tahun 2003 ekspor akan naik 5%, atau menjadi
sekitar 47 miliar dolar AS) dikarenakan berbagai alasan, seperti pasar dunia
untuk beberapa komoditi ekspor Indonesia direbut atau semakin dikuasai oleh
negara-negara pesaing lainnya, seperti Cina dan Vietnam, serta akibat
diberlakukannya tarif baru angkutan peti kemas dan kebijakan antiterorisme bio,
dan ditambah lagi akibat merebaknya virus SARS di Cina, Hongkong, Taiwan, dan
Singapura,
Faktor-faktor internal nonekonomi yang
sangat krusial adalah terutama politik dan sosial, keamanan (terutama
menyangkut apa yang akan dilakukakn pemerintah untuk mencegah tidak terulangnya
lagi tragedi Bali), dan hukum (terutama yang berkaitan langsung dengan kegiatan
bisnis dan pelaksanaan otonomi daerah). Harus diakui bahwa pemulihan ekonomi
Indonesia yang berjalan lambat selam ini, sejak krisis, karena proses perbaikan
fundamental ekonomi tidak disertai dengan kestabilan politik dan keamanan yang
memadai, penyelesaian konflik sosial termasuk di Aceh, serta kepastian hukum.
Faktor-faktor nonekonomi ini merupakan aspek-aspek penting di dalam menentukan
tingkat resiko dari suatu negara yang menjadi dasar keputusan bagi
pelaku-pelaku bisnis, khususnya investor-investor asing untuk melakukan usaha
di negara tersebut. Ketidakstabilan politik dan tingkat keamanan yang rendah,
serta tidak ada tanda-tanda akan membaik hingga 2003 ini membuat tingkat
country risk Indonesia selalu tinggi sejak krisis sekarang. Tingginya tingkat
resiko Indonesia, selain menghambat arus K masuk, juga mengurangi kunjungan
wisatawan asing ke dalam negeri dan pesanan ekspor.
2.
Faktor-Faktor
Eksternal
Faktor
eksternal yang sangat berpengaruh terhadap prospek perekonomian Indonesia
adalah prospek perekonomian dan perdagangan dunia 2003. IMF dalam laporannya
bulan September 2002 memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi dan peningkatan
volume perdagangan dunia 2003 akan masing-masing sekitar 3,7% dan 6,1%. Prospek
perekonomian dan perdagangan dunia sangat dipengaruhi oleh prospek perekonomian
di AS, Jepang, dan masyarakat Eropa (EU). Menurut prediksi IMF (WEO), sebelum
intervensi AS ke Irak, PDB riil AS 2003 akan tumbuh 2,6%, sedikit di atas
perkiraan 2002, yakni 2,2% (ini jauh lebih baik dibandingkan realisasi
pertumbuhan 2001 yang hanya 0,3% akibat tragedi WTC). Sedangkan ekonomi Jepang
dan ME akn tumbuh masing-masing hanya 1,1% (angka ini jauh lebih baik daripada
perkiraan pertumbuhan ekonomi Jepang 2002 – 0,5% dan realisasi 2001 – 0,3%) dan
2,3% tahun 2003 (sedikit meningkat dibandingkan perkiraan 2002 1,1%).
Sementara, BPS memprediksi perekonomian AS dan Jepang 2003 bisa tumbuh antara
1% hingga 3%.
Faktor eksternal lainnya yang juga harus
diperhitungkan dalam memprediksi prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia 2003
adalah kondisi politik global, terutam efek-efek dari perang AS – Irak dan
krisis senjata nuklir Korea Utara. Jika pembentukan pemerintahan baru di Irak
berjalan mulus dan Irak bisa kembali berfungsi secara normal (termasuk bisa
kembali melakukan ekspor minyaknya), maka perkiraan sebelumnya bahwa perang AS
– Irak tersebut akan berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia,
terutama lewat efek harga minyak dan penurunan ekspor serta penundaan
pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke wilayah Timur Tengah tidak akan
terjadi. Sedangkan, efek dari krisis Korea Utara jika berubah menjadi perang
besar jelas akan mengganggu arus perdagangan dan investasi di Asia Tenggara dan
Timur khususnya dan dunia pada umumnya.
Kurva Lorenz
Kurva Lorenz menggambarkan distribusi
komulatif pendapatan nasional dikalangan lapisan – lapisan penduduk, secara
kumulatif pula. Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal ( semakin lurus)
menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang semakin merata. Sebaliknya, jika
kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal ( semakin lengkung), maka ia
mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusi pendapatan nasional semakin
timpang atau tidak merata.
D.
PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
Perubahan
struktur ekonomi, umum disebut transformasi stryktural, dapat didefisinikan
sebagai suatu rangkaian perubahan yang
saling tekait satu dengan yang lainnya dalam komposisi AD, perdagangan
luar negri (ekspor dan inpor), AS ( produksi dan menggunakan faktor-faktor
produksi yang diperlukan mendukung proses pembanggunan ekonomi yang
berkelanjutan) ( chenery, 1979).
1.
Teori dan Bukti Empiris
Teori
perubahan struktural menitik beratkan pembahasan pada mekanisme transformasi
ekonomi yang dialami oleh NSB, yang semula lebih bersifat subsistens yang lebih
modern, yang didominasi oleh sektor-sektor nonprime. Teori Arthus Lewis pada dasarnya
membahas proses pembangunan ekonomi yang terjadi di perdesaan dan
perkotaan.
Perekonomian
Negara terbagi menjadi dua, yaitu perekonomiaan tradisioanal dipedesaan yang
didominasi oleh sektor pertaniaan dan perekonomiaan modern diperkotaan dengan
industry sebagai sektor utama. Dipedesaan, karena pertumbuhan penduduknya
tinggi maka terjadi kelebihan suplai tenaga kerja, dan tingkat hidup
masyaraktnya berbeda pada kondisi subsistens akibat perekonomian yang sifatnya
juga subsistens.
Kerangka
pemikiran teori chenery pada dasarnya sama seperti di model Lewis. Teori
chenery, dikenal dengan teori pattern of development, menfokuskanpada perubahan
struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi di NSB, yang mengalami
transformasi dari pertanian tradisional (subsistens) ke sector industri sebagai
mesin utama penggerak pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian empiris yang
dilakukan oleh chenery dan syrquin (1975) mengindentifikasi bahwa sejalan
dengan peningkatan pendapatan masyarakat perkapita yang membawa perubahan dalam
pola dalam permintaan konsumen daripenekanan pada makanan dan barang-barang
manufaktur dan jasa.
Perubahan
struktur ekonomi berbarengan dengan pertumbuhan PDB yang merupahkan total
pertumbuhan nilai tambah bruto (NTB) dari semua sector ekonomi dapat dijelaskan
sebagai berikut. Dengan memakai persamaan (3,7),misalkan disatu ekonomi hanya
ada dua sector, yakni industry dan pertanian dengan NTB masing-masing, yakni NTBi
dan NTBp yang membentuk PDB: atau, PDB=
NTBi + NTBp, 1=[a(t)I + a(t)p]PDB.
Berdasarkan
model ini, kenaikan produksi sector industri manufaktur dinyatakan sama
besarnya dengan jumlah dari empat factor berikut.
a. Kenaikan
permintaan domestic, yang memuat permintaan langsung untuk produk industry
manufaktur plus efek tidak langsung dari kenaikan permintaan domestic untuk
produk sector-sektor lainnya terhadap sector industry manufaktur.
b. Perluasan
exspor (pertumbuhan dan diversifikasi) atau efek total dari kenaikan jumlah
ekspor terhadap produk industri manufaktur.
c. Substitusi
impor atau efek total dari kenaikan proporsi permintaan ditiap sector yang
dipenuhi lewat produksi domestic terhadap output industry manufaktur.
d. Perubahan
teknologi atau efek total dari perubahan koefisien input-output (aij) didalam
perekonomian akibat kenaikan upah dan tingkat pendapatan terhadap sector
industri manufaktur.
Indikator
penting kedua yang sering digunakan didalam studi-studi empiris untuk mengukur
pola perubahan struktur ekonomi adalah distribusi kesempatan kerja menurut
sector. Sebagi suatu ilustrasi empirisberdasrkan data bank dunia, pada tahun
1980,NTB yang dihasilkan sector pertanian rata-rata sekitar 7% dari PDB dunia;
sedangkan dari sector industry yang terdiri atas industry primer (pengilangan
minyak) dan industry sekunder (manufaktur) sebesar 38%.
Didalam-kelompok-Negara-negara-sedang-berkembang-(NSB),
banyaknegara yang juga tejadi transisi ekonomi yang pesat dalam tiga decade
terakhir ini, walaupun pola dan prosesnya berbeda antara Negara. Variasi ini
disebabkan oleh perbedaan antara Negara dalam sejumlah factor internalseperti
berikut.
a. Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam
negeri (basis ekonomi)
Suatu.Negara.yang.pada.awal.pembangunan.ekonomi/industrialisasinya
sudah memiliki industri-industri dasar.
b. Besarnya pasar dalam negeri
Besarnya
pasar domestic ditentukan oleh kombinasi antara jumlah populasi dan tingkat
pendapatan riil perkapita.
c. Pola distribusi pendapatan
Factor
ini sangat mendukung factor pasar dan tingkat pendapatan rata-rata perkapita
naik pesat.
d.Karakteristik dari
industrialisasi
Pelaksanaan
atau strategi pengembangan industry yang ditetapkan, jenis industry yang
diunggulkan, pola pembangunan industry, dan insentif yang diberikan.
e.Keberadaan SDA
Negara
yang kaya SDA mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah atau terlambat
melakukan industrialisasi.
f. Kebijakan perdagangan luar negeri
Negara
yang menerapkan kebijakan ekonomi tertutup (inward looking), pola dan hasil
industrialisasi berbeda dibandingkan di Negara-negara yang menerapkan kebijakan
ekonomi terbuka (outward looking).
2.
Kasus Indonesia
Sejak
awal pemerintahaan orde baru hingga sekarang, proses pertumbuhan ekonomi
Indonesia cukup pesat. Nilai pertumbuhan bruto (NTB) dari sector pertanian,
perternakaan, kehutanan, dan perikanan menyumbang sekitar 45% terhadap
pembentukan PDB, dan pada decade 1990-an hanya tinggal 16% hingga 20%, dan
tahun 2006 tinggal sekitar 12,9%. Namun penurunan rasio output pertanian
terhadap PDB tersebut tidak berarti bahwa volume produksi di sector tersebut
berkurang selama periode tersebut (atau pertumbuhan rata-rata pertahun
negative). Pertumbuhan tersebut disebabka oleh lain pertumbuhan output
(rata-rata pertahun pertumbuhan total)disektor tersebut relative lebih rendah
dibandingkan laju pertumbuhan output dari sektor industri.
Annex
Metode Perhitungan Pertumbuhan
Pertumbuhan ekonomi dapat
dilihat dari:
a.
Nilai absolute
b.
Nilai relative (persentase)
Pertumbuhan dalam % dihitung:
∆PDBt = [PDB(t) – PDB(t-1)]/PDB( t-1)] x 100% (1)
Dimana :
t-1 = tahun sebelumnya
Laju pertumbuhan ekonomi
rata-rata per tahun selama tahun tertentu digunakan rumus:
r = [ (n-1√ tn/ t0) – 1]x 100% (2)
atau dengan faktor
penggabungan
tn
= t0 (1+r)n-1, (3)
dimana
r=laju pertumbuhan GDP rata-rata pertahun
n=jumlah tahun
tn =tahun terakhir
t0=tahun awal
(1+r)n-1 = factor penggabungan
Pertumbuhan ekonomi dengan
nilai absolute dapat dinyatakan dalam nilai nominal berdasarkan harga berlaku dan nilai riil (nyata) berdasarkan
harga konstan. Menurut harga berlaku,artinya nilai barang dan jasa yang
dihasilkan (yang totalnya membentuk PDB)dihitung berdasarkan harga pasar pada
tahun bersangkutan, yang berarti kenaikan harga – harga( inflasi) turut
dihitung. Sedangkan menurut harga konstan,nilai barang dan jasa dihiting
berdasarkan harga pada tahun dasar (IHK = 100). Ada tiga metode ntuk mengubah
angka menurut harga berlakumenjadi angka menurut harga konstan, yakni metode
revaluasi,metode ekstrapolasi dan metode deflasi.
Metode
revaluasi dilakukan dengan cara menilai produksi masing – masing tahun dengan
memakai tahun tertentu yang dijadikan tahun dasar. Metode ekstrapolasi
dilakukan dengan cara memperbarui nilai tahun dasar sesuai dengan indeks
produksi atau tingkat pertumbuhan riil dari tahun sebelumnya. Sedangkan metode
deflasi dilakukan dengan cara membagi nilai produksi masing – masing tahun
dengan harga relatif yang sesuai (indeks harga x 1/100) (Dumairy,1996)
Jadi,
secara sederhana, cara menghitung PDB menurut harga konstan dapat dilakukan
dengan rumus sebagai berikut.
PDBHK(t) = [100/IHKt]PDBHB(t) (4)
dan cara menghitung PDB menurut harga berlaku :
PDBHK(t) = [PDBHK(t) x IHKt]/100 (5)
Dimana :
HKt= harga konstan
HBt= harga berlaku
IHKt= Indeks harga
konsumen
100=IHK tahun dasar
t=tahun tertentu
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pertumbuhan Ekonomi di setiap negara berbeda – beda tergantung dari tingkat pendapatan per kapita suatu negara tersebut dan tergantung dari berapa besar pendapatan / penghasilan dari penduudknya. Jika pendapatan Negara itu tinggi maka pertumbuhan ekonominya juga cepat tetapi sebaliknya jika pendapatan suatu negara itu di bawah rata – rata maka pertumbuhan ekonominya juga rendah.
Pertumbuhan Ekonomi di setiap negara berbeda – beda tergantung dari tingkat pendapatan per kapita suatu negara tersebut dan tergantung dari berapa besar pendapatan / penghasilan dari penduudknya. Jika pendapatan Negara itu tinggi maka pertumbuhan ekonominya juga cepat tetapi sebaliknya jika pendapatan suatu negara itu di bawah rata – rata maka pertumbuhan ekonominya juga rendah.
B.
Saran
Dengan demikian dapat kita sarankan kepada pemerintah
dengan penjelasan sebagai berikut
:
Beberapa negara sedang berkembang mengalami ketidak stabilan sosial, politik, dan ekonomi. Ini merupakan sumber yang menghalangi pertumbuhan ekonomi. Adanya pemerintah yang kuat dan berwibawa menjamin terciptanya keamanan dan ketertiban hukum serta persatuan dan perdamaian di dalam negeri. Ini sangat diperlukan bagi terciptanya iklim bekerja dan berusaha yang merupakan motor pertumbuhan ekonomi.
Beberapa negara sedang berkembang mengalami ketidak stabilan sosial, politik, dan ekonomi. Ini merupakan sumber yang menghalangi pertumbuhan ekonomi. Adanya pemerintah yang kuat dan berwibawa menjamin terciptanya keamanan dan ketertiban hukum serta persatuan dan perdamaian di dalam negeri. Ini sangat diperlukan bagi terciptanya iklim bekerja dan berusaha yang merupakan motor pertumbuhan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Tulus T.H. Tambunan.2009. Perekonomian
Indonesia. Jakarta :Ghalia Indonesia
No comments:
Post a Comment